HTI Press, Samarinda. Liberalisasi budaya, hukum dan sosial nampaknya kian tak terbendung. Setelah budaya seks bebas memborbardir kehidupan remaja kita, narkoba menjadi momok yang menakutkan bagi siapa saja yang peduli akan masa depan bangsa. Ancaman hukuman mati pun tak membuat para Bandar dan pengedar Narkoba menyurutkan nyali untuk mengedarkan barang Haram ini ke generasi muda negeri ini. Tercatat 20 persen pengguna Narkoba adalah pelajar dan mahasiswa, 70 persen para pekerja baik negeri maupun swasta, 10 persen tersebar mulai orang tua, ibu rumah tangga, pengangguran, PSK, dsb. Setidaknya itulah gambaran segmentasi pengguna Narkoba yang disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kaltim, Brigjen (Pol) drg. Agus Gatot Purwanto, DFM, M.Si kepada Tim Lajnah Fa’aliyah HTI Kaltim yang dipimpin oleh ust Dhana Rosaeri bersama anggota LF lainnya yakni ust Burhanudin, ust Suprijadi, dan ust Budi Hendratmo dalam kunjungan resmi HTI Kaltim di kantor BNN Kaltim pada Rabu 18 Februari 2015.
Menyikapi kontroversi dan penolakan sejumlah negara asing terhadap hukuman mati pada para terpidana Narkoba, ust Burhanudin menyampaikan bahwa hukuman mati yang diselenggarakan oleh penegak hukum hendaknya mengacu pada tuntunan Syari’at Islam agar berfungsi sebagai Jawabir (penebus dosa) dan Zawajir (mencegah perbuatan serupa). Hendaknya pelaksanaan hukuman mati dilakukan di tempat terbuka agar disaksikan oleh masyarakat umum, bukan seperti yang sudah dilakukan selama ini dengan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Efek jera yang diharapkan pada pelaksanaan hukuman mati ini kurang terasa oleh masyarakat, buktinya setiap hari masih saja Narkoba menghiasi pemberitaan media massa dan para pengedar selalu mencari cara baru untuk menyalurkan barang haram ini kepada pengguna maupun calon korbannya.
Kepala BNN Kaltim, Brigjen (pol) Agus Gatot Purwanto juga menyampaikan harapannya kepada setiap komponen masyarakat termasuk HTI untuk berperan aktif mencegah penggunaan Narkoba ini, karena kerusakan moral, hancurnya ekonomi rumah tangga, tingginya angka kecelakaan, penularan virus HIV/AIDS merupakan dampak langsung penggunaan Narkoba ini. “Kematian akibat penggunaan Narkoba ini mencapai 50 orang per hari”, tegas beliau. Komisaris (Pol) Mustakim, S.Ag yang ikut dalam menerima kunjungan delegasi HTI juga menambahkan bahwa ada yang lebih berbahaya dari Narkoba, yakni Ngelem (menghisap cairan lem seperti Fox,lem kayu, bahkan bensin/premium). Efek yang ditimbulkan dari ‘ngelem’ ini lebih berbahaya Narkoba dan bisa membuat ketagihan dan ‘ngefly’, selain itu bahayanya adalah Lem bisa dibeli dengan harga yang sangat murah dan terjangkau oleh siapapun, bisa beli dimanapun. Namun penindakan terhadap ‘Narkoba” jenis Lem ini belum bisa ditindak secara hukum karena belum ada payung hukumnya. Oleh karena itu, BNN Kaltim berinisiatif untuk mengusulkan Perda (Peraturan Daerah) terkait distribusi dan penjualan Lem ini agar penggunaannya tidak disalahgunakan, dan penggunanya akan mendapat hukuman. “Kami berharap HTI membantu kami (BNN) untuk memberantas penggunaan ‘narkoba’ jenis Lem ini”, pinta beliau kepada tim LF HTI Kaltim.
Ust. Dhana Roasaeri menyampaikan bahwa HTI sangat peduli dengan generasi muda bangsa, beliau juga menginformasikan beberapa waktu yang lalu HTI Kaltim mengadakan Muslim Youth Movement dengan tajuk “Kamilah Pemimpin Masa Depan”, dengan menghadirkan para remaja/siswa di seluruh Kalimantan Timur, bahkan kegiatan ini serentak diselenggarakan di seluruh Indonesia. Dalam akhir kunjungannya, ustadz Dhana menegaskan “HTI siap membina mantan penghuni lapas Narkoba pasca Rehabilitasi agar bisa menjalani kehidupan normal dengan pergaulan yang sehat dan tentunya syar’i” pungkasnya.[] Maktab I’lamiy HTI Kaltim.