Jika ada umat Islam yang tidak diakui di negaranya, lalu diusir dan terdampar di negara-negara lain hal itu tidak hanya terjadi pada penduduk Rohingya. Di Kuwait, hal itupun terjadi pada sebagian penduduknya.
Mereka disebut bidun (kata dari bahasa Arab yang artinya “tanpa”), dan mereka tidak memiliki paspor Kuwait – atau dokumen apapun – berarti bahwa mereka mengalami kesulitan untuk mendaftar di sekolah, mendapatkan surat izin mengemudi dan mereka tidak bisa bebas bepergian ke luar negeri.
Ada banyak orang bidun di negara-negara Teluk, dan diperkirakan ada 100.000 hingga 120.000 orang di Kuwait atau sepersepuluh dari jumlah penduduknya. Pemerintah menganggap mereka warga ilegal dan mengklaim mereka benar-benar berasal dari negara-negara terdekat seperti Suriah dan Irak, tetapi mereka membuang paspor asli dengan harapan mendapatkan kewarganegaraan Kuwait dan banyak manfaat sosial dan ekonomi dari negara kaya minyak itu. Sebagian bidoon mengklaim bahwa mereka sebenarnya orang Kuwait tapi hanya tidak mendaftar untuk mendapatkan kewarganegaraan saat negara modern itu didirikan pada tahun 1960-an.
Banyak dari mereka yang dipecat bekerja dari kementerian di Kuwait. Awal pekan ini Departemen Agama membatalkan keputusan mereka dan Departemen Kesehatan mengatakan akan terus menggunakan para bidun – tapi hanya untuk shift pagi.
“Memecat para bidoon yang sarat dengan beban hidup sebelum Ramadhan merupakan tindakan yang tidak Islami atau tidak manusiawi,” salah seorang anggota parlemen mentweet.
“Bayangkan jika anda orang yang tanpa tanah air, tanpa pekerjaan, tanpa gaji, tanpa akomodasi, apa arti hidup yang anda miliki? Anda mungkin akan menjadi pelaku kriminal atau menjadi bandar narkoba,” kata pengguna Twitter lain
Dan tahun lalu, Kuwait mengumumkan bahwa mereka akan menawarkan kewarganegaraan kepada para bidun ke Kepulauan Komoro – yang ribuan kilometer jauhnya.
Langkah itu memicu gelombang kemarahan di media sosial, seperti halnya hukuman deportasi yang diberikan kepada salah satu aktivis bidoon pada bulan Januari. (BBC, 5/6/2015)