Pramoedya Ananta Toer ditahan selama 14 tahun pada masa orde baru sebagai tahanan politik. Selama masa penahanannya di Pulau Buru dia dilarang menulis, raganya dipenjara dan ide-idenya diberangus. Tetapi empat novel tetralogi pulau buru yang berkisah tentang pergerakan kebangkitan nasional Indonesia antara 1898 – 1918, lahir ketika dia berada di penjara. Meskipun dia dilarang menulis selama berada di penjara, tetapi dia tetap mencari jalan untuk menulis karya terkenalnya tersebut. Jilid pertama dari novelnya dibawakan secara lisan dengan cara menceritakan kepada para tahanan di Pulau Buru, sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Raga Pramudya tersandera, tetapi ide-idenya tidak dapat dibungkam, menembus batas waktu meskipun ajal telah menjemputnya.
Dengan mengatas namakan memerangi aksi terorisme, Perdana Menteri Australia Tony Abbot berencana untuk melarang keberadaan gerakan Islam Hizb ut-Tahrir di Australia. Meskipun Hizb ut- Tahrir yang bercita-cita melanjutkan kembali kehidupan Islam dalam naungan negara Islam Khilafah, melakukan aktivitas perjuangannya dengan cara damai tanpa kekerasan, tetapi tetap dianggap oleh Tony Abbot membahayakan kehidupan masyarakat Australia.
Dalam konferensi pers yang diadakan oleh Hizb ut-Tahrir Australia pada tangal 19 Februari yang dihadiri oleh media-media utama Australia, anggota senior Hizb ut-Tahrir Australia Wassim Doureihi menyatakan : “Hizb ut-Tahrir adalah partai politik yang tidak teregistrasi di Negara ini. Kami tidak memiliki ijin untuk mengoperasikan mesin cetak. Kami tidak mengelola sekolah, masjid, ataupun perusahaan-perusahaan bisnis, dan kami tidak menerima dana sumbangan dari masyarakat. Maka ancaman untuk melarang Hizb ut-Tahrir sangatlah menggelikan, sebab Hizb ut-Tahrir tidak lain adalah sekumpulan ide-ide, dan sangat sulit untuk mempercayai bahwa seseorang akan mampu memberangus ide-ide”.
Sejarah panjang membuktikan, pemberangusan ide dengan cara-cara kasar dan kotor, selalu mengalami kegagalan. Para pengusung ide-ide intelektual tidak pernah gentar menghadapi ancaman teror berupa tekanan mental dan fisik, bahkan ancaman nyawa sekalipun. Seharusnya Tony Abbot belajar dari sejarah panjang ini, jika tidak ingin dicatat dalam tinta sejarah kepemimpinan Australia sebagai Perdana Menteri Australia bertangan besi telah memberangus sebuah ide karena argumentasi intelektualnya telah terkalahkan.[]
(bambangpk.com, 23/2/2015)