Saat laporan mengidentifikasi bahwa ‘Jihadi John’ adalah warga London yang bernama Mohammed Emwazi, keprihatinan muncul atas efek perlakuan terhadapnya di tangan Dinas Keamanan Inggris, sebelum dia diduga bergabung dengan ISIS. Hal ini terjadi setelah terungkap bahwa Emwazi diperkirakan melakukan bunuh diri karena penderitaan yang diakibatkan oleh pembicaraannya yang mengejutkan dengan seorang wartawan dari Mail hari Minggu. Dia menyatakan, “Kadang-kadang saya merasa seperti mayat hidup, bukan takut karena mereka (MI5) akan membunuh saya…Sebaliknya, takut bahwa suatu hari, saya akan meminum banyak pil sehingga saya bisa tidur selamanya!! Saya hanya ingin pergi dari orang-orang ini!”
David Cameron telah mengutuk komentar-komentar “tercela” oleh kelompok Cage setelah Cage menyalahkan MI5 karena meradikalisasi Jihadi John. Kelompok itu dikritik setelah menuduh Dinas Keamanan Inggris secara “sistematis” dengan melecehkan anak-anak muda Muslim dan meninggalkan mereka tanpa kepastian hukum dengan maksud untuk memperbaiki mereka.
Namun, ketika kasus-kasus bersejarah dan kontemporer diamati, kita melihat bahwa penanganan yang tidak proporsional dan dengan tangan besi yang dilakukan secara konsisten oleh pasukan keamanan dapat mengeraskan kemarahan, yang sayangnya merupakan kontributor kunci atas tindakan kekerasan kriminal selanjutnya. Pemerintah dan media arus utama yang mencoba untuk menutupi kesalahan kelembagaan dan memisahkan hubungan antara pelecehan oleh negara dan kekerasan gagal untuk menjelaskan informasi yang ada.
Jika keamanan yang akan dicapai, suatu studi yang tulus harus dilakukan untuk memahami apakah pendekatan agresif oleh pasukan keamanan dapat memecahkan masalah “radikalisasi” atau malah memperburuk hal itu.
‘Masalah’ Irlandia dan Penahanan
Reaksi buruk yang tidak diinginkan dari individu dan masyarakat yang menderita karena kebijakan yang tidak adil ini bukanlah hal baru. Selama awal bulan Agustus 9,1971 Pemerintah Inggris melancarkan “Operasi Demetrius”. Ini menandai diperkenalkannya kembali internment (penahanan) ke wilayah Irlandia Utara. Internment adalah tindakan pemenjaraan atau kurungan terhadap warga negara musuh pada saat perang atau terhadap para tersangka teroris. Dalam sebuah pernyataan yang dibuat kepada BBC pada hari itu, Perdana Menteri Irlandia Utara Brian Faulkner mengatakan bahwa Pemerintah “tidak cukup hanya berperang melawan teroris…Serangan teroris terus berlanjut pada tingkat yang tidak dapat diterima dan saya menyimpulkan bahwa hukum biasa tidak bisa menangani masalah ini secara komprehensif atau cukup cepat dalam menghadapi kekerasan dengan tindakan kejam seperti itu. Oleh karena itu saya telah memutuskan…untuk menggunakan kekuasaan yang diperlukan untuk penahanan dan interniran yang diberikan kepada saya sebagai Menteri Dalam Negeri.”
Di sepanjang Irlandia Utara, polisi dan anggota militer menahan 342 orang yang dicurigai sebagai teroris republik itu. Mereka yang ditangkap bisa ditahan tanpa batas dan tanpa pengadilan. Menurut Faulkner—yang menjelaskan bahwa keputusan untuk memperkenalkan kembali penahanan di Irlandia Utara itu untuk menanggapi “meningkatnya kekerasan dan pemboman di wilayah itu dan ancaman terhadap perekonomian Irlandia Utara,”—yang menjadi fokus utama Operasi Demetrius adalah Tentara Republik Irlandia. Namun, tindakan ini terbukti menjadi gagal total.
Internment memicu tindak kekerasan yang terjadi selama empat hari di mana 20 warga sipil tewas dan ribuan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Tujuh belas warga sipil tewas oleh tentara Inggris; 11 dari mereka tewas pada Pembantaian Ballymurphy. Tidak ada kelompok loyalis yang termasuk dalam tindakan sapu bersih itu dan banyak dari mereka yang ditangkap adalah orang Katolik pada umumnya yang tidak ada kaitannya dengan IRA. Banyak juga yang melaporkan bahwa mereka dan keluarga mereka diserang, dilecehkan secara lisan dan diancam oleh tentara. Operasi ini menyebabkan protes massal dan peningkatan tajam kekerasan selama bulan-bulan berikutnya. Internment berlangsung hingga Desember tahun 1975 dan selama waktu itu 1.981 orang ditahan.
The New York Times menyebut tingkat kekerasan itu merupakan “yang terburuk dalam sejarah Irlandia Utara yang menyedihkan.” Surat kabatr itu juga mengatakan, “faktor-faktor yang menyebabkan adanya orang-orang bersenjata masih tetap ada dan mungkin diperburuk oleh langkah-langkah keamanan yang baru tersebut.”
‘Jihad John’
Meskipun terjadi suatu periode tragis dalam sejarah Inggris baru-baru ini, adalah khas untuk melihat bahwa dalam “Perang Melawan Teror”, faktor-faktor yang berkontribusi antara langkah-langkah keamanan yang menindas dan kekerasan oleh individu Muslim sudah diabaikan.
Dalam dakwaan memberatkan atas langkah-langkah memata-matai massal dan kebijakan kriminalisasi atas ide-ide Islam, pemantauan oleh MI5 terhadap Emwazi selama bertahun-tahun gagal mengidentifikasinya sebagai ancaman potensial. Seperti halnya studi dalam kriminologi, bagaimana lintasan peristiwa sebelum radikalisasi terhadap Emwazi itu bisa diabaikan?
Emwazi pertama kali datang ke CAGE tahun 2009 setelah dia ditahan dan diinterogasi. Dia berupaya direkrut untuk bekerjasama dengan MI5 pada apa yang dia sebut sebagai liburan safari ke Tanzania. Setelah itu, pelecehan terus intensif sehingga menyebabkan dia kehilangan dua orang tunangannya serta pekerjaan dan kehidupan barunya di Kuwait. Pelecehan dan kekerasan yang dia derita, semuanya dilakukan karena adanya tuntutan pidana terhadapnya, dengan upaya hukum yang tersedia bagi dia telah gagal, dia berusaha untuk memulai hidup baru di luar negeri di Kuwait namun terus dilarang masuk oleh badan keamanan Inggris.
Dia diberitahu bahwa, “Anda akan memiliki banyak masalah…Anda akan dikenal…Anda akan diikuti…Hidup akan lebih sulit bagi Anda.”
Pada tahun 2013 dia hilang, kemudian diduga berada di Suriah. Padahal jelas bahwa “tidak ada yang meminta maaf atau mencoba memberikan alasan” atas tuduhan pemenggalan kepala oleh Emwazi itu. Cerie Bullivant dari Cage mengatakan bahwa penting untuk memperdebatkan penyebab-penyebab radikalisasi. Dia menambahkan bahwa wacana Inggris atas masalah ini telah “gagal untuk melihat penyebab radikalisasi secara jujur” yang terjadi selama bertahun-tahun. Dia juga mengatakan bahwa para pelaku serangan sering mengutip kebijakan luar negeri sebagai “kunci pendorong”, serta pelecehan dan kebijakan dalam negeri. “Kami terus mengabaikan hal itu, bukan mengenai pembenaran hal itu. Ini mengenai penyebabnya sehingga kita bisa membuat semua orang aman, baik di sini maupun di luar negeri,” katanya.
Namun, kepada kita disajikan dengan gambaran dunia yang terus mempertahankan dan menanamkan agenda ekonomi, sosial dan politik dari kelompok-kelompok istimewa yang mendominasi perekonomian dalam negeri, dan karenanya juga sebagian besar mengontrol Pemerintah.
Dalam tanggapannya, Jubir resmi Cameron menyerang komentar-kementar dari Cage dengan kata-kata pedas. Hal ini secara efektif menutup keluar ruang atas kritik atau meminta tanggung jawab intelijen. Katanya, “Benar-benar tercela untuk menunjukkan bahwa siapa pun yang melakukan pembunuhan brutal tersebut, mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab dan kita tidak boleh berusaha menempatkan kesalahan pada orang lain, terutama mereka yang bekerja untuk menjaga warga negara Inggris agar tetap aman.”
“Orang-orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan ini adalah orang-orang yang kita lihat dalam video tersebut.”
Jalan Menuju Radikalisasi
Sayangnya, cerita tentang Emwazi bukan hal unik. Sebuah kasus yang sering dikutip oleh pers dan kelompok-kelompok yang mewakili umat Islam adalah bahwa dia adalah seorang pria Muslim yang ditahan oleh polisi di London. Dia dipaksa untuk sujud dengan tangan di borgol, dan ditanya ‘di mana Tuhanmu sekarang?’ Juga diduga bahwa tahanan itu menderita lebih dari empat puluh luka termasuk mata yang memar dan luka memar yang parah. Perlakukan semaca itu berpotensi mendorong orang-orang tertentu untuk bereaksi secara tidak adil melalui tindakan kekerasan.
Sering ada laporan yang menunjuk bahwa para staf MI5 palsu menuduh kaum Muslim memiliki link dengan ekstremisme Islam. Pada setiap kesempatan para agen itu mengatakan mereka akan mencabut larangan perjalanan dan ancaman penahanan dengan imbalan mereka mau bekerjasama. Ketika orang-orang itu menolak, sebagian mereka menerima apa yang mereka katakan panggilan telepon yang penuh intimidasi dan ancaman. Beberapa kasus dibawa ke Parlemen Inggris dimana anggota Parlemen Frank Dobson menyimpulkan, “…Tampak bahwa dari apa yang saya telah lihat dari sebagian dari mereka, metode (dinas keamanan) mungkin menjadi kontra-produktif.”
Yang lebih menonjol, setelah seorang tentara Lee Rigby tewas di Woolwich, segera terungkap bahwa pembunuhnya Michael Adebolajo yang sudah dikenal oleh MI5 selama delapan tahun! Klaim itu dibuat bahwa “Michael Adebolajo disiksa di Kenya dan dilecehkan oleh MI5 – yang meminta dia untuk memata-matai mereka (Muslim)”. Demikian sebagaimana dilansir koran Guardian, 25/5/13.
Pengungkapan baru-baru ini juga telah menyebabkan anggota Parlemen dari kelompok senior kelompok konservatif David Davis menuduh badan-badan intelijen Inggris menggunakan taktik yang “tidak efektif”. Dia mengatakan, “Dengan jumlah orang yang menyelinap melalui internet, adalah sah untuk bertanya: berapa banyak orang yang harus mati sebelum kita mulai melihat lebih dekat pada strategi intelijen kita?”
Masalahnya bukan hal baru. Faktanya adalah bahwa badan intelijen telah lama menggunakan taktik-taktik yang telah terbukti tidak efektif. “Masalah ini kembali setidaknya kepada Masalah di Irlandia Utara, di mana badan-badan intelijen bergantung pada gangguan dan tindakan ikut campur yang lebih dari penuntutan dan hukuman penjara.”
Davis melanjutkan dengan mengatakan bahwa Komite Keamanan dan Intelijen Parlemen, yang akan melihat cara penanganan MI5 atas kasus ini, telah “menunjukkan dirinya mampu membuat agar badan-badan intelijen itu bertanggung jawab”.
Pemahaman ini diperparah oleh sebuah studi besar atas hubungan antara hubungan masyarakat dan kontraterorisme yang diterbitkan pada bulan Desember 2006. Di dalamnya lembaga think-tank Demos menyimpulkan bahwa, “tumbuhnya ketidakpuasaan, kemarahan dan ketidakadilan (antara kaum Muslim Inggris) secara tidak disengaja mengesahkan ‘tujuan-tujuan’ teroris.
Jika layanan keamanan memeras, mengintimidasi dan mengasingkan kaum Muslim Inggris yang kemudian diketahui terlibat dalam tindakan brutal di Woolwich atau Suriah, adalah kontra-produktif bagi masyarakat Inggris jika mengabaikan hal-hal apa yang berkontribusi dan tidak mencegahnya.
Kesimpulan
Tentu saja ada orang-orang yang akan memilih untuk tidak berbicara atau bahkan berpikir tentang hal-hal seperti itu; yang lebih suka melanjutkan kebijakan yang memecah-belah dan berbahaya seperti UU Prevent, program radikalisasi anti-balita dan Kuda Trojan; yang hanya ingin bekerja dengan pihak oportunis seperti think-tank pemerintah; yang lebih suka berbicara tentang ‘pemujaan kematian’ dan ‘dakwah yang dipicu kebencian’ daripada menganggap bahwa tindakan negara Inggris mungkin telah berkontribusi pada kekacauan ini.
Dengan kebijakan anti-teror di bawah pengawasan yang baru, reaksi yang hiruk-pikuk dan pernyataan dari para politisi dan media hanya memberikan sedikit dari terbentuknya perasaan membebaskan diri untuk menyalahkan apapun – apakah itu adalah keburukan kebijakan luar negeri atau tindakan opresif dan tidak bertanggung jawab dari dinas keamanan. Upaya yang tulus untuk menganalisa kejadian yang menyebabkan dugaan bermetamorfosisnya Emwazi yang digambarkan berempati bagi ISIS. Ketika meninjau tindakan pemerintah, diklaim bahwa hanya orang-orang yang ada dalam video itu saja yang bertanggung jawab.
Namun berapa banyak waktu, energi dan sumberdaya yang telah dihabiskan untuk mempelajari dan membedah penyebab radikalisasi melalui cara pejabat pemerintah dan para ‘ahli’ gadungan selama kesalahan itu tetap ditimpakan kepada kaum Muslim dan nilai-nilai Islam. Ini adalah yang menjadi dominasi dari wacana ini yang telah terwujud dalam teori “conveyor belt” David Cameron yang banyak dianut dan undang-undang yang kejam yang menghukum secara kolektif seluruh masyarakat; dengan pendekatan duplikasi, yang terikat hanya untuk kepentingan politik.
Kecuali dilakukan penyelidikan yang serius untuk mengakui data empiris, pembentukan ini akan terus berperan – baik disengaja maupun atau tidak – dalam jalan buruk dari banyak calon jihadis. Setiap seruan untuk mengabadikan langkah-langkah keamanan dengan tangan besi hanya akan menggaungkan kebijakan di Irlandia Utara yang membawa bencana, yang secara luas diakui telah mengasingkan masyarakat dan hanya mempromosikan dukungan bagi paramiliter. [Riza/Sumber: hizb.org.uk ]