Peran Lobi Zionis dalam Mendukung Rezim Sisi di Amerika

dialog Aljazeera mesir israelKesepakatan penjualan gas alam Israel ke Mesir tampak jelas sebagai puncak gunung es yang bernama hubungan Mesir-Israel.

Dan di bawah puncak gunung ini, tampak aspek-aspek hubungan tersembunyi yang terungkap dalam sebuah wawancara dengan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi yang mengatakan kepada Washington Post bahwa saat ini adalah era hubungan Mesir-Israel yang terbaik.

Juga tampak adanya upaya tak henti-hentinya yang dilakukan oleh lobi Zionis di Amerika Serikat agar Washington tidak memperpanjang pembekuan bantuan militer untuk rezim Sisi setelah kudeta 3 Juli 2013 terhadap Presiden terpilih Muhammad Mursi.

Channel TV Aljazeera episode hari Kamis (18/3) dalam program “Bincang Revolusi” membahas peran lobi Zionis dalam mendukung rezim Sisi di Amerika Serikat, dan hubungan Mesir-Israel.

Narasumber dalam episode ini, dari Washington Profesor ilmu politik di Universitas Johns Hopkins, Khalil al-Anani; dari Haifa analis urusan politik di Radio Israel, Shimon Aran; dari Gaza peneliti spesialis urusan Israel, Shalih al-Nu’ami; dan di studio kolumnis Muhammad al-Qadusi.

Jalan ke Washington

Sementara itu, Khalil al-Anani mengatakan pada awal pembicaraannya bahwa hubungan Mesir-Israel yang sejauh ini berdasarkan pada filosofi bahwa jalan ke Washington harus melewati Tel Aviv.

Sehingga ia mengatakan bahwa Israel bertindak sebagai godfather kudeta di Washington, dan menekan Kongres untuk mencegah terlalu jauh dalam menjatuhkan sanksi dengan menangguhkan bantuan militer ke Mesir.

Ia menunjukkan bahwa rezim Mesir saat ini sangat membanggakan hubungannya yang kuat dengan Israel. Ia menilai bahwa perjanjian damai lebih banyak menguntungkan Israel daripada Mesir.

Ia juga menjelaskan bahwa rezim Amerika bukan satu partai yang homogen. Sehingga sejauh yang tampak adanya ketegangan hubungan antara Gedung Putih dan Israel, Kongres tetap berada di bawah tekanan lobi Zionis yang berusaha agar lembaga ini mendukung rezim di Mesir saat ini.

Menurut al-Anani, yang paling berbahaya dari apa yang terjadi pada masa pemerintahan Sisi adalah pergeseran ide strategis Mesir dengan penggantian musuh asli ke musuh buatan yang lain, yang diwakili oleh Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).

Sedangkan analis politik di Radio Israel, Shimon Aran membenarkan adanya kepentingan bersama antara Israel dan Mesir. Ia juga mengatakan adanya kerja sama strategis yang menggabungkan kedua belah pihak.

Ia mengatakan bahwa kemitraan Mesir-Israel yang terpenting adalah untuk memberikan keamanan dan stabilitas Mesir.

Aran menguatkan keyakinannya bahwa Presiden Sisi tengah bekerja secara intensif melawan “tempat-tempat persembunyian para teroris” yang menargetkan pariwisata Mesir. Ia mengatakan bahwa semua yang dilakukan Sisi adalah untuk kepentingan Mesir, bukan untuk kepentingan Israel.

Kerja sama yang belum pernah terjadi sebelumnya

Sebaliknya, peneliti spesialis urusan Israel, Shalih al-Nu’ami melihat bahwa kerja sama yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Mesir dan Israel adalah untuk kepentingan Israel, bukan yang lainnya, dimana hal itu terlihat jelas dengan adanya pembagian peran antara tentara Mesir dan Israel di Sinai.

Ia mengatakan bahwa penghancuran terowongan yang dilakukan tentara Mesir di Sinai tujuan utama adalah mencengkeram perlawanan Palestina di Gaza dan menutup semua pintu di depannya.

Sedangkan kolumnis Muhammad al-Qadusi dari awal telah menyebut Presiden Kudeta Abdul Fattah al-Sisi sebagai antek kaum Zionis.

Menanggapi argumen perang terhadap terorisme yang dilakukan rezim Mesir, al-Qadusi mengatakan bahwa Organisasi Negara Islam itu muncul di panggung berbagai insiden setelah kudeta bulan Juli. Sedangkan dukungan tidak terbatas yang diberikan Israel terhadap Sisi sudah ada sebelum semua insiden itu. (aljazeera.net, 20/3/20015)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*