Oleh: Dr Mohamad Elmasry
Identitas keagamaan pelaku kekerasan hanya disorot ketika mereka adalah Muslim.
Tiga Muslim Amerika dibunuh pada hari Selasa di kamar asrama University of North Carolina. Kejahatan itu terjadi menyusul serangan anti-Muslim baru-baru ini di Eropa, yang dilakukan sebagai respon yang jelas atas pembunuhan di bulan Januari atas para wartawan Charlie Hebdo di Paris.Media Barat kemungkinan akan membingkai pelaku terbaru dari apa yang menjadi spekulasi oleh sebagian orang atas kejahatan anti-Muslim dengan cara yang sama mereka memandang kebanyakan penjahat anti-Muslim – yakni sebagai orang gila, fanatik yang sesat yang bertindak sendirian. Jika liputan media di masa lalu merupakan indikasi, ada kemungkinan bahwa pembunuh bertindak atas dasar ideologi atau sebagai bagian dari suatu pola yang lebih besar atau suatu sistem.
Tapi bagaimana jika tindak kekerasan anti-Muslim setidaknya sama dengan ideologi Barat saat ini? Bagaimana jika Islamofobia telah menjadi begitu biasa, suatu hal yang begitu diterima, sehingga sekarang merupakan sistem pemikiran yang hegemonik, setidaknya untuk beberapa wilayah yang relatif besar di Barat?
Penggambaran Islam
Mengingat dari apa yang kita ketahui dengan baik tentang penggambaran media Barat tentang Islam dan kaum Muslim di satu sisi, efek media dan teorinya di sisi lain, adalah bodoh untuk mengabaikan representasi media Barat sebagai faktor penyebab sentimen dan kejahatan anti-Muslim yang potensial. Bahkan, ada kemungkinan bahwa sentimen dan kejahatan anti-Muslim, setidaknya sebagian, didorong oleh penggambaran sepihak, sempit, sensasional, dan bisa dibilang fanatik atas Islam dan kaum Muslim.
Listening Post – Apakah media Inggris Islamophobia?
Banyak cendekiawan – antara lain termasuk Edward Said, Elizabeth Poole, Kai Hafez, Milly Williamson, Karim Karim, Teun Van Dijk, Kimberly Powell, dan Dina Ibrahim – telah melakukan studi akademis yang mempelajari liputan berita Barat tentang Islam dan Muslim.
Hasilnya menunjukkan bahwa umat Islam sering digambarkan dalam media Barat sebagai orang yang penuh kekerasan, terbelakang, fundamentalis dan ancaman bagi peradaban Barat. Liputan berita barat jarang menyoroti Islam kecuali untuk menunjukkan adanya kemungkinan hubungan dengan kekejaman, dan kaum Muslim jarang disebutkan dalam konteks berita yang positif atau ramah.
Beberapa studi telah menemukan bahwa umat Islam digambarkan sebagai sebuah tubuh yang homogen, kurang adanya keragaman dan perbedaan, dengan analisis lain yang menunjukkan bahwa mayoritas pemberitaan atas konflik kekerasan di dunia Muslim mengabaikan adanya konteks dan keadaan, yang menyiratkan bahwa umat Islam adalah agama penuh kekerasan dan rawan konflik.
Liputan yang tidak konsisten
Studi lain menunjukkan cakupan konsisten atas konflik global dan kekerasan regional. Ketika orang-orang Kristen, Yahudi dan non-Muslim dibunuh oleh kaum Muslim, Islam diidentifikasi memainkan peran langsung. Ketika umat Islam dibunuh oleh orang-orang Yahudi, Kristen dan non-Muslim, identitas keagamaan pelaku kekerasan itu diremehkan atau diabaikan.
Konflik yang terjadi di Burma merupakan suatu contoh kasus yang baik. Terdapat sedikit liputan berita Barat mengenai penganiayaan baru-baru ini yang dihadapi oleh umat Islam Rohingya, dimana Human Rights Watch mengatakan telah mengalami pembunuhan massal; “kejahatan terhadap kemanusiaan” dan “pembersihan etnis”.
Baru-baru ini, jaringan berita televisi Amerika telah menggarisbawahi kemungkinan hubungan antara kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan ISIS, di satu sisi, dengan ajaran Islam di sisi lain. Para analis yang menyatakan bahwa “Islam merupakan masalah” diberikan platform dalam berita suatu talk show terkemuka, sementara suara-suara dari para ahli Muslim secara sistematis telah diabaikan.
Terutama – dan meskipun terdapat fakta bahwa setiap tindakan terorisme yang dilakukan kaum Muslim dikecam dengan keras oleh semua universitas Islam terkemuka, dewan cendekiawan Islam, organisasi-organisasi Islam, pemerintahan Muslim, dan para ahli hukum Muslim yang terkemuka – biasa terdengar rengekan dari para tokoh media yang mengeluh bahwa kaum Muslim tidak mengutuk terorisme.
Tokoh-tokoh media terkemuka
Hebatnya, beberapa tokoh media terkemuka secara sistematis mengabaikan kecaman kaum Muslim terhadap terorisme dan kemudian berteriak keras bahwa umat Islam tidak mengutuk teror. Baru-baru ini, baik Rupert Murdoch maupun Piers Morgan mengklaim bahwa merupakan tanggung jawab utama umat Islam untuk membasmi dan mengalahkan kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan ISIS.
Dalam banyak wacana berita barat, implikasinya selalu tampak jelas; masyarakat Barat harus curiga terhadap Muslim – semua Muslim.
Tentu saja yang diabaikan dalam analisis ini adalah fakta bahwa kaum Muslim di banyak negara dengan mayoritas Muslim sering kali disibukkan, dan bergulat dengan kediktatoran yang brutal (yang sering didukung oleh negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat), kemiskinan yang akut, dan kampanye pemboman yang biasa terjadi, dimana semua hal itu telah membantu menciptakan kondisi di mana kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan ISIS bisa berkembang – keduanya membunuh lebih banyak kaum Muslim daripada non-Muslim.
Dalam banyak wacana berita di barat, implikasinya selalu tampak jelas; bahwa masyarakat Barat harus mencurigai Muslim – semua Muslim. Berbagai pakar telah tampil di media terkemuka untuk menawarkan meningkatnya perkiraan jumlah teroris Muslim, dengan beberapa menunjukkan bahwa kaum muslim yang “damai”, adalah kelompok minoritas, dan, yang lebih penting lagi, mereka menjadi damai karena telah salah memahami ajaran agama mereka yang dikatakan penuh kekerasan.
Yang senantiasa diabaikan adalah bukti empiris – dimana tidak ada kekurangannya – yang menunjukkan bahwa umat Islam tidak lebih bersikap keras dibandingkan dengan non-Muslim dan mayoritas Muslim percaya terorisme adalah kekejian.
Diskusi yang dilakukan pada program berita televisi tidaklah mengejutkan mengingat masalah-masalah struktural yang terkait dengan berita barat, dan yang penting, ketidakseimbangan dasar dalam sumber berita. Mengapa, misalnya, Hamza Hansen, seorang intelektual publik Muslim Amerika, tidak diberikan platform reguler pada jaringan berita bersama orang-orang fanatik anti-Islam yang telah berkarir dengan cara membedah sumber tekstual Islam dimana mereka tidak memenuhi syarat untuk menafsirkannya?
Penggambaran Media
Yang penting, penggambaran media hiburan Barat juga menerima evaluasi ilmiah yang tidak menguntungkan. Dalam studi paling komprehensif dan sistematis atas film-film Hollywood mutakhir, pakar media Jack Shaheen mempelajari 100 tahun representasi film Hollywood mengenai Arab dan kaum Muslim.
Dia menemukan bahwa mayoritas 900 film yang dia pelajari menggambarkan Arab dan Muslim sebagai orang yang “brutal, kejam, fanatik agama, tidak beradab dan dengan karakter gila uang ‘yang lain’ cenderung untuk meneror Barat yang beradab, terutama orang Kristen dan Yahudi”.
Tidak ada orang yang bisa menunjukkan bahwa organisasi berita dan media Barat harus mengabaikan penggambaran negatif tentang Muslim sama sekali. Hal ini akan menjadi tidak masuk akal, terutama mengingat pentingnya terorisme global dan keterlibatan kaum Muslim dalam hal-hal negatif dan peristiwa-peristiwa negatif.
Namunm hal ini tidak masuk akal, untuk meminta penggambaran dalam konteksnya, penggambaran yang lebih adil, pemeriksaan kritis terhadap akar penyebab terorisme, peningkatan suara kaum Muslim, dan liputan berita yang tidak lebih untuk memisahkan kaum Muslim biasa dari kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan ISIS.
Menurut literatur ilmiah, pola-pola representasi itu cukup jelas. Sebagiannya adil, liputan berita dan media hiburan yang simpatik meskipun penggambaran Muslim, Islam dan Muslim umumnya digambarkan secara negatif dan stereotip, termasuk pada beberapa media barat yang paling kuat.
Pada satu titik kita mulai meminta organisasi-organisasi media yang setidaknya bertanggung jawab atas sentimen anti-Muslim yang mencengkeram banyak negara Barat?
Atau, yang lebih penting, kapan organisasi-organisasi media Barat untuk menahan diri dari pertanggung jawaban?
Dr Mohamad Elmasry adalah asisten profesor pada Departemen Komunikasi di University of North Alabama.
Sumber :
http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2015/02/chapel-hill-shooting-western-media-bigotry-150211083909613.html