Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, tiba di kota Tikrit di utara Irak dengan kemenangan pada hari Rabu 1 April, setelah dibebaskan dari ISIS, yang mengambil kendali atas kota itu hampir setahun yang lalu. Kekalahan memalukan pasukan Irak di Mosul pada bulan Juli 2014 setelah satu dekade mendapat bantuan militer dan investasi dari Amerika Serikat membuat serangan ke Tikrit hal yang penting bagi pemerintah Irak. Operasi ini juga akan menunjukkan kemampuan untuk melakukan serangan besar di Mosul dan di beberapa titik oleh pasukan Irak.
Serangan pemerintah Irak untuk mengambil alih Tikrit pada kenyataannya adalah operasi yang dilakukan Iran. Sebagian besar tentara yang terlibat adalah milisi Syiah yang terorganisir, terlatih, yang dipersenjatai dan dipimpin oleh para perwira Iran.
Seorang jenderal senior Iran, yang memimpin Pasukan Quds, mengawasi operasi itu. Strateginya adalah dengan melancarkan serangan untuk merebut kembali Tikrit dengan melihatnya sebagai perang antara Sunni-Syiah dan menggunakan artileri dan pemboman massal untuk mengalahkan ISIS, yang tetap bersembunyi di pusat kota.
Hal ini menyebabkan jumlah kematian yang tidak terhitung, terutama ketika operasi pembersihan dilakukan dari rumah ke rumah. Tapi setelah tiga minggu pertempuran, dibutuhkan serangan udara AS untuk menerobos benteng-benteng ISIS, sehingga membenarkan apa yang dikenal oleh semua orang bahwa tentara Irak, apalagi milisi Syiah, tidak memiliki kemampuan untuk melakukan serangan lebih besar di Mosul. Karena operasi ini dilakukan sebagai perang antara Syiah Sunni, kelompok-kelompok milisi telah terlibat dalam penjarahan, eksekusi dan penggeledahan rumah-rumah penduduk Sunni, pusat-pusat bisnis dan gedung-gedung pemerintah. Dalam sebuah laporan Reuters, seorang pejuang ISIS terlihat jelas dikepung oleh massa dan kemudian ditikam sampai mati, serta mayat dari pejuang lain diseret dengan mobil.
Ketika Sunni dan Syiah membela negara itu untuk melawan invasi AS lebih dari satu dekade lalu, mereka membuat pasukan AS berada di jalan buntu, suatu hal yang sangat buruk bagi AS, dimana mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan dirinya keluar dari pemberontakan yang membuatbta hingga berdarah-darah. Akhirnya, dengan menggunakan isu sektarianisme AS mampu menjadikan Sunni untuk melawan Syiah dan sebaliknya seperti yang kita lihat strategi ini tetap berjalan hingga hari ini.[]