Antara Keadilan Bagi Sebagian Orang dan Keadilan Bagi Semua Orang
Berita
Seorang hakim Quebec dikabarkan telah menolak mendengarkan kasus dari seorang wanita, dikarenakan wanita tersebut tidak mau melepas hijabnya . CBC menyebutkan telah memperoleh rekaman audio ruang sidang Hakim Eliana Marengo, hari Selasa, 24 Februari, tempat kasus itu berlangsung.
Di dalam rekaman itu, Rania El-Alloul mengatakan kepada hakim dia adalah seorang Muslimah, tapi Marengo mengatakan dia bisa melepas hijabnya atau meminta penundaan untuk berkonsultasi dengan pengacara. Marengo mengatakan kepada El-Alloul bahwa topi dan kacamata hitam tidak diperbolehkan, Marengo juga dia tidak melihat mengapa hijab dianggap berbeda.
El-Alloul sendiri belum bisa membayar pengacara. Oleh sebab itu, kasus tersebut ditunda tanpa batas waktu.
Website CBC melansir, El-Alloul membawa kasusnya ke pengadilan ketika berusaha mendapatkan kembali mobilnya yang saat itu tengah disita oleh perusahaan asuransi mobil Quebec. El-Alloul mengatakan dia tidak percaya atas apa yang terjadi.
“Saya merasa bahwa saya bukan orang Kanada lagi,” katanya, “ketika saya bersumpah atas nama Tuhan untuk menjadi warga negara Kanada yang baik, saya mengenakan jilbab.”
Komentar
Kepada Rania El-Alloul, Hakim Eliana Marengo terdengar mengatakan bahwa ruang sidang adalah tempat yang sekuler, dan El-Alloul tidak pantas jika berpakaian demikian di sana. Tentu saja, Rania El-Alloul mengungkapkan keterkejutan atas apa yang terjadi padanya.
Kasus yang dialami oleh El-Alloul bukanlah kejadian yang baru. Sudah menjadi kejadian normal ketika kaum Muslim dikucilkan karena nilai-nilai Islam terwujud dalam berbagai bentuk, termasuk cara berpakaian bagi para muslimah.
Minoritas Muslim di Barat hidup pada zaman yang menyesakkan dada. Agama Islam yang diemban tidak pernah dibiarkan bebas oleh negeri tuan rumah. Kita hidup dalam iklim ketika Islam dan simbol-simbolnya dilihat dengan perasaan jijik dan jengkel. Tidak hanya orang-orang yang memegang kekuasaan, tetapi sesama warga negara juga banyak yang menunjukkan sikap negatif terhadap kaum Muslim. Sikap negatif itu bisa berupa serangan fisik langsung, pelecehan verbal, atau membuat hari-hari yang penuh dengan hambatan prosedural yang tidak perlu bagi mereka.
Masyarakat Barat berjuang melawan kelompok minoritas karena mereka menerapkan sistem buatan manusia yang sekuler. Sistem ini memiliki kekurangan, termasuk pada bagaimana menangani setiap warganya secara adil. Di satu sisi, mereka membanggakan inklusivitas tetapi di sisi lain mereka meminggirkan umat Islam. Alih-alih menoleh kepada Muslim dan Islam, mereka seharusnya mengambil pelajaran dari sejarah Islam yang memiliki banyak contoh menakjubkan tentang bagaimana kaum minoritas diperlakukan.
Warga non-Muslim Khilafah disebut sebagai Ahlul-Dhimmah. yang secara harfiah berarti “orang-orang yang dilindungi”. Dengan memberikan pajak per kepala, warga non-Muslim diberikan hak-hak dasar yang sama dengan umat Islam dan selanjutnya diberikan perlindungan atas kehidupan, harta, dan kehormatan mereka.
Hukum Islam yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan pidana diterapkan setara pada semua warga negara Khilafah, dilihat dari aspek manusianya, bukan atas dasar ras, suku, atau sektarian; sehingga hal ini menghasilkan sebuah masyarakat yang positif dan harmonis. Kewarganegaraan tidak hanya berarti dokumen dan sumpah yang diikrarkan dalam upacara. Sementara, dalam proses hukumnya, seorang Qadhi (hakim) tidak bisa menilai berdasarkan prasangka, sebab dia sendiri yang bertanggung jawab di hadapan Allah SWT.
Allah SWT berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (TQS. Al Maa’idah: 8)
Dalam Daulah Islam, perlakuan terhadap kaum minoritas tidak diperlakukan semaunya dan dengan prasangka Individu, melainkan mereka diperlakukan sebagai amanah yang serius.
Ahli hukum Saha al-Din al-Qarafi menyatakan, “Perjanjian perlindungan membebankan kepada kita kewajiban tertentu terhadap ahlul-Dhimmah. Mereka adalah tetangga kita, di bawah naungan dan perlindungan kita atas jaminan Allah SWT, Rasul-Nya SAW, dan agama Islam. Siapa pun melanggar kewajiban-kewajiban terhadap salah satu dari mereka dengan suatu perkataan yang kasar, dengan memfitnah kehormatannya, atau dengan menciderainya atau membantu melakukannya, maka dia telah melanggar jaminan dari Allah SWT, Rasul-Nya SAW, dan agama Islam.” (dikutip dari buku Al-furuq oleh al-Qarafi)
Hanya di Negara Khilafah lah, akan kita lihat bahwa hak-hak semua warga negara lebih dari sekedar upacara dan dokumen belaka. Setiap warga negara akan memiliki hak atas perlakuan yang adil, meskipun keyakinannya berbeda. Latar belakang dan mekanisme negara serta suasana keseluruhan masyarakat tidak akan memberi ruang untuk berprasangka, sebagaimana yang dihadapi oleh kaum minoritas Muslim di negara-negara sekuler saat ini.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Nazia Rehman—Pakistan
11 Jumada I 1436
2/3/2015