Pemilu 2009 belum lagi digelar. Namun, beberapa LSM seperti ICW telah mengendus adanya potensi pemborosan dalam pelaksanaan ‘pesta demokrasi’ tersebut. Tak tanggung-tanggung jumlahnya bisa mencapai Rp. 68 Milyar. Tentunya, jika pemerintah masih memiliki akal sehat, dana itu bisa dialihkan untuk menanggulangi kemiskinan, kebodohan dan setumpuk permasalahan yang masih dialami rakyatnegeri ini.
Beberapa dugaan pemborosan dana pemilu terlihat dari beberapa pos yang menggelembung dan seharusnya tidak perlu. Salah satunya, pos Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Pemilu 2009 yang dinilai janggal. Ada anggaran yang sebenarnya tak perlu lagi dialokasikan seperti pemutakhiran daftar pemilih tetap.
Roy Salam, Koordinator Divisi Politik Anggaran Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, menyebut daftar pemilih tetap sudah dimutakhirkan pada Oktober 2008. Proyek senilai Rp 2,35 miliar ini dinilai tak perlu lagi.
Kemudian pos ‘Fasilitasi Kampanye Pemilu Legislatif’ senilai Rp 1,7 miliar juga rancu. “Tidak dijelaskan memberi fasilitas apa saja hingga berimplikasi anggaran,” kata Roy dalam jumpa pers di Media Center Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Kamis, 5 Februari 2009.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, mengatakan Komisi mengalokasikan anggaran untuk sosialisasi tahapan pemilu Rp 12,9 miliar. Dari angka itu, Rp 1,9 miliar diperuntukkan honorarium. “Jika honorarium untuk anggota KPU yang melakukan tugas sosialisasi, maka sebenarnya bagian dari penerimaan pendapatan ganda,” katanya.
Selain itu, terdapat item kegiatan yang rancu bahkan bisa berujung pada aktivitas yang tumpang tindih sehingga berpotensi menyimpang. Misalnya, poin 19 tentang kegiatan supervisi pengadaan barang dan jasa serta peralatan logistik senilai Rp 9,8 miliar dan poin 30 tentang kegiatan penyusunan biaya kemahalan distribusi daerah terisolir senilai Rp 2,5 miliar.
Poin 36 tentang supervisi dan monitoring proses pengadaan dalam upaya pencegahan terjadinya penyimpangan dana pemilu. “Kegiatan poin 19, tidak berbeda dengan kegiatan poin 30 dan 36. Makna supervisi harus dilihat secara komprehensif dan tidak sepenggal-sepenggal sehingga harus mengeluarkan anggaran lagi,” ujar dia.
Total, temuan ICW dan FITRA, terdapat potensi duplikasi dan pemborosan sekitar Rp 68,17 miliar dari Rp 13,5 triliun anggaran Pemilu 2009. (mediaumat.com, 06/02/09)
Bangsa ini biasa boros kok!! kaga ngerti hemat di masa krisis gini!! hobinya hambur2kan harta rakyat, kapan rakyat sejahtera lahir batin!! jangan janji2 kosong doang!!!
hutang negeri ini masih menumpuk…
kemiskinan terus meningkat…
bencana bertubi-tubi, bantuan pun tak pernah mengalir…
mutu pendidikan jauh merosot…
rakyat menjerit…
rakyat menjerit…
pemilu kok buat berboros-boros…
Saat ini banyak para “pencari kursi” mulai menghabiskan dana buat kampanye…
kalo tidak dari kantong sendiri ya dari kantong yang punya kong kalingkong…
ujung-ujungnya setelah dapat kursi, modal harus balik baik dari kantong sendiri maupun dari yang kong kalingkong…
kalo sudah begini kapan rakyat mau di lirik…