Setan, menurut sebagian ulama, berasal dari kata syathana; maknanya adalah ba’uda, yakni jauh. Maksudnya, setan adalah sosok yang jauh dari segala kebajikan (Ibn Katsir, I/115, Az-Zamakhsyari, I/39). Setan juga berarti sosok yang jauh dan berpaling dari kebenaran. Karena itu siapa saja yang berpaling dan menentang (kebenaran), baik dari golongan jin ataupun manusia, adalah setan (Al-Qurthubi, I/90, al-Alusi, I/166).
Allah SWT telah memperingatkan bahwa setan adalah musuh yang nyata (‘aduww[un] mubin) bagi manusia (QS al-Baqarah [2]: 168); permusuhannya terhadap manusia benar-benar ‘terang-benderang’ (Lihat: Al-Baqa’i, I/240, Ibn Katsir, III/351). Karena itu Allah SWT pun telah memperingatkan agar manusia benar-benar memperlakukan setan sebagai musuh (QS Fathir [35]: 6).
Persoalannya, setan amatlah cerdik. Setan boleh jadi tidak menghalang-halangi manusia dari ibadah kepada Allah SWT dan amalan yang baik, tetapi setan menyimpangkan niat manusia beribadah atau beramal baik sehingga bukan karena Allah SWT. Boleh jadi pula setan menjadikan manusia ikhlas beramal karena Allah SWT, tetapi setan berupaya agar manusia beramal tidak sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.
Di dalam bukunya yang amat terkenal, Talbis al-Iblis (Tipudaya Iblis), Ibn al-Jauzi secara panjang lebar mengungkapkan bagaimana sepak terjang setan dalam memperdaya manusia; termasuk di dalamnya para ahli ibadah, para pembaca Alquran, para ahli hadits, para ulama fikih, juga para pengemban dakwah.
Menurut Ibn al-Jauzi, setidaknya ada enam langkah setan dalam menjerat manusia. Pertama: berusaha menjadikan manusia kafir atau musyrik. Kedua: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka yang Muslim sebagai pelaku bid’ah. Ketiga: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka tukang maksiat/pelaku dosa besar. Keempat: Jika gagal, berusaha agar mereka banyak melakukan dosa-dosa kecil. Kelima: Jika gagal, berusaha menyibukkan mereka dalam masalah-masalah yang mubah (yang tidak bermanfaat dan tidak berpahala). Keenam: Jika gagal juga, berusaha menyibukkan mereka dengan urusan-urusan sederhana sehingga mereka melupakan berbagai urusan yang lebih utama; misalnya menyibukkan diri dengan amalan sunnah, tetapi meninggalkan amalan wajib.
Semua langkah setan itu, menurut Ibn al-Jauzi, diikuti dengan berbagai cara yang sering amat halus dan lembut sehingga tidak banyak disadari oleh manusia.
Setan juga memasang sejumlah perangkap lain di antaranya mengadu domba antarsesama Muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh Iblis telah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang shalih, tetapi ia berusaha mengadu domba di antara mereka.” (HR al-Bukhari).
Menanamkan buruk sangka kepada orang lain juga dilakukan oleh setan. Shafiyah binti Huyay (istri Rasulullah saw.) berkata: Ketika Rasulullah SAW sedang beritikaf di masjid, saya mendatangi beliau di suatu malam dan bercerita. Kemudian saya pulang diantar beliau. Ada dua orang Anshar berjalan. Saat keduanya melihat Rasulullah, mereka mempercepat jalannya. Rasululah berkata, “Pelan-pelanlah. Dia itu Safiyah binti Huyay.” Mereka berkata, “Mahasuci Allah, Rasulullah!” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setan berjalan di tubuh anak Adam pada peredaran darah. Aku khawatir setan itu melontarkan kejahatan di hati kamu berdua sehingga timbul prasangka yang buruk.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Setan juga berupaya menakut-nakuti manusia. Allah SWT berfirman (yang artinya): Sesungguhnya itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti melalui kawan-kawannya. Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu jika kamu benar-benar orang-orang beriman (TQS Ali ‘Imran [3]: 175).
Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Setan menakut-nakuti kamu dengan kefakiran dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (TQS al-Baqarah [2]: 268).
Bagaimana caranya kita mengatasi godaan dan perangkap setan? Kuncinya di antaranya adalah: Pertama, kita harus benar-benar beriman dan bertawakal kepada Allah SWT, sebagaimana firmanNya: Sesungguhnya setan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal hanya kepada Tuhan mereka saja (TQS an-Nahl [16]: 99).
Kedua, kita harus menjadi orang yang benar-benar muklish karena Allah SWT telah berfirman (yang artinya): Iblis berkata, “Demi keagunganMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka (TQS Shad: 82-83).
Ketiga, berlindung hanya kepada Allah SWT karena Allah SWT telah berfirman (yang artinya): Jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Mahatahu (QS al-A’raf [7]: 200). [] abi
Sumber: Tabloid Mediaumat Edisi 147