Terungkapnya kasus Utomo Perbowo —dosen sebuah perguruan tinggi swasta di Cileungsi, yang menelantarkan anak— menurut Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (Muslimah HTI) Iffah Ainur Rochmah merupakan alarm adanya pola asuh salah, disfungsi keluarga dan cacat produk pendidikan sekuler.
“Kasus penelantaran dan kekerasan anak yang dilakukan Utomo Perbowo harus menjadi alarm bagi kita semua,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Sabtu (16/5) melalui surat elektronik.
Alarm pertama, buruknya pola asuh keluarga. Anak dianggap tidak tahu apa-apa bahkan dianggap sebagai bagian kepemilikan yang bisa diperlakukan sesuka pemiliknya. Sebenarnya tidak sedikit keluarga Indonesia yang memiliki kondisi serupa. Padahal ini bisa berpengaruh besar pada corak generasi bangsa ini di masa depan. Pendidikan keluarga dengan kekerasan menghasilkan generasi yang rendah kepercayaan diri, bersikap negatif, membangkang dan berpotensi mereproduksi kekerasan berikutnya.
“Sayangnya, negara saat ini belum bisa diharapkan mampu menyiapkan setiap orang tua memiliki pola asuh benar melalui pembekalan di jalur formal (kurikulum pendidikan sekolah) maupun jalur non formal lewat penyuluhan, pendampingan lembaga-lembaga nonformal dan media,” ujarnya.
Alarm kedua, disfungsi keluarga mencapai level semakin buruk. Keluarga tidak lagi bisa menjadi tempat yang mengayomi, merawat dan memberi teladan bagi anggotanya, tapi malah menjadi horor dan contoh buruk bagi anak. Orang tua mengkonsumsi miras dan pecandu narkoba. Anak-anak jadi korban ketidakmampuan hadapi stres. “Disfungsi keluarga semakin banyak terjadi seiring modernitas dan kehidupan berbasis demokrasi,” ungkapnya.
Nilai HAM yang merupakan substansi demokrasi, membuat keluarga individualis, tak mau mendengar nasihat lingkungan dsb. Negara juga sangat lemah memberantas hal-hal yang mempengaruhi lahirnya disfungsi keluarga. “Misal, negara lemah dan membiarkan tontonan porno,kekerasan, juga produksi miras dan peredaran narkoba, dll,” Iffah mencontohkan.
Alarm ketiga, bukti pendidikan sekuler cacat. Bisa menghasilkan orang yang cakap ilmu, tapi bobrok perilaku. Ini karena sistem pendidikan saat ini sekular, memisahkan urusan agama, moralitas dari keahlian. Dari kasus ini semestinya ada evaluasi mendasar terhadap peran negara dalam mewujudkan keluarga yang mampu melakukan fungsinya secara memadai.
Negara tak boleh bertindak bak pemadam kebakaran saja dalam memberikan perlindungan anak. Negara juga harus merubah pendidikan sekular dengan pendidikan berdasarkan Islam hingga bisa hasilkan pribadi Islami yang utuh cakap ilmu dan mulia perilaku. Tak ada kekerasan yang dilakukan baik terhadap istri, anak maupun sesamanya.
“Negara kita harapkan juga tegas menutup produksi miras, tegas berantas narkoba dan konsisten menghadirkan media yang mendidik-bukan malah merusak. Kita semua butuh negara berdasarkan syariat Islam, khilafah islamiyah,” pungkasnya. (mediaumat.com, 17/5/2015)