Daya Beli Rakyat Terpangkas Gas Elpiji

elpijiPemerintah tidak memiliki empati kepada rakyat. Bahkan pemerintah tidak pantas menaikkan harga elpiji 12 kg.

Setelah menanggung beban kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), rakyat bakal mengeluarkan kocek lebih banyak lagi. Pasalnya, pemerintah melalui perusahaan pelat merah PT Pertamina diam-diam menaikkan harga gas elpiji (LPG) 12 kg.

Besarannya pun terbilang lumayan tinggi, Rp 666,67 per kg atau sekitar Rp 8.000 per tabung. Dengan demikian, harganya menjadi Rp 142.000 dari sebelumnya Rp 134.000 per tabung di tingkat agen.

Kenaikan gas elpiji 12 kg membuat disparitas harga dengan gas elpiji 3 kg makin besar. Sebelumnya, 1 Maret 2015, Pertamina juga telah menaikkan gas elpiji 12 kg menjadi Rp 134 ribu dari sebelumnya Rp 129 ribu per 19 Januari 2015.

Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, kenaikan harga LPG ini dilakukan agar perusahaan migas nasional itu tidak menanggung kerugian yang sama dengan distribusi bahan bakar minyak (BBM). Alasan pihaknya tidak mengumumkan kenaikan harga agar tidak terjadi penimbunan.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Rofikoh Rokhim mengungkapkan, dampak kenaikan harga elpiji 12 kg makin menekan daya beli masyarakat kelas menengah. Sebab, mereka yang mengonsumsi bahan bakar ini.

Rofikoh mengingatkan, dengan naiknya gas elpiji 12 kg akan membuat masyarakat beralih ke elpiji 3 kg, karena perbedaan harga cukup besar. Dengan meningkatnya permintaan, sehingga perlu diwaspadai adalah pasokan elpiji 3 kg di pasar rawan kelangkaan. “Sektor konsumsi rumah tangga pasti akan menekan daya beli masyarakat kelas menengah. Kita harus waspadai kenaikan tersebut akan terjadi peralihan penggunaan,” ujarnya.

Tak Miliki Empati

Sementara itu Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pemerintah tidak memiliki empati kepada rakyat. Bahkan pemerintah tidak pantas menaikkan harga elpiji 12 kg. Apalagi saat bersamaan banyak harga kebutuhan pokok yang melonjak, sehingga menambah beban masyarakat. “Terakhir kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) yang menyebabkan fluktuasi harga sembako,” katanya.

Kebijakan pemerintah tersebut menurut Tulus, akan berdampak beralihnya masyarakat pengguna gas elpiji 12 kg ke 3 kg, karena terjadi penurunan daya beli. Padahal selama ini pemerintah hanya memperuntukan gas 3 kg untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. “Jika elpiji 3 kg mulai langka dan elpiji 12 kg makin mahal, dapat menimbulkan keresahan masyarakat dan berpotensi kembali beralih ke kayu bakar,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi VII Satya W Yudha mengingatkan juga pemerintah bahwa kenaikan harga elpiji 12 kg akan berimbas pada subsidi gas 3 kg. Sebab, kenaikan tersebut akan meningkatkan migrasi ke elpiji bersubsidi (3 kg). “Jika penggunaan elpiji 3 kg membengkak akan memberi imbas ke subsidi negara, sehingga anggaran negara akan semakin terbebani,” ujarnya.

Satya menyesalkan, pemerintah telah melupakan bahwa gas 3 kg dan 12 kg merupakan satu komoditas dengan dua harga. Gas elpiji 3 kg merupakan barang subsidi, sedangkan gas elpiji 12 kg non subsidi. “Dengan naiknya harga gas elpiji 12 kg, masyarakat akan makin banyak yang pindah ke 3 kg. Kalau permintaannya bertambah pemerintah harus menambahkan subsidinya,” kata dia.

Untuk itu, menurut dia, Pertamina perlu menghitung kembali agar tidak ada migrasi dari pengguna elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg, akibat disparitas harga yang terlalu tinggi. “Takutnya nanti akibat migrasi besar-besaran akan ada kelangkaan gas melon,” ujarnya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said tak menyangkal jika kenaikan elpiji 12 kg membuat masyarakat akan berlaih ke elpiji 3 kg. “Begitu yang nonsubsidi naik, maka akan ada migrasi,” katanya.

Sudirman mengatakan, permasalahan migrasi ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu dekat, karena tingginya disparitas harga elpiji non subsidi dengan subsidi. Namun yang pasti, Pertamina harus siap menyuplai tambahan dengan meningkatnya permintaan gas elpiji 3 kg. “Pemerintah tidak tinggal diam dalam permasalahan ini. Kami tengah mencari pola distribusi yang baru untuk gas elpiji,” katanya.

Salah satu alternatif yang pemerintah siapkan adalah pola distribusi distribusi tertutup. Nantinya subsidi akan diberikan langsung kepada masyarakat yang berhak. Sayangnya pemerintah tak pernah belajar, padahal subsidi langsung rawan penyimpangan.[] Joe Lian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*