Partai politik gencar berkampanye lewat iklan menjelang Pemilu 2009. Iklan partai politik belakangan mulai bertebaran baik di televisi, koran, majalah, dan radio. Nilai yang harus dikeluarkan untuk memperkenalkan diri serta partai dan mengangkat citra cukup besar. Biaya mahal beriklan tak menjadi halangan bagi parpol untuk menarik hati masyarakat.
Sepanjang 2008, riset AC Nielsen menunjukkan iklan politik menghabiskan dana Rp 2,2 triliun atau naik 66 persen dibandingkan tahun 2007 sebesar Rp 1,31 triliun masuk media cetak. Sisanya Rp 862 miliar di televisi dan Rp 86 miliar di majalah.
Pengamat politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago mengatakan iklan jadi alat paling afdol berkampanye karena menjangkau jutaan masyarakat.
Namun penelitian lembaga Cirus pada November 2008 menunjukkan hanya sekitar 1,16 persen yang percaya janji tokoh politik di televisi. Sebagian besar atau sekitar 75 persen kurang percaya bahkan tak percaya. Meski ongkos yang dikeluarkan banyak, iklan politik tetap akan tinggi menjelang pemilu. Sebab iklan masih jadi alat jitu memperkenalkan diri. (liputan6.com, 01/02/09)
Dalam sistem kapitalisme, demokrasi yang dikatakan sistem dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat sebenarnya hanyalah semu belaka. Faktanya, mereka yang memiliki modal yang besarlah yang berkesempatan untuk berkuasa. Bahkan hampir-hampir dapat dikatakan bahwa para kapitalislah yang menjadi penguasa sebenarnya.
assalamualaikum
Hal ini menunjukan bahwa masyarakat kecewa dengan berbagai retorika politik yang tidak sebanding dengan kinerja para politisi di parlemen.sedangkan kondisi masyarakat sendiri berada di persimpangan jalan,inilah tugas parpol idiologis islam tuk semakin membangkitkan kesadaran politik umat,slamat berjuang sodaraku bebaskan umat dari cengkraman kapitalisme sekuler yg rusak AllahuAkbar………
KAPITALISME = MEMPERJUALBELIKAN JABATAN YANG NB AMANAH !
KAPITALISME = MUBADZIR
KEBUMIKAN KAPITALISME !
BUMIKAN ISLAM !
Demokrasi memang harus mati, dan memang harus dimusnahkan. Dan akan Musnah.
Kedaulatan memang milik rakyat, tetapi masalah pembuatan hukum, yang mempunyai otoritas membuat hukum adalah Allah Swt.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasalah kita semua merdeka, bukan karena pahlawan atau siapapun.
Banyak yang dipahlawankan tapi tidak pernah berjuang untuk membebaskan penjajahan, malah sebagian dipahlawankan untuk kepentingan mafia Berkeley, CSIS, orde lama, orde baru, dan berbagai bentuk kebodohan lainnya, Coba perhatikan…. dengan seksama. Bagaimana mungkin aturan manusia bisa benar, kalau yang Maha Benar saja hanya dijadikan sumber referensi di lomba-lomba puisi di mimbar-mimbar, di forum-forum.
Aneh….sebagian dari bangsa ini menerima bulat-bulat demokrasi yang telah menyengsarakan mereka selama berpuluh tahun. Selama bangsa ini larut dalam demokrasi maka selama itu pula kita akan senantiasa berada dalam cengkraman hegemoni para penjajah. Tidakkah bangsa ini berkeinginan untuk hidup damai dan sejahtera yang dengannya mereka akan kembali hidup dalam kemuliaan?
Kelihatannya tidak, hanya perebutan kue-kue barat saja.
Ada secercah harapan untuk kembali menjadikan Allah Swt sebagai satu-satunya sumber hukum, tapi selalu dihalang-halangi oleh media masa termasuk SCTV, yang hanya mengejar uang. Kapitalisme menjadi ideologi semua sektor, Allah Swt hanya mereka ingat lima kali sehari itupun kadang lupa. Atau sebagian kita berburuk sangka kalau hukum Allah Swt dipakai bagaimana dengan non-muslim? Seolah mereka buta sejarah bagaimana telah berabad-abad hukum Allah Swt telah membuktikan bahwa ketika dipakai, dia akan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Pemilu demokrasi butuh biaya besar –> parpol-parpol butuh dana besar –> sponsor, pemilik modal, donatur, kapitalis siap “nyumbang” –> parpol menang –> parpol berkuasa –> parpol harus “balas budi” ke penyumbang/donatur –> dengan apa? jual hukum, keputusan, kebijakan, peraturan, Undang-Undang yang menguntungkan si penyumbang.
Jadi rakyat masih berharap sejahtera dan tentram pada demokrasi?? Ilusi !! Khayalan!! Mimpi !!