Penulis buku Detik Detik Penghancuran Keluarga Iwan Januar menyatakan setidaknya ada tiga faktor yang membuat liberalisasi yang menyasar remaja marak.
“Pertama, bangsa kita hari ini tumbuh dalam pola pikir sekuleristik, agama hanya dianggap sebagai pelengkap, bukan pedoman hidup sebagaimana mestinya,” ungkap Iwan seperti diberitakan Tabloid Media Umat Edisi 145: Astagfirullah, Remaja Kok Disuruh Zina, Jum’at (20 Februari -5 Maret).
Hal itu, menurut Iwan, berdampak tiadanya rem yang dapat menghentikan budaya permisif dan hedonis ini. padahal, rem paling ampuh untuk hentikan perilaku itu ya rasa malu dan takut pada Allah. “Kalau sekadar kehamilan bisa pakai kondom, kalau penyakit kelamin bisa pakai kondom juga, dll. Paling mujarab ya berasal dari diri sendiri, iman dan takwa,” bebernya.
Kedua, karena asas negaranya sekulerisme maka banyak pihak merasa sah saja membuat karya yang berorientasi seksual, film, lagu, bacaan, dsb. “Lihat saja sinetron untuk remaja dan anak-anak selalu ada bumbu percintaan, berpelukan, atau keintiman,” ungkapnya.
Ketiga, negara abai terhadap realita ini. Nyaris tak ada tindakan preventif untuk keamanan remaja. Menteri agama saja begitu toleran pada perayaan Valentine dengan menyebut “Saya tak pernah rayakan. Tapi saya hormati yang rayakan dengan cara dan tujuan yang baik.”
“Kok, bisa menteri agamanya seperti itu? Apa dia tidak paham kalau Valentine itu jadi sarana aktifitas seksual kawula muda?” tanyanya retoris.
Iwan pun menawarkan solusi yang terangkum dalam empat poin. Pertama, masyarakat harus dibangun dengan asas akidah Islam. “Iman yang harus jadi landasan kehidupan masyarakat. Karena ini pandangan hidup dan rem paling pakem untuk hentikan perilaku hedonis,” ujarnya.
Kedua, harus ada kontrol sosial dari masyarakat. Jangan diam ketika bermunculan produk-produk yang amoral apalagi bertentangan dengan ajaran Islam.
Ketiga, remaja harus dibangun menjadi pribadi yang soleh dan dewasa saat mereka baligh. Saat ini masyarakat punya pandangan keliru soal remaja; remaja terlalu banyak pemakluman, segala tindakan mereka ditolerir, padahal harusnya mereka disiapkan sebagai pribadi yang harus dewasa dan bertanggung jawab. Kan mereka sudah baligh.
“Keempat, negara harus menindak tegas setiap produk yang mengandung ajaran liberalisme, kebebasan seksual, pornografi, dsb,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo