Bukan hal yang mudah merebut Kota Tikrit. Tiga minggu sudah serangan pasukan Irak dilakukan tapi belum membuahkan hasil.
Sementara itu tentara Irak dan para pelatihnya dari tentara Amerika Serikat telah dihinakan pada musim panas 2014, ketika mereka dikalahkan oleh pasukan ISIS di Irak dari sebagian besar Provinsi Anbar, yaitu di sepanjang jalan ke Baghdad. Sungguh, banyak yang terkejut ketika sebagian besar tentara Irak meninggalkan senjatanya dan melarikan diri dari pasukan ISIS yang jumlahnya beberapa ribu saja.
Hal tersebut memaksa Amerika Serikat melancarkan serangan udara, dan kembali mengirim pasukan ke Irak. Dengan demikian, serangan Tikrit ini merupakan upaya untuk membangun kembali tentara Irak guna serangan besar yang sama di Kota Mosul. Setelah Amerika Serikat gagal untuk pertama kalinya dalam membangun tentara Irak guna melindungi struktur politik yang dibangunnya di Irak. Dan kali ini, Amerika Serikat menyerahkan tugas untuk membangun tentara Irak kepada Iran.
Serangan Irak untuk mendapatkan kembali Tikrit semuanya adalah operasi militer Iran. Serangan itu telah dimulai pada awal Maret dengan partisipasi 27.000 pasukan dari kekuatan dan milisi yang dibuat dalam tiga batalion. Sementara organisasi negara memiliki 4.500 lebih pasukan di Tikrit. Dan sebagian besar pasukan penyerang adalah militan Syiah Irak yang dibentuk, dilatih, dipersenjatai, diarahkan dan dipimpin oleh sebagian besar para perwira Iran.
Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Pasukan al-Quds adalah tokoh yang memimpin operasi ini. Sementara organisasi negara banyak menyebarkan ranjau dan bom yang diledakkan dengan remote control, membakar sumur- sumur minyak, dan menempatkan para penembak jitu untuk menghalangi pergerakan musuh. Ini merupakan jenis perang kota dalam skala besar, dan tentara Irak belum siap dengan hal ini. Sebagian besar milisi telah dilatih untuk menganggap pertempuran ini sebagai perang antara Sunni dan Syiah, dan organisasi negara telah melatih tentaranya dengan cara yang sama. Sehingga sangat mungkin terjadinya sejumlah insiden pembantaian berdarah yang direncanakan di pusat Kota Tikrit.
Memang, ada sejumlah laporan bahwa kelompok-kelompok milisi telah melakukan pembantaian di desa-desa sekitar Tikrit, setelah mereka dituduh mendukung organisasi negara. Perdana Menteri Haider al-Abadi mengatakan dalam sebuah pernyataan: “Pertempuran dengan ISIS bukan pertempuran yang netral. Sehingga orang-orang yang bersikap netral akan berada di posisi lain.”
Sungguh, rakyat Irak benar-benar menderita selama satu dekade ketika ISIS menyerang negara ini. Kemudian sebagian besar rakyat di Irak utara menderita akibat tindakan pemerintah Maliki yang menekan sejumlah orang-orang Sunni untuk mempertahankan cengkeraman kekuasaannya. Dalam hal ini, rakyat telah menderita di bawah dominasi ISIS, dan sekarang sekali lagi digunakan isu sektarian untuk merebut kembali Irak utara. Bajuri/kantor berita HT, 28/3/2015).