HTI-Press. Ada anggapan yang sengaja diopinikan bahwa masalah serangan biadab Yahudi Israel ke jalur Gaza bukan masalah agama. Hal itu diopinikan bukan hanya oleh beberapa cendekiawan, politisi partai dan pemuka ormas saja, tetapi juga oleh pejabat tertinggi di negeri ini. Ketika bertemu dengan Dubes Palestina di Jakarta, Presiden menyatakan, “Ini sebetulnya tidak mengait langsung konflik antar agama. Ini adalah konflik kedaulatan. Sebuah permusuhan yang relatif permanen. Jadi, sebetulnya, lebih bagus jangan dikaitkan dengan isu agama. Karena Palestina melawan Israel. Israel melakukan tindakan militer yang berlebihan, yang eksesif sehingga menimbulkan korban yang tidak semestinya terjadi” (Kompas, 5/1/09). Presiden menambahkan, “Mari letakkan dalam bingkai itu, jangan terjebak dalam konflik agama” (Okezone.com, 5/1/09).
Masalah serangan brutal Yahudi Israel ke Gaza dianggap dan dibatasi sebagai masalah kadaulatan dan masalah nasional bangsa Palestina. Anggapan seperti ini lahir karena nasionalisme dijadikan dasar dalam menilai masalah, menggantikan akidah Islam. Sekat-sekat nasionalisme akhirnya mampu membelenggu mereka untuk memberikan pembelaan dan pertolongan kepada saudara seiman mereka. Anggapan seperti ini benar-benar menyimpan bahaya. Dengan pandangan nasionalisme seperti itu, andai negeri ini diserang, tidak ada penguasa atau negara muslim lainnya yang menolong. Bahkan dengan anggapan ini bisa jadi andai Madinah yang diserang sekalipun, mereka akan tetap menganggapnya sebagai masalah nasional dan kedaulatan Arab Saudi. Bisa jadi mereka pun akan tetap berpangku tangan seperti ketika al-Quds diserang, dirampas dan penduduknya dibunuhi.
Menganggap serangan biadab Yahudi Israel itu sebagai masalah kedaulatan nasional Palestina itu justru meneguhkan pengkhianatan para penguasa arab sejak dahulu. Mereka telah mereduksi masalah Palestina bukan lagi menjadi masalah islam dan seluruh kaum muslim. Mereka mereduksinya dan mengalihkannya menjadi masalah arab saja. Dengan pereduksian itu maka kaum muslim dan negara-negara non arab dibuat tidak perlu lagi memperhatikan masalah Palestina karena itu bukan masalah mereka dan bukan urusan mereka.
Tidak berhenti sampai disitu, masalah Palestina direduksi lagi menjadi sekedar masalah bangsa dan negeri Palestina. Yaitu masalah kemerdekaan bangsa dan negara Palestina. Bukan lagi masalah bangsa dan negara-negara arab dan kaum muslim umumnya. Bahkan sekarang direduksi kembali seakan menjadi masalah Israel-Hamas saja.
Anggapan demikian merupakan anggapan yang diinginkan para penjajah dan para penguasa Barat dan Yahudi Israel yang mereka dirikan dan mereka dukung sejak kelahirannya hingga kini. Karena dengan pereduksian itu masalah Palestina berhasil mereka isolir menjadi masalah rakyat dan bangsa Palestina saja. Dengan pereduksian itu, jika negara dan pemerintah kaum muslim ikut campur dalam masalah Palestina maka itu dianggap intervensi terhadap masalah negeri dan bangsa lain. Paling jauh hanya memediasi dan memfasilitasi, karena itu adalah masalah orang lain, bukan masalah mereka sendiri.
Padahal kaum muslim diibaratkan oleh Nabi saw seperti satu tubuh. Bagaimana mungkin jika satu organ terluka lalu dianggap sebagai masalah organ itu sendiri? Bagaimana mungkin ketika satu bagian mendapat serangan, anggota tubuh yang lain hanya boleh membantunya dengan mengobati lukanya saja? Bagaimana bisa, bagian tubuh lainnya tidak boleh membantu menolak atau bahkan membalas serangan itu?
Anggapan diatas yang telah berhasil membelenggu para penguasa muslim masih dilengkapi dengan anggapan lain yang bisa membelenggu tangan kaum muslim. Yaitu anggapan bahwa masalah Palestina bukan masalah agama dan jangan dikaitkan dengan agama. Anggapan seperti ini bukan sesuatu yang baru. Sejak lama anggapan ini telah diopinikan dan coba ditanamkan dibenak kaum muslim.
Anggapan masalah Palestina bukan masalah agama dan jangan dikaitkan dengan agama, disadari atau tidak sebenarnya muncul dari pandangan sekuler. Anggapan demikian sama saja menyuruh kaum muslim untuk tidak memandang masalah tersebut dari sudut pandang agama. Agama tidak boleh dijadikan acuan atau titik tolak untuk menilai masalah itu. Bagaimana mungkin seorang muslim bisa meninggalkan akidahnya dan tidak menggunakannya sebagai asas dalam menilai dan bersikap terhadap suatu masalah?
Mendudukkan Masalah Palestina dan Sikap Terhadapnya
Masalah Palestina bisa dipahami dengan menelusuri sejarah munculnya konflik tersebut. Wilayah Palestina bagian dari kekuasaan Khilafah sejak masa Umar bin Khaththab dan terus berada di bawah Khilafah selama lebih dari 1300 tahun. Selama itu konflik antara orang Yahudi dengan kaum muslim dan nasrani tidak terjadi. Justru mereka bisa hidup berdampingan dengan aman. Wilayah Palestina merupakan bagian dari tanah kharajiyah yang merupakan milik seluruh kaum muslim. Kesadaran seperti itu tetap dipegang para para Khalifah penguasa kaum sebagaimana terungkap dalam jawaban khalifah Abdul Hamid kepada pemimpin Zionis Hertzl: ”tanah palestina bukanlah milikku, (tetapi) ia adalah milik umatku”. Pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyah dan berakhirnya PD I, wilayah Palestina dijajah dan berada di bawah protektorat Inggris. Lalu mulailah orang-orang Yahudi dengan perlindungan Inggris dipindahkan ke Palestina dan membangun pemukiman di sana, tentu saja di tanah-tanah yang menjadi milik kaum muslim. Berikutnya ketika Inggris hengkang, maka didirikan negara Israel pada tahun 1948. Sejak itu Israel terus memperluas wilayahnya dengan merampas tanah-tanah khususnya Palestina dan mengusir penduduknya.
Jadi hakikat masalah Palestina adalah masalah tanah kaum muslim yang dirampas. Juga merupakan masalah penduduk yang tanah mereka dirampas dan mereka diusir. Dan sekarang Israel menyerang Gaza secara biadab adalah untuk mengokohkan aneksasi dan penguasaannya atas wilayah Palestina dan mendapatkan pengakuan serta legitimasi terhadap eksistensi dan kekuasaannya.
Menganggap masalah ini sebagai bukan masalah agama dan tidak boleh dikaitkan dengan agama hanyalah upaya untuk menjauhkan sikap yang dituntun oleh Islam. Dan memang inilah yang dikehendaki oleh Israel dan barat serta para pendukungnya. Dengan begitu semua solusi dan sikap akan bisa diarahkan kepada adanya pengakuan atas eksistensi Israel yang selama ini selalu mereka inginkan. Dengan mengesampingkan agama, bantuan kepada penduduk Palestina cukup dalam bentuk bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan memang perlu namun itu bukan solusi permasalahan. Dan penyelesaian masalah Palestina dan serangan ke Gaza saat ini harus ditempuh dengan cara diplomasi dan resolusi DK PBB. Terbukti puluhan resolusi telah dikeluarkan dan tak satu pun yang dipatuhi Israel. Meski demikian dunia tidak mengenakan sanksi apapun terhadap Israel. Disamping bahwa semua resolusi yang dikeluarkan seperti resolusi terakhir DK PBB no 1860 justru memberikan legalitas kepada eksistensi Yahudi Israel dan kekuasaannya atas sebagian tanah Palestina yang mereka rampas.
Sekali lagi, penyelesaian masalah ini tidak bisa direalisasikan dengan jalan perundingan dan diplomasi. Karena masalahnya adalah perampasan tanah kaum muslim, pengusiran penduduknya dari tanah milik mereka. Apakah bisa diterima akal sehat, orang yang dirampas tanahnya dan diusir malah diminta untuk berunding dengan pihak yang telah merampas tanah dan mengusirnya lalu mendirikan institusi di atas tanah rampasan itu, untuk mendapatkan kembali sebagian kecil tanahnya yang dirampas itu? Bagaimana mungkin orang yang dirampas dan diusir justru disuruh duduk bersama dengan perampas dan pengusir untuk merundingkan batas-batas tanah yang berhak ia dapatkan kembali? Padahal dengan perundingan itu sama saja orang yang dirampas dan diusir itu secara implisit dan legal mengakui eksistensi dan kekuasaan orang yang merampas tanah dan mengusirnya diatas tanah miliknya sendiri. Yang tidak kalah mengherankan adalah sikap orang dan pihak-pihak yang mengklaim cinta keadilan, dan benci kezaliman dan penjajahan, justru menyuruh orang yang dirampas dan diusir itu untuk berunding dengan pihak yang merampas tanahnya dan mengusirnya.
Masalah sebenarnya adalah eksistensi institusi Yahudi Israel itu sendiri. Jalan perundingan, diplomasi dan resolusi DK PBB justru mengokohkan eksistensi institusi Yahudi Israel itu sendiri. Dengan kata lain, justru mengokohkan eksistensi masalah, bukan menyelesaikannya. Selama eksistensi institusi Yahudi Israel itu masih ada, maka selama itu pula masalah Palestina tidak pernah selesai.
Maka solusi yang benar adalah membebaskan seluruh tanah Palestina dan mengembalikannya sebagai milik kaum muslim dan menyerahkannya kepada penduduk Palestina yang sebelumnya memiliki tanah tersebut. Disamping bahwa eksistensi institusi Yahudi Israel yang dihilangkan dari bumi Palestina. Inilah solusi islami. Solusi inilah yang dinyatakan di dalam al-Quran. Solusi ini merupakan solusi yang teramat jelas bagi siapapun. Allah SWT berfirman:
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
Maka barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. (QS. al-Baqarah [2]: 194)
Terhadap pengusiran kaum muslim dari tanah dan wilayah mereka, Allah SWT berfirman:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ. وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (QS. al-Baqarah [2]: 190-191)
Wahai Kaum Muslim
Jadi solusi atas masalah Palestina dalah dengan jihad fi sabilillah dan pengerahan pasukan untuk membalas serangan Yahudi Israel dan mengusir mereka dari bumi Palestina sekaligus mengenyahkan eksistensi institusi Yahudi Israel itu. Inilah solusi yang seharusnya ditempuh meski memakan waktu yang panjang dan membutuhkan pengorbanan dalam bentuk apapun.
Solusi ini tidak bisa diharapkan lahir dari sistem nation state dan kepala negaranya. Juga tidak mungkin berharap kepada penguasa negeri muslim yang ada saat ini yang justru menghinakan diri menjadi kaki tangan dan yang merealisasikan tujuan-tujuan Israel dan barat yang menjadi tuan mereka. Solusi islami ini tidak akan bisa dilaksanakan sempurna kecuali ada Daulah Khilafah yang dipimpin seorang Khalifah. Karena itu, kita harus berjuang menegakkan Daulah Khilafah ini dan membaiat seorang Khalifah sehingga masalah Palestina bisa diselesaikan secara tuntas. WaLlâh a’lam bi ash-shawâb. (Lajnah Siyasiyah HTI)
iya tuh bener… 2 minggu yang lalu pas sholat jumat khotib dari partai islam (yang ikut pemilu-demokrasi) bilang masalah palestina bukan masalah agama… wahh parah juga ya… bagaimana nanti kalo jadi pemimpin negeri ini… Innalillahi…
dari partai yang sama dialog di SCTV ketua umumnya bilang kembalikan masalah palestina ke tahun 1948 (memberikan sebagian tanah palestina kepada israel) ini kan berarti mengakui keberadaan israel !!! innalillahi…
masih dari partai yang sama tokohnya(muslim) BERHARAP! kepada Obama(kafir)akan memberikan perubahan pada dunia muslim !! Innalillahi…
kenapa tidak berharap hanya kepada Islam Kaffah !!!
Betul sekali. Masalah Paletina adalah masalah seluruh kaum muslimin, bukan hanya masalah Arab atau dalam negeri Palestina atau bahkan Hamas.
Palestina adalah salah satu anggota tubuh kita yang saat ini sedang disakiti oleh kaum kafir Israel dan dukungan Baratnya.
Dan yang wajib mengobati rasa sakit itu adalah kita semua yang berada di negeri-negeri Islam sebagai kaum muslimin yang baik.
Tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah Palestina kecuali dengan mengangkat senjata berjihad melawan agresor Zionis-Israel laknatullah dan menghapus keberadaan institusi Israel dari atas muka bumi untuk selama-lamanya.
Allahuakbar!!!
mari kita sama-sama berjuang untuk menegakkan khilafah!!!
Hanya dgn Khilafah masalah palestina dan masalah kaum muslimin di seluruh dunia dapat diselesaikan
Perang dengan Yahudi sudah jelas itu mah masalah Agama.
Mana ada persoalan yang gak diatur Islam.
Semua masalah Islam punya bahasan dan solusinya.
Ingatlah hadits Rosulullah Saw.
“Tidak akan terjadi kiamat hingga kaum muslimin memerangi kaum Yahudi, lalu membunuh mereka, sehingga seorang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon, lalu batu dan pohon berkata : Hai muslim ! Hai hamba Allah ! Ini Yahudi dibelakangku, kemarilah aku, bunuhlah dia ! Kecuali pohon ghorqod, maka itu adalah dari pohon-pohon orang Yahudi.” (HR. Muslim VII/188, Bukhari IV/51, Lu’lu’ wa al-Marjan III/308)
Berbeda dengan sebagian orang Muslim, orang-orang Yahudi yakin dengan prediksi Rasulullah itu. Sampai hari ini, mereka memperbanyak menanam pohon ghorqod di kebun-kebun mereka. Mereka mengambil pengalaman dari berbagai peperangan dengan kaum muslimin pada masa Rasulullah ataupun masa intifadhah akhir-akhir ini. Pengalaman itu membuat Yahudi berusaha menghadang lajunya gerakan Islam di dunia. Harap tahu saja, simbol Yahudi internasional yang berbentuk seperti garpu, itu sesungguhnya simbol pohon ghorqod.
Apakah peperangan di bumi Baitul Maqdis merupakan cikal bakal peperangan global Yahudi melawan Islam? Apalagi Yahudi dari berbagai belahan dunia telah berkumpul di satu tempat, sehingga mudah dihancurkan. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui kapan terjadinya peperangan yang menentukan nasib terakhir kaum Yahudi itu.
kayanya ada yg salah ya dg pemikiran bbrp ustz kita.
pnh juga dengar salah satu ustdz kondang yang sering muncul di layar kaca, beliau bilang masalah palestina adalah krisis kemanusiaan.
Ehm, heran ya qo msh ada ustdz yg berkomentar gt….
padahal orang awam z ngerti kl mslh gaza adalah mslh agama yg harus diselesaikan dengan agama pula.
solusi untuk gaza ya hanya jihad dan khilafah!
Allahu Akbar!
Q merindukan syariah diterapkan untuk membebaskan umat islam dari kehinaan kapitalisme.
Perilaku seseorang akan sangat tergantung dari MAFAHIMNYA yah ketika seseorang memiliki mafahim SEKULER yah begini jadinya.
Untuk itu sebagai pengemban dakwah kita harus terus berjuang untuk mengubah kondisi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengubah ide-ide rusak yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide ini menjadi opini umum di tengah masyarakat serta menjadi persepsi bagi mereka. Selanjutnya persepsi ini akan mendorong mereka untuk merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam.