Pengamat ekonomi Arim Nasim mengkritik pernyataan Wapres JK yang mengaku kesulitan kalau APBN harus membiayai seluruh proyek kelistrikan 35 Gigawatt (GW) yang Rp 400-500 trilyun per 10 GW per lima tahun.
“Selama paradigma kapitalis yang dijadikan dasar pijakan, maka APBN akan selalu ngos ngosan karena pendapatan bertumpu pada pajak dan utang sementara SDA diserahkan pengelolaannya kepada swasta,” ujarnya kepada mediaumat.com, Senin (16/3) melalui surat elektronik.
Padahal, lanjutnya, salah satu yang membuat APBN ngos-ngosan adalah beban utang negara yang bunganya setiap tahun melebihi 100 trilyun. “Kenapa bayar bunga lebih dari 100 trilyun tiap tahun tidak pernah dikeluhkan? Yang jelas jelas keharamannya,” ujar Arim.
Menurutnya, kalau sumber daya alam seperti tambang emas Freeport, Newmont, batu bara, migas dll dikelola sesuai dengan syariah yaitu dikelola oleh negara maka dana 500 trilyun itu bisa didapatkan dengan mudah apalagi 500 trilyun untuk lima tahun berarti 100 trilyun per tahun itu bisa tersedia tanpa harus menyerahkan ke swasta.
Jadi sebenarnya APBN ngos-ngosan itu kalau untuk kepentingan rakyat dalam bentuk subsidi atau pengelolaan SDA tapi kalau untuk kepentingan para kapitalis seperti bayar bunga memberikan insentif pajak itu tidak pernah dipermasalahkan.
Maka, sebenarnya APBN ngos-ngosan hanya dijadikan alasan untuk liberalisasi pengelolaan energi dan migas serta SDA ke pihak swasta baik lokal maupun asing sehingga negeri ini di bawah cengkeraman neoliberlaisme dan melahirkan neoimperalisme. “Hanya dengan sistem APBN syariah yang dijalankan oleh khilafah, APBN akan berpihak kepada rakyat dan menyejahterakan umat,” pungkasnya. (mediaumat.com, 17/3/2015)