Sejak Oktober 2008 hingga Januari 2009, jumlah karyawan pabrik tekstil di Indonesia yang sudah terkena pemutusan hubungan kerja sebanyak 24.000 orang. Industri tekstil termasuk usaha yang sarat dengan tenaga kerja, tetapi kini terkena dampak krisis global.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Soetrisno di Jakarta, Rabu (4/2), mengatakan, industri tekstil telah mengalami pukulan cukup dahsyat akibat krisis global.
Menurut Benny, umumnya pengusaha tidak mengambil kebijakan merumahkan terlebih dahulu karena kebijakan itu hanya akan menanggung biaya pengeluaran tanpa produktivitas.
”PHK memang mengeluarkan uang banyak secara langsung, tetapi manajemen keuangan tetap terjaga,” kata Benny. Menurut dia, program restrukturisasi tekstil dan produk tekstil (TPT) memang dirasakan membantu untuk meningkatkan produktivitas. Masalahnya, industri TPT kini dihadapkan pada menciutnya pasar ekspor.
Restrukturisasi mesin TPT dipandang membantu karena pemerintah memberikan bantuan sebesar 10 persen dari harga mesin. Namun, menurut Benny, persoalan baru muncul karena dari 90 persen harga mesin, pengusaha masih menggantungkan pada kredit dari perbankan.
”Dari 90 persen itu, pengusaha biasanya hanya mampu menanggung rata-rata 27 persen, sedangkan 63 persennya merupakan pinjaman perbankan. Kini, likuiditas perbankan yang ketat berpotensi menyebabkan industri TPT sulit memperoleh kredit untuk permesinan,” ujar Benny.
Berhenti bekerja
Dari Bandung dilaporkan, sekitar 380 buruh dari empat perusahaan tekstil di Jawa Barat berhenti bekerja pada Januari 2009.
Mereka kehilangan pekerjaan karena perusahaan tempatnya bekerja tutup. Sebanyak dua perusahaan yang tutup itu di Kabupaten Bandung dan dua lainnya di Bogor.
Ketua API Daerah Jabar Ade Sudradjat mengatakan, perusahaan tekstil di Bogor yang biasa ekspor ke Uni Eropa dan Amerika Serikat, kini mengalami penurunan order.
Permintaan mulai menurun pada awal 2008 dan bertambah parah ketika krisis global semakin menjadi. Kesulitan itu akhirnya membuat perusahaan tutup.
Ade mengatakan, terdapat survei di AS dan Uni Eropa yang menunjukkan, tiga dari 10 perempuan tidak akan membeli pakaian tahun 2009.
Saat ini, di Jabar, terdapat sekitar 1.700 perusahaan dengan 700.000 buruh. Menurut Ade, tahun 2009 akan terjadi penyusutan pasar sehingga terjadi pengurangan produksi.
Sementara itu, ratusan usaha produk kayu olahan di Kota Palembang dan sekitarnya terancam gulung tikar. Situasi tersebut terjadi akibat krisis ekonomi global yang menyebabkan pasar ekspor dan domestik menjadi lesu.
Untuk menekan pengeluaran, pengusaha terpaksa merumahkan sebagian buruh harian. Menurut Ujang Bagus, Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Olahan di Kelurahan 27 Ilir, saat ini terjadi penumpukan stok produk kayu di sanggarnya. Selama enam bulan terakhir, penjualan menurun tajam. (Kompas, 05/02/09)
Artikel Terkait:
- Sistem Ekonomi Islam: Satu-satunya Harapan
- Tawaran Solusi Buat Dunia Dari Afrika
- Kegagalan Solusi Kapitalisme
- Sistem Ekonomi Syariah (Islam): Sistem Anti Krisis, Adil Dan Menyejahterakan Umat Manusia
- Solusi Islam Mengatasi PHK dan Pengangguran