Sejak awal 2015, kejahatan begal motor terjadi di Jabodetabek, Lampung, Palembang Sumsel, Sumut, beberapa daerah Jawa Timur, juga di Makasar Sulsel. Di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) kejahatan begal motor sudah sangat meresahkan masyarakat. Polda Metro Jaya mencatat ada 80 kasus begal yang terjadi sepanjang Januari 2015 di berbagai wilayah di Jabodetabek (Kompas.com, 26/2).
Aksi Polisi
Pembegalan yang marak terjadi beberapa waktu terakhir membuat Polisi semakin gencar melakukan pengejaran terhadap pelakunya. Polda Metro Jaya mencatat selama 2015 ada 93 begal ditangkap, termasuk tujuh yang ditembak mati, 87 tersangka pencurian dengan pemberatan dan 64 tersangka pencurian kendaraan bermotor (Tribunnews.com, 27/2).
Sebanyak 49 pelaku begal motor dan perampokan di Kabupaten Malang, Jatim, juga berhasil ditangkap Polres Malang dalam Operasi Sikat Semeru 2015. Para pelaku beraksi dengan menggunakan senjata tajam dan senjata api (Kompas.com, 27/2).
Data-data itu menunjukkan bahwa sebenarnya Polisi bisa menindak begal motor secara lebih luas dan masif. Sayangnya, operasi pemberantasan secara “serius dan besar” seolah baru dilakukan setelah kejahatan itu marak dan betul-betul menebar teror di masyarakat. Selain itu, pemberantasan yang dilakukan bersifat sementara, dalam sebuah operasi berjangka waktu pendek. Operasi seperti itu sifatnya lebih menjadi ‘terapi kejut’ atau ‘shock therapy’. Efeknya akan menekan angka kejahatan itu untuk sementara, tetapi tidak bisa memberantas tuntas kejahatan itu. Tentu karena pemberantasan kejahatan secara tuntas tidak bisa dilakukan hanya melalui penegakan hukum saja, tetapi juga memerlukan penegakan sistem-sistem lainnya.
Sistem Gagal, Rakyat Jadi Tumbal
Maraknya begal motor di berbagai daerah itu—selain berbagai bentuk tindakan kejahatan lainnya semisal pembunuhan, pelecehan seksual, pencurian dan lainnya—makin memperparah ancaman terhadap rasa aman masyarakat. Semua ini menunjukkan bahwa sistem yang ada gagal menjamin rasa aman bagi masyarakat. Masyarakat akhirnya jadi tumbal.
Ragam kejahatan harus diatasi melalui pencegahan dan penindakan. Penindakan dilakukan oleh aparat penegak hukum saat terjadi tindak kejahatan. Adapun pencegahan bisa dilakukan di antaranya melalui pendidikan. Namun, nyatanya sistem pendidikan saat ini juga gagal. Buktinya, banyak remaja usia sekolah menjadi pelaku kejahatan, termasuk kejahatan geng dan begal motor. Di Makassar, misalnya, Kalla prihatin karena ada 50 begal berusia 14 tahun, laki-laki dan perempuan, baik dari keluarga mampu maupun tak mampu (Kompas.com, 27/2).
Sistem hukum dan proses peradilan yang ada sekarang juga tak begitu dipercaya oleh. Buktinya, sebagian masyarakat cenderung main hakim sendiri dalam kasus begal motor bahkan hingga membunuh pelakunya.
Kriminolog Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana, mengatakan, “Bila melihat dari aspek sosiologi, masyarakat melihat ada kejahatan yang meresahkan masyarakat, namun tidak selesai. Karena itu masyarakat cenderung ingin pemberian hukuman secara langsung. Tidak pada proses pengadilan.”
“Ada kelemahan pada proses peradilan. Ini yang tidak memuaskan masyarakat. Masyarakat kita resah, karena tidak tertangani secara tuntas,” katanya (Viva.co.id, 3/3).
Cara Islam Menjegal Para Pembegal
Penerapan sistem Islam akan bisa memberantas berbagai tindak kejahatan secara tuntas sejak dari akarnya, termasuk kejahatan begal motor yang marak dalam sistem sekular kapitalisme saat ini. Sistem Islam memberantas kejahatan itu melalui dua aspek: spek pencegahan dan penindakan.
Pencegahan dilakukan dengan menjamin penerapan sistem Islam secara konsisten baik sistem pendidikan, pemerintahan, ekonomi, sosial dan lainnya.
Faktor utama yang bisa dengan kuat mencegah seseorang melakukan kejahatan adalah kuatnya keimanan dan ketakwaan dalam diri orang tersebut. Karena itu Islam mewajibkan negara untuk terus-menerus mengokohkan keimanan dan membina ketakwaan seluruh rakyatnya. Islam menetapkan ini sebagai salah satu kewajiban utama negara. Jika negara (penguasa) abai terhadap hal ini, hal itu akan membuat penguasa tidak bisa merasakan kenikmatan surga. Rasul saw. bersabda:
« مَنِ اسْتُرْعِىَ رَعِيَّةً فَلَمْ يُحِطْهُمْ بِنَصِيحَةٍ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَرِيحُهَا يُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ مِائَةِ عَامٍ »
Siapa saja yang dipercaya mengurus rakyat, sementara dia tidak menjaga mereka dengan nasihat, dia tidak akan mencium aroma surga, padahal aroma surga bisa dicium dari perjalanan seratus tahun (HR Ahmad, Ibn Abi Syaibah dan ath-Thabrani).
Penguatan keimanan dan pembinaan ketakwaan itu dilakukan oleh negara melalui berbagai sistem, terutama pendidikan. Ini berbeda dengan saat ini. Saat ini masalah keimanan dan ketakwaan rakyat itu tidak diperhatikan oleh penguasa. Sistem pendidikan yang dijalankan sekarang juga tidak benar-benar mempedulikan penguatan keimanan dan pembinaan ketakwaan. Pasalnya, sistem pendidikan saat ini dibangun berlandaskan sekularisme yang justru menolak peran agama di ruang pulik.
Pada tingkat keluarga, Islam mewajibkan seorang Muslim untuk menjaga anggota keluarga dari api neraka (QS at-Tahrirm [66]: 6), yakni dengan mengokohkan keimanan dan membina ketakwaan mereka.
Pada level masyarakat, Islam mewajibkan perwujudan kontrol sosial. Islam mewajibkan siapa saja yang melihat kemungkaran harus mengubah kemungkaran itu dengan kekuatan, lisan atau hatinya. Islam juga memerintahkan amar makruf nahi mungkar.
Pada level negara, sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap individu rakyat. Sistem ekonomi Islam juga akan mendistribusikan harta secara merata dan berkeadilan kepada seluruh rakyat. Semua orang akan mendapat kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kemampuan yang dimiliki. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, alasan ekonomi akan sangat minimal menjadi faktor timbulnya kejahatan.
Yang pasti, penerapan sistem Islam secara keseluruhan akan mencegah orang untuk melakukan kejahatan. Paling tidak, faktor-faktor pemicu kejahatan bisa diminimalisasi.
Hukuman Setimpal
Jika dengan semua itu masih ada yang melakukan kejahatan maka sistem sanksi dan hukum Islam akan menjadi palang pintu untuk menindak pelaku kejahatan itu. Bukan hanya menindak, sanksi hukum dalam Islam itu akan menjadi zawajir dan jawabir. Sebagai zawajir, sanksi hukum dalam Islam akan bisa mencegah orang melakukan kejahatan serupa. Sebagai jawabir, sanksi itu akan menjadi penebus dosa bagi pelakunya sehingga dia tidak akan disiksa di akhirat atas dosa itu.
Dalam kasus begal motor, pelaku melakukan perampasan dengan menggunakan kekerasan, bahkan kadang sampai membunuh korban. Kasus itu dalam Islam merupakan kejahatan hirabah. Sanksi hukumnya adalah apa yang dinyatakan di dalam firman Allah SWT:
]إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ[
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Itulah penghinaan untuk mereka di dunia, sementara di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang besar (TQS al-Maidah [5]: 33).
Berdasarkan ayat tersebut, jika pelaku hanya merampas harta disertai kekerasan tanpa membunuh, hukumannya adalah dipotong kaki dan tangannya secara bersilangan. Jika selain merampas harta, pelaku juga membunuh korban, hukumannya adalah dibunuh dan disalib.
Dengan hukuman seperti itu, jelas pelaku kejahatan itu tidak akan berani dan tidak bisa melakukan kejahatan itu lagi. Pelaksanaan hukuman itu bisa dilihat oleh masyarakat. Hal itu akan bisa mencegah siapapun untuk melakukan kejahatan serupa.
Masyarakat Selamat
Dengan semua penerapan sistem Islam dan penerapan sanksi hukumnya itu, masyarakat akan selamat dari kejahatan itu. Dengan begitu rasa aman bagi masyarakat bisa dijamin. Jaminan rasa aman bagi masyarakat seperti itu hanya bisa diberikan melalui penerapan syariah Islam secara keseluruhan di bawah sistem Khilafah Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Selain menjadi solusi atas berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat, menerapkan syariah secara keseluruhan di bawah sistem Khilafah Rasyidah juga merupakan kewajiban bagi umat Islam. Karena itu, saatnyalah sekarang umat Islam segera berjuang penuh kesungguhan untuk mewujudkan semua itu. Dengan itu maka kerahmatan dan segala kebaikan akan bisa dirasakan oleh umat.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam:
KPK mengajukan kasasi atas keputusan praperadilan kasus Budi Gunawan namun ditolak PN Jaksel. Karena tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan, KPK memilih untuk melimpahkan kasus tersebut ke Kejagung. Mendapatkan limpahan berkas dari KPK, Jaksa Agung Prasetyo menyatakan akan meneruskan berkas penyidikan itu ke Bareskrim Polri. Alasannya, Bareskrim sudah pernah mengusut kasus itu pada 2010 (Detiknews.com, 3/3).
- Sejak awal sudah diduga, keputusan Jokowi hanyalah berkompromi untuk menenangkan semua pihak, dan berikutnya membebaskan semua pihak dari jeratan hukum. Setelah pelimpahan kasus BG ke Kejaksaan, lalu ke Polri, selangkah lagi BG bebas dari jeratan kasus hukum. Berikutnya drama akan terus berjalan.
- Semua itu menunjukkan lemah atau bahkan nihilnya kemauan politik dan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi, sekaligus makin menegaskan bahwa pemberantasan korupsi masih sarat dengan kepentingan politik.