Kota Santri. Begitulah Kota Tasikmalaya, Jawa Barat kerap dijuluki. Julukan itu telah melekat sejak era 1980-an. Betapa tidak. Hampir di seluruh wilayah yang terdiri dari delapan kecamatan dan 69 kelurahan itu tersebar pondok pesantren. Bahkan, pesantren di wilayah itu telah melahirkan tokoh perjuangan nasional yang termasyhur, seperti KH Zainal Mustafa.
Seiring waktu, Kota Tasikmalaya telah menjelma sebagai salah satu kota besar di wilayah Priangan Timur. Masalah yang dihadapi kota seluas 171,56 km2 itu pun kian kompleks. Setiap tahun angka kriminalitas di kota santri pun terbilang tinggi. Berdasarkan data Polresta Tasikmalaya, kasus kejahatan yang terjadi selama tiga tahun terakhir di kota penghasil bordir itu tergolong tinggi.
Pada tahun 2006, kasus kejahatan yang terjadi di wilayah itu mencapai 565 kasus. Tahun itu, tercatat enam kasus pemerkosaan. Tahun 2007, angka kriminalitas di wilayah hukum Polresta Tasikmalaya meningkat menjadi 691 kasus. Setahun kemudian, kasus kejahatan tercatat sebanyak 568 kasus. ”Untuk ukuran kota di Priangan Timur angka kriminalitas tergolong tinggi,” ungkap Kapolresta Tasikmalaya, AKBP Aries Syarief Hidayat.
Pergeseran budaya itu telah mengusik kalangan ulama dan tokoh masyarakat. Tak heran, bila kemudian para ulama di Kota Tasikmalaya menggulirkan sebuah gagasan untuk memperbaiki dan melindungi masyarakatnya. Kini, mereka sedang menyuarakan dan memperjuangkan terwujudnya Peraturan Daerah (Perda) Penegakan Syariat Islam di kota berpenduduk 617.767 jiwa itu.
”Perda Syariat Islam adalah harga mati untuk mengatur kota ini. Mau bagaimana nasibnya kalau kondisi saat ini terus dibiarkan?” tegas KH Asep Maoshul, Pimpinan Ponpes Miftahul Huda, Kota Tasikmalaya. Kiai Asep mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat yang telah berubah. Ia meminta agar masyarakat tak apatis dalam menyikapi rencana pemberlakukan Perda Syariat Islam.
Menurut dia, masyarakat justru harus menyambut perjuangan para ulama yang menginginkan hadirnya Perda Syariat Islam. ”Perda ini, insya Allah bisa mengubah wajah Tasikmalaya menjadi lebih tertib, aman dan nyaman,” ucapnya. Guna memperjuangkan lahirnya perda itu, kalangan ulama di Kota Tasikmalaya telah mendeklarasikan di Presidium Komite Penegakan Syariat Islam (PKPSI).
Barisan para ulama Kota Tasikmalaya pun telah berhasil menyusun rancangan Perda Penegakan Syariat Islam. Rancangan perda itu disusun dalam pertemuan yang berlangsung di Pesantren Tajur, Indihiang. Rancangan perda itu terdiri dari 11 bab dan 27 pasal terdiri dari peraturan pelaksanaan syariat Islam yang fokus pada bidang aqidah, ibadah dan syi’ar Islam.
Dalam draft perda yang disusun sekitar 300 ulama itu pun mengatur tentang pengawasan, penyidikan dan penuntutan. Selain itu,, juga tercantum bab mengenai pengadilan dan ketentuan pidana. Pimpinan Ponpes Tajur, Indihiang, KH Miftah Fauzi, mengungkapkan, draft perda itu disusun para ulama sebagai bentuk kewajiban warga untuk melindungi wilayahnya.
Para ulama menyatakan draft perda Syariat Islam yang mereka susun akan disampaikan kepada DPRD setempat. Namun, mereka tak tergesa-gesa untuk mendesak Dewan segera mengesahkannya. Kalangan ulama memandang perlu untuk menyosialisasikan terlebih dahulu pentingnya kehadiran Perda Syariat Islam.
”Yang penting untuk dilakukan saat ini, langkah pengenalan dan pemahaman kepada semua warga tentang syariat Islam,” ujar Miftah. Jangan sampai, kata dia, masyarakat apatis dan dan takut terhadap rencana penerapan tersebut. Pihaknya berharap masyarakat akan menyambut dan menghormati hadirnya Perda Syariat Islam.
Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Nurul Awalin mengaku tak mempersoalkan adanya keinginan ulama untuk menerapkan syariat Islam. Akan tetapi, kata dia, jika harus ditegakkan dengan membuat perda khusus, itu masih membutuhkan waktu lama. Secara pribadi dirinya mengaku sepakat jika penegakan Syariat Islam diwujudkan dalam nilai-nilai kehidupan sehari-hari.
Meski begitu, ternyata ada pula warga Kota Tasikmalaya yang tak sepakat dengan rencana itu. ”Walaupun saya beragama Islam, namun kondisi di Tasikmalaya berbeda dengan di Arab Saudi atau di Aceh sekalipun. Jadi, sebaiknya usulan itu ditunda saja,” ujar Budi seorang warga. Ia mengaku sudah terlanjur nyaman dengan kondisi saat ini. Akankah mimpi dan perjuangan para ulama Kota Tasikmalaya itu terwujud? (Republika, 12/02/03)
Subhanallah, Seandainya saja Pemerintah indonesia memberi harga mati pada Syariat ZIslam. InsyaAllah Kemaslahatan ummat Terjamin. Semoga terealisasi dan diridloi Allah menerapkan PERDA Syariah….
syariat Islam adalah solusi. jadi jadikan sebagai dasar Negara ini kalau mau sejahtera
Moga Saudaraku…Umat Islam yang belum setuju diberlakukannya Syariat Islam..diberi Hindayah dan Petunjuk oleh Allah SWT Amin..
Aneh melihat orang Islam yg msh mrgukan syariah ISLAM!
pdhl jls syariah ISLAM jls mmbwa ksjhtraan dan knyamanan dlm khdpn brmsyrkt
saya setuju saja bila mana perda tersebut di amandemenkan atau di uu-kan terlebih perda tentang sariat islam di mana kontek kultul tempat tersebut sudah banyak mengalami hegonisme otak atau pun heterogen pemikiran leberal di mana tempat(TASIK MALAYA) itu sudah tidak pantas lagi dikatagorikan sebagi kota santri lagi karna sudah pudarnya adat kesantriannya…
semoga diberlakukanya perda sariat tersebut membuat suatu perubahan yang telah lama hilang di kota tersebut…..amin
alloh hu akbar……3x
saya setuju sekali kalau perd syariah di terapkan di kota tasikmalaya
kita harus islam lahir batin,,,,,,,,,semoga allah memberikan hidayah untuk orang2 islan yang menolak perda sariah islam…………………