Setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu ke Washington, surat kabar “Hurriyat” hari Rabu (22/04) mempublikasikan pernyataan pejabat senior AS, “Presiden Obama tidak akan menggunakan istilah genosida untuk apa yang terjadi di Armenia pada tahun 1915, dalam sambutan yang akan disampaikannya dua hari lagi pada acara peringatan seratus tahun insiden tersebut. Namun, ia akan menggunakan istilah “bencana besar”. Kami percaya bahwa kebijakan yang kami tempuh ini adalah benar.” Ia menambahkan, “Menteri Keuangan AS Jack Levy akan berpartisipasi dalam upacara peringatan seratus tahun insiden Armenia, di Yerevan, ibukota Armenia, sebagai wakil dari Amerika Serikat.”
Sebelumnya, Presiden AS telah menggunakan istilah ini sejak tahun 2009 karena rezim Turki yang dipimpin oleh Erdogan. Jika Presiden AS menggunakan istilah genosida seperti yang dilakukan Perancis dan beberapa negara Eropa lainnya, maka hal itu akan memicu kemarahan kaum Muslim di Turki, dan ini akan menimbulkan masalah pada rezim Erdogan yang melayani setiap kebijakan Amerika. Apa yang dilakukan Obama tidak lain adalah untuk meraih sukses besar bagi partainya dalam pemilihan umum yang akan berlangsung pada tanggal 7 Juni mendatang. Sehingga, hasilnya akan mempengaruhi upayanya untuk mengamandemen konstitusi agar sistem presidensial memiliki otoritas penting di tangan Presiden.
Pada saat yang sama, Eropa mengambil langkah berbeda. Parlemen Eropa mengadopsi penggunaan istilah genosida. Hal itu dilakukan sehari setelah Paus menggunakan istilah ini, sebagai upaya untuk mengambil hati Katolik, sebab mereka menganut Kristen Ortodoks yang anti-Katolik. Sehingga, mengakibatkan semua pemerintah Eropa menggunakan istilah ini. Dengan demikian telah terjadi kesepahaman antara dua partai yang membentuk pemerintahan Jerman, yaitu Partai Demokrat Kristen dan Partai Demokrat Sosialis, untuk mengeluarkan pernyataan bahwa “genosida dan pengusiran paksa di Armenia merupakan contoh sejarah genosida”.
Eropa menggunakan masalah ini untuk menekan Turki agar tidak masuk ke Uni Eropa. Eropa juga terpaksa menggunakan istilah itu untuk mewujudkan kepentingannya dan untuk menekan rezim Erdogan yang pro-Amerika. Sehingga, Eropa bersikap negatif dalam masalah ini, memprovokasinya, serta memanfaatkan setiap masalah apapun baik dalam atau luar negeri untuk menentangnya.
Pada saat Turki mengakui genosida Armenia, maka hal itu akan menyebabkan Turki harus meminta maaf, membayar kompensasi kepada keluarga korban Armenia yang diklaim sejumlah 1,5 juta jiwa telah dibunuh seratus tahun yang lalu oleh Pemerintahan Utsmani selama Perang Dunia I. Turki menolak angka ini dan mengakui bahwa benar ada pembunuhan dan pengusiran, namun belum mencapai tingkat genosida, dan angkanya tidak sebanyak itu. Hal itu terjadi, sebab Armenia mengkhianati Pemerintahan Utsmani, mereka membunuh banyak kaum Muslim dengan dukungan Rusia. Armenia saat itu bekerja sama dengan Rusia ketika menyerang wilayah timur Turki dan mendudukinya untuk waktu yang singkat sebelum menarik diri dari perang. Perlu diketahui bahwa hal itu tidak fokus pada pengkhianatan orang-orang Armenia dan pembunuhan yang mereka lakukan terhadap banyak kaum Muslim. Padahal, saat itu orang-orang Armenia diperlakukan dengan baik sebagai Ahlud Dimmah (warganegara non-Muslim) selama ratusan tahun, sejak kaum Muslim menaklukkan Armenia pada masa dua Khalifah Rasyidin, yaitu Umar dan Utsman radliyallāhu ‘anhumā (kantor berita HT, 28/4/2015).