Media melaporkan, selama akhir pekan, lebih dari 1000 orang dikhawatirkan tewas dalam bangkai-bangkai kapal migran. Associated Press menyebutkan, para pengungsi mencari perlindungan di Eropa dalam upayanya melarikan diri dari “konflik, tekanan, dan kemiskinan” di Afrika, Asia, dan Timur Tengah, yaitu dari Eritrea, Niger, Suriah, Irak dan Somalia. Reuters juga mencatat bahwa para kritikus menggambarkan tanggapan Eropa atas peristiwa itu sebagai strategi “membiarkan orang-orang tenggelam untuk mencegah orang lain yang membutuhkan bantuan melakukan hal yang serupa”.
Komentar:
Benteng Uni Eropa sedang bersiap-siap untuk membiarkan ratusan ribu orang Muslim, yang sebagian besar kaum perempuan dan anak-anak, dibawa ke kapal-kapal yang sudah reyot, penuh sesak, dengan mesin rusak, dan akan tenggelam di Laut Mediterania. Sebagai tanggapan atas tragedi kapal karam di dekat pantai Lampedusa, tanggal 3 Oktober 2013 lalu, “Mare Nostrum” diperkenalkan oleh otoritas Italia sebagai operasi “militer dan kemanusiaan” di Selat Sisilia. Operasi ini dimulai secara resmi tanggal 18 Oktober tahun 2013 dan berakhir pada tanggal 31 Oktober 2014 silam. Rencana pengganti telah disiapkan dengan 19 negara Uni Eropa sebagai pesertanya, serta tidak kurang dari tiga juta euro per bulan dikeluarkan untuk operasi yang dijuluki Operasi Triton. Kapal-kapal patroli yang kecil dan sedikit disiapkan dan hanya akan berkeliling di pesisir Italia. Siapa pun yang ditinggalkan oleh sindikat perdagangan manusia di laut terbuka, tentunya berada di luar jangkauan Operasi Triton.
Negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis dan Jerman secara keras kepala tidak mau menindaklanjuti para pengungsi itu berdasarkan Dublin Two Regulation yang mengharuskan mereka membantu para pengungsi yang melarikan diri ke Eropa. Pemerintah Inggris secara jelas menyatakan posisi mereka pada akhir “Mare Nostrum” ketika kebijakan Inggris secara diam-diam diungkapkan dalam Parlemen Inggris, House of Lords, sebagai jawaban tertulis oleh Menteri Luar Negeri yang baru Lady sAnelay, “Kami tidak mendukung rencana operasi pencarian dan penyelamatan terhadap pengungsi yang dilakukan di Mediterania,” katanya, sambil menambahkan bahwa pemerintah yakin ada “faktor pendorong yang tidak disengaja, yang mendorong lebih banyak imigran untuk mencoba menyeberangi laut yang berbahaya, sehingga menyebabkan kematian yang lebih tragis dan tidak perlu”.
Faktor pendorong yang jelas-jelas mendorong jutaan keluarga Muslim untuk melarikan diri dari perang di Suriah, Irak, Afghanistan dan Somalia adalah kebijakan luar negeri dari negara-negara kapitalis Eropa seperti Inggris, Perancis dan Jerman. Mendukung secara langsung pendudukan negeri Muslim secara militer di Irak atau Afghanistan atau mendukung para diktator brutal seperti Assad telah mengakibatkan pengungsian besar-besaran dan krisis kemanusiaan di negara-negara tersebut. Dan sekarang, pengungsinya telah mendarat di depan pintu negara-negara Eropa itu.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh Tsuroyya Amal Yasna