Menurut Koalisi Anti Utang (KAU) utang dijadikan instrumen sebagai alat penjajahan gaya baru. “Kita bisa lihat dari sisi ekonomi dan politik. Dari sisi ekonomi, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang bisa kita lihat utang merupakan praktik dari instrumen penjajahan ekonomi di Indonesia,” ujar Ketua KAU Dani Setiawan seperti diberitakan tabloid Media Umat Edisi 151: Indonesia Terancam Neoimperialisme, Jum’at (15 Mei-4 Juni).
Pertama, semakin besar ketergantungan Indonesia kepada utang luar negeri secara khusus, itu semakin besar juga ketergantungan Indonesia terhadap impor. Karena pada praktiknya utang luar negeri dan utang proyek sebagai bentuk fasilitas belanja kredit secara barang dan jasa. Di saat pemerintah meneken perjanjian utang luar negeri pada saat yang sama berarti merelakan pasar barang dan jasa kita dikuasai negara pemberi utang.
“Artinya kita sedang menghidupi industri di negara-negara maju dan pengangguran terdidiknya mendapatkan pekerjaan akibat satu transaksi utang luar negeri kita,” ujarnya.
Kedua, banyak UU yang lahir dari utang luar negeri. Banyak sekali contohnya. Mulai dari UU Sumber Daya Air, UU Ketenagalistrikan, UU Penanaman Modal dan UU lainnya yang berkaitan dengan bidang ekonomi yang umumnya lahir dari matrik kebijakan yang keluar dari pemerintah Indonesia dalam kaitannya dengan setiap pencairan utang luar negeri.
“Tentu saja semua UU tersebut melegitimasi dominasi asing dalam sektor-sektor perekonomian Indonesia atau membuka praktik liberalisasi, privatisasi,” jelasnya.
Ketiga, dalam anggaran. Dalam konteks ini bisa melihat dari sisi pembelanjaan dan pendapatan. Dari sisi pembelanjaan, semakin tergantung kepada pihak asing melalui utang, pihak asing dengan sangat leluasa mengintervensi kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan APBN yang sebenarnya kewajiban pemerintah memenuhi anggaran negara untuk kesejahteraan rakyat tetapi tidak bisa dilakukan karena pihak asing melalui lembaga-lembaga kreditor internasional memaksa pemerintah untuk membuat kebijakan anggaran yang lebih memprioritaskan pembayaran utang.
“Salah satu caranya mereka memerintahkan pencabutan subsidi, melakukan privatisasi, agar pembayaran utang tetap lancar,” ungkapnya.
Dari sisi pedapatan juga begitu. “Pemerintah juga didorong agar melakukan optimalisasi sumber daya alam kita dengan diprivatisasi agar pemerintah mendapatkan uang agar bisa memenuhi kewajiban membayar utang,” bebernya.
Sedangkan secara politik, Dani menyatakan negara-negara yang memiliki utang yang besar kepada negara-negara kapitalis itu dengan sangat mudah didorong dan dikontrol sesuai dengan kebijakan kepentingan negara kapitalis.
“Mereka juga sangat berkepentingan mengatur rezim-rezim, dipilih dari dalam negeri Indonesia untuk menjadi rezim baru orang-orang yang siap melanjutkan utang,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo