Delegasi Hizbut Tahrir Indonesia, menegaskan syariah dan Khilafah adalah solusi bagi kemunduran peran politik umat. Karena hanya dengan Khilafah-lah umat Islam akan bisa menghadapi neoliberalism dan neoimperialisme. Hal ini disampaikan Muhammad Rahmat Kurnia dalam sesi pleno II Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6, Selasa (10/2) di Yogyakarta.
Menurutnya, ancaman yang sekarang sedang dihadapi Indonesia adalah neoliberalisme dan neoimperialisme dalam semua bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Jadi, aspirasi umat Islam semestinya adalah membebaskan diri dari neoliberalisme dan neoimperialisme dalam segala bidang ini.
“Lalu, setelah kita terbebas apa yang diterapkan? Semestinya, kita menerapkan syariat Islam,” tegasnya.
Ia menegaskan kaum Muslimin tidak boleh malu dan ragu untuk menerapkan syariat Islam secara total dalam naungan khilafah. “Khilafah itu adalah ajaran Islam. Kita tidak boleh phobi terhadap khilafah yang merupakan ajaran agama kita,” bebernya.
Rahmat menyarankan agar kaum Muslimin mempelajari apa khilafah itu. “Kalau khilafah itu baik, maka mengapa kita tidak mau untuk mengikuti dan menerimanya. Kalaupun ada yang menganggap tidak baik, maka harus dapat menunjukkan di mana letak tidak baiknya. Jangan phobi,” pungkasnya.
Dalam sesi kedua yang bertema Penguatan Peran Politik Umat Islam Indonesia ini, salah seorang pembicara Bachtiar Efendi menyatakan umat Islam meskipun banyak namun secara politik hanya dimanfaatkan saat Pemilu dan Pilkada. Apa aspirasi politik umat Islam belum jelas. Pada tahun 1955 aspirasi politik umat jelas, sekarang kabur. Solidaritas umat Islam pun kabur.
Sementara itu, pembicara yang lain, Masdar F Mas’udi menyatakan hubungan agama dengan negara sangat menarik. Saat peradaban Islam diharapkan tampil maka patut hubungan agama dengan negara patut dipertegas dan dipromosikan ke dunia lain.
Berkaitan dengan politik umat, Masdar F Mas’udi mengakui isu yang sekarang yang hangat di tengah-tengah umat adalah khilafah. Menurutnya, Khalifah dalam Al Quran ada dua makna, pertama, khilafah yang sifatnya universal untuk seluruh manusia sebagaimana penciptaan Adam.
Kedua, bersifat politik sebagai penguasa seperti dalam kasus Daud. Tapi, keduanya berarti wakil, mandataris. Semua mandatori dari presiden hingga RT merupakan khalifatullah. Semua penguasa disahkan atas nama Allah sehingga harus sadar untuk menjalankan mandat Allah
Menanggapi hal ini, Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Rahmat Kurnia memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, makna syari’i Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi umat Islam di seluruh dunia, yang dipimpin oleh seorang Kholifah, bukan kepemimpinan tingkat RT.
“Khilafah yang berarti kekuasaan atau mandatori adalah makna bahasa (lughawi). Sementara, secara syar’iy khilafah adalah kepemimpinan umum kaum Muslim seluruh dunia untuk menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh dunia. Kita harus menggunakan makna syar’iy. Jadi, misalnya, tidak bisa RT disebut khalifah,” ujarnya ketika ditanya Media Umat. []Mediaumat/Joy