Silaturahim-Diskusi Tokoh Jatim : State Capitalism Vs Corporate Capitalism

berfoto bersamaHTI Press, Surabaya.“Kondisi saat ini telah terjadi pertarungan sengit antara corporate capitalism versus state capitalism. Bahkan di antara sesama corporate capitalism, terjadi pertarungan dahsyat antarbandar kapitalis secara buas,” ungkap Ichsanuddin Noorsy saat Silaturahim-Diskusi Tokoh (18/3) di Asrama Haji Hall B, Sukolilo, Surabaya yang diselenggrakan Lajnah Faaliyah HTI Jatim, dengan topik ‘#SAVE INDONESIA, dari neo-liberlaisme, neo-imperialisme dan separatisme’.

Pernyataan Noorsy itu menjelaskan, situasi ekonomi di Indonesia yang terkait dengan peta ekonomi internasional aktual. Menurutnya, pemerintah Indonesia memerankan sebagai pelaku state capitalism, dengan kekuatan undang-undangnya bahkan tega mengeksploitasi rakyatnya sendiri. Ini terlihat dari banyak indikator kasat mata di antaranya pencabutan subsidi pada BBM, pupuk, kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa. Di sisi lain pelaku corporate capitalism berkelahi sendiri untuk memenangkan kepentingannya, termasuk dengan berkolusi dengan state capitalism atau mengintervensinya melalui person pengusaha yang telah menjadi penguasa.

Lebih jauh, Ichsan menjelaskan, dalam kancah Internasional, kebijakan The Federal Reserve (Bank Sentral AS) dan Bank of England sangat memengaruhi kebijakan moneter global, terlihat dengan menguatnya dolar AS belakangan ini. Kondisi ini membuat rupiah Indonesia terpuruk tidak berdaya. Itulah kemudian yang disebut Noorsy sebagai perang ideologi ekonomi.

Bambang Catur dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Jawa Timur, menyoroti adanya krisis ruang hidup warga, dengan merajalelanya perusahan migas di Indonesia. Bambang menyebut, korporasi tambang bahkan memiliki peta provinsi perspektif tambang sendiri, yang berbeda dengan provinsi secara administratif Indonesia.

Sementara itu, Prof Ali Maschan Moesa, Ketua PBNU, menegaskan neo-liberalisme dan neo-imperialisme telah mencengkeram Indonesia sejak lama. Menurutnya, yang penting dipikirkan adalah ‘what’s next’-nya yang meliputi tindakan pencegahan dan solusinya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Khaldun pada masa silam.

Ketua DPP HTI, Rokhmat S Labib, menyatakan, kondisi yang terjadi ini akibat dua penyebab. Pertama, penguasanya ruwaibidhah (dungu) dan kedua, sistem yang berpaling dari syariah Allah SWT. Di situlah urgensi ditegakkannya khilafah, dengan orang yang takwa dan amanah serta sistem syariah yang benar dari Dzat yang Maha Benar, Allah SWT.

Silaturahim dan diskusi tokoh kali ini dihadiri 22 wakil berbagai lembaga sosial kemasyarakatan maupun instansi pemerintah level Jatim. Mereka berasal dari Kejaksaan Tinggi, Polda, Kodam, Korem, Polrestabes, Puspen Armatim AL, Bakesbang, Syarikat Islam, Partai Bulan Bintang, BKPRMI dan lain-lain. Tampak pula hadir akademisi dari Unair, ITS, Unesa dan UPN, serta beberapa ulama, tokoh media, tokoh buruh dan tokoh mahasiswa. [] mi jatim

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*