Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) DPD I Sulawesi Tenggara, menggelar Rapat dan Pawai Akbar (RPA) 1436H di lapagan Eks MTQ Kendari, Minggu (17/5).
Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 40.000 peserta yang berasal dari seluruh pelosok Sulawesi Tenggara diantaranya Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Konawe Selatan dan Bombana.
Pada 10 Mei 2015 lalu, kegiatan serupa telah digelar di Kabupaten Buton, Muna, Wakatobi, Buton Utara, yang dipusatkan di Kota Baubau.
Humas Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Sulawesi Tenggara, Saenuddin, mengatakan RPA 1436H yang bertajuk Bersama Ummat Tegakkan Khilafah diselenggarakan di 36 Kota di seluruh Indonesia dan puncaknya di Jakarta pada 30 Mei 2015 mendatang. Semua itu dilakukan, sebagai medium untuk mengokohkan visi dan misi perjuangan umat demi tegaknya kembali kehidupan Islam, khilafah islamiyah.
“Di kegiatan kali ini, kami menghadirkan Ust. La Malesi, M.Si (HTI DPD I Sultra), 3 pembicara diantaranya, Ust Muslim SE (HTI DPD I Sultra), Ust. Muh Yasin SPd (HTI DPD I Sultra), dan Ust Shobran (DPP HTI). Selain itu, dimeriahkan juga oleh Ust HM. Hari Mukti (DPP Hizbut Tahriri Indonesia),” jelasnya.
Di waktu yang sama, dalam orasinya Ust. Muslim mengatakan, saat ini Indonesia berada dalam kungkungan neoliberalisme dan neoimperialisme yang makin luas dan makin mencengkeram. Neo-liberalisme adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara dalam bidang ekonomi.
“Pengurangan peran negara dilakukan dengan privatisasi sektor public dan atau pencabutan subsidi komoditas strategis, seperti migas, listrik, jalan tol, pupuk dan lainnya; penghilangan hak-hak istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan perundang-undangan yang menyetarakan BUMN dengan perusahaan swasta. Jadi,neoliberalisme sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju corporate state (korporatokrasi), inilah juga yang dimaksud dengan penjajahan gaya baru,” katanya.
Ketika itu, kata dia, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat menjual berbagai sumberdaya alam atas nama undang-undang. Sehingga keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan korporat baik domestik maupun asing. Jelas sekali negeri ini harus segera diselamatkan. Dan tak ada pilihan lain kecuali wajib diselamatkan dengan Islam. Yakni dengan penerapan syariah dan khilafah.
Selain itu, kegiatan tersebut juga di isi oleh Ust. HM. Hari Mukti yang membawakan puisi yang bertajuk tentang Indonesia Milik Allah. Dalam puisi tersebut juga dikatakan, setelah khilafah Islamiyah di runtuhkan pada tahun 1924 M 90 tahun lalu sejak itu sampai saat ini demokrasi menggantikan hukum islam, sejak itu pula kesengsaraan, penderitaan menimpa ummat ini dan ummat lainnya di berbagai negeri. artinya Indonesia adalah ciptaan Allah maka hukum Allah lah yang sejatinya diterapkan di negeri ini. (http://rakyatsultra.co.id, 18/5/2015)