Menurut South China Morning Post, PNS, pelajar dan guru di Bole County Xinjiang diperintahkan untuk “tidak terlibat dalam aktivitas puasa, bangun untuk shalat atau melakukan kegiatan keagamaan lainnya. [1]”
Biro Pendidikan di Kota Tarbaghatay, atau Tacheng dalam bahasa Mandarin, juga memerintahkan sekolah-sekolah untuk menyarankan para siswanya beberapa perintah: “Tidak boleh perpuasa, tidak masuk masjid…dan tidak menghadiri kegiatan keagamaan [2]”.
Sebagaimana dalam tahun-tahun sebelumnya, anak-anak sekolah adalah yang termasuk yang diarahkan untuk melaksanakan puasa Ramadhan dan perayaan agama lainnya. Perintah serupa juga diposting di situs-situs biro pendidikan lainnya dan sekolah Xinjian. Para pejabat di wilayah Qiemo County bertemu dengan para pemimpin agama setempat untuk memerintahkan mereka akan ada peningkatan inspeksi selama bulan Ramadhan untuk “menjaga stabilitas sosial” [3].
William Nee, seorang peneliti Cina dari Amnesty International, mengatakan bahwa apa yang terjadi di perbatasan Cina sungguh mengkhawatirkan. Dia menuduh Pemerintah Cina melakukan tindakan tangan besi, dengan mengatakan “masyarakat yang bercadar, berjenggot dan memakai T-Shirt yang bergambar bulan sabit Islam telah dilarang di banyak kota di seluruh Xinjiang. Para siswa telah dibatasi untuk melaksanakan puasa Ramadhan. Ada pula laporan pemaksaan untuk makan terhadap orang-orang yang bersikeras untuk berpuasa. Yang lainnya telah dikenakan tindakan disiplin karena secara terbuka beribadah atau men-download materi-materi yang tidak dikehendaki. [4]”
Ragam Upaya Sistematis untuk Menghapus Islam
Kebijakan Cina terhadap Islam dan Muslim Uighur merupakan tindakan berkelanjutan untuk secara sistematis menghapus identitas Islam. Ketegangan antara kaum Muslim Uighur dan Han Cina telah ada sejak Tentara Pembebasan Rakyat memasuki wilayah itu 64 tahun yang lalu. Kaum Muslim secara historis hidup di Turkistan Timur sejak Mongol menaklukkan dunia yang diakhiri oleh kaum Muslim. Setelah itu banyak orang Mongol yang memeluk Islam. Provinsi ini kemudian dihuni oleh umat Islam yang juga berasal dari Kazakhstan, Kirgiztan dan Tajikistan. Xinjiang berukuran empat kali lebih besar dari Jerman, tetapi hanya memiliki 22 juta penduduk. Uighur Muslim merupakan sekitar 45% dari penduduk di wilayah ini, tetapi selalu mengalami diskriminasi dan kekerasan politik oleh Han Cina yang dulu hanya merupakan 6% dari penduduk Xingjian. Namun, Beijing mempromosikan migrasi besar-besaran pemukim Han Cina sebagai bagian dari kebijakan yang berkelanjutan untuk mendukung daerah terpencil dan terbelakang Xinjiang dan Tibet yang kini menyamakan dengan 39% dari jumlah penduduk. Pada kenyataannya migrasi ini adalah upaya untuk melemahkan konsentrasi etnis Muslim dan sebaliknya menguatkan status mereka sebagai kelompok mayoritas.
Geopolitik Xinjiang
Xinjiang sebagaimana Tibet telah lama melayani Cina dengan rute perdagangan yang dikenal sebagai rute Silk Road (Rute Jalan Sutera). Rute ini telah digunakan oleh berbagai dinasti dari masa lalu untuk mempertahankan kekuasaan antara Asia Tengah, Timur Tengah dan Eropa. Pada masa lalu rute-rute ini telah digunakan untuk memasok Cina dengan komoditas untuk mengurangi rute angkatan laut karena adanya semangat melakukan perdagangan lewat jalur darat di wilayah Barat. Namun, era modern menyebabkan Cina untuk fokus pada rute laut di lautan yang luas yang membuat booming pelabuhan-pelabuhan di Shanghai dan Qingdao. Namun, masalahnya sekarang adalah patroli pasukan AS yang mengelola strategi AS di Asia Pasifik pada saat ini untuk mendapatkan pijakan atas pasar energi. Hal ini telah menjadikan rute laut pilihan yang rentan. Dengan demikian alternatif pilihan lain adalah kembali ke masa lalu melalui rute Silk Road yang akan memungkinkan Cina untuk mengangkut minyak dan gas alam melalui jaringan pipa ke pantai Cina dengan aman. Alhasil, Xinjiang demikian penting bagi Cina karena rute Silk Road terletak di bagian di barat laut negara itu.
Memang, sejarah Xinjiang sebagai jalur perdagangan dan penyangga pelindung masih membentuk kepentingan dan kebijakan Beijing di wilayah tersebut pada saat ini, terutama karena pemerintah mencari cara untuk memperluas energi dan perdagangan lewat darat dengan Asia Tengah. Bagi Beijing, Xinjiang banyak memberikan ragam kesempatan: yakni sebagai tempat transportasi koridor energi dan sumber daya dasar. Provinsi itu akan menjadi penting bagi upaya industrialisasi dalam negeri dan mengurangi gangguan yang mungkin dihadapi Cina dalam hal pasokan di Selatan dan Timur laut Cina. Pada saat yang sama, visi paling ambisius Beijing bagi Xinjiang adalah sebagai jalan Trans-Eurasia, kereta api dan sistem pipa [5].
Populasi Muslim Uighur dipandang sebagai hambatan bagi visi komersial Cina sehingga menimbulkan kekhawatiran keamanan terhadap keberadaan Muslim.
Cina Bergabung dengan “Perang Melawan Teror”
Perang yang dilakukan Barat atas gagasan politik Islam adalah narasi nyaman bagi Cina untuk mengejar tujuan regional dari melemahkan konsentrasi etnis Muslim. Cina telah mengadopsi bahasa politik “perang melawan terror” dengan menggunakan istilah-istilah seperti “ekstremisme” untuk mengembangkan ancaman keamanan nasional. Cina mengatakan, ia menghadapi “ancaman teroris” di Xinjiang. Para pejabat Cina lalu menyalahkan kelompok “ekstremisme agama” atas tumbuhnya kekerasan. Pemerintah Cina secara sinis menggunakan label palsu yang jelas untuk membasmi ‘ekstremisme dan terorisme agama’ sebagai kedok untuk melakukan serangannya yang tanpa henti dan sudah berjalan puluhan tahun. Ini adalah kampanye kejam yang menimpa kaum Muslim Xinjiang dengan pelecehan, penindasan agama dan pemaksaan asimilasi bagi mereka untuk meninggalkan keyakinan Islam yang sudah berakar. Taktik ini termasuk tindakan keras melarang kaum pria Uighur Muslim untuk berjanggut serta pembatasan kaum Muslimahnya untuk mengenakan busana Muslimah di gedung-gedung dan tempat-tempat Pemerintah. Selain itu, rezim Cina telah melarang pendidikan agama swasta, melarang pegawai negeri atau siapapun di bawah umur 18 tahun untuk masuk ke masjid serta melarang para siswa, guru dan pekerja pemerintah untuk berpuasa di bulan Ramadan.
Kaum Muslim Xinjiang telah mengalami beberapa dekade diskriminasi, penindasan, pengangguran dan kemiskinan yang melumpuhkan. Semua ini adalah akibat kebijakan diskriminatif dari rezim yang menindas. Rezim ini telah memerintah atas mereka dengan tangan besi dan berusaha meminggirkan mereka di tanah air mereka sendiri. Pemerintah Cina jelas-jelas memandang keterikatan kaum Muslim Uighur pada dien mereka sebagai ancaman bagi kepentingan ekonomi mereka di wilayah tersebut. Nasib buruk kaum Muslim Uighur hanya bisa diakhiri dengan pendirian Khilafah yang kemudian dapat menggunakan kekuatan politik, ekonomi dan militernya untuk melarang penindasan atas mereka.
Inggris dan Cina Berbagi Serangan Ideologis terhadap Islam
Para komentator dan wartawan Barat telah menggunakan laporan Cina untuk melarang puasa untuk menyoroti isu kebebasan kaum Muslim yang tinggal di negara-negara tersebut. Kenyataannya, keyakinan dan praktik-praktik agama kaum Muslim yang tinggal di Inggris juga dilarang oleh Pemerintah Inggris. Strategi kontra-ekstremisme Pemerintah yang disebut sebagai “Prevent” dan UU CTS yang baru ini telah menjadikan kewajiban hukum bagi para PNS dan badan-badan publik untuk melaporkan kaum Muslim yang mereka anggap sebagai “ekstremis”. Ekstremisme didefinisikan sebagai “penentangan secara vokal atau aktif terhadap nilai-nilai fundamental Inggris, termasuk demokrasi, aturan hukum, kebebasan individu dan saling menghormati dan toleransi agama dan keyakinan yang berbeda”. Ini berarti bahwa umat Islam yang meyakini praktik-praktik seperti pemisahan jenis kelamin, meyakini bahwa homoseksualitas adalah dosa dan meyakini Khilafah akan menjadi target Pemerintah. Ada juga serangan terhadap daging halal, niqab dan hijab dan bahkan seruan untuk mempersingkat puasa.
Baik Inggris maupun Cina melakukan kebijakan sekularisasi dengan maksud untuk mengasimilasi kaum Muslim ke dalam budaya mereka masing-masing. Simbol-simbol agama Islam diserang untuk melucuti identitas Muslim mereka dan mencegah mereka untuk mengekspresikan pandangan politik yang bertentangan dengan kepentingan nasional mereka. Jadi permusuhan ideologis terhadap Islam lebih buruk dari sebelumnya baik dari Timur hingga Barat.Alhasil, kita tidak bisa mengharapkan simpati terhadap kaum Muslim Uighur dari sebuah negara yang memiliki kebijakan serupa di negara mereka sendiri.
Seruan untuk Bertindak
Sebagai Muslim, kami menyadari bahwa kaum Muslim Uighur memiliki hak atas kami dan kami harus terus meningkatkan kesadaran tentang penderitaan yang mereka alami. Berikut adalah beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk membantu kaum Muslim Xinjiang:
Pertama, meningkatkan kesadaran tentang penindasan yang dihadapi oleh Muslim Uighur. Banyak orang yang tidak menyadari kesulitan yang dihadapi saudara-saudara kita di Provinsi Xinjiang. Kita harus menjadi suara bagi mereka yang tidak memiliki suara dan menggunakan sarana yang kita miliki seperti media sosial dan artikel untuk meningkatkan kesadaran.
Kedua, kita harus meminta tanggung jawab Otoritas Cina dengan menulis kepada mereka, mengadakan demonstrasi dan mengungkap taktik menindas mereka terhadap umat Islam.
Ketiga, kita harus sungguh-sungguh melanjutkan pekerjaan aktivisme politik untuk menegakkan kembali Khilafah di Dunia Muslim dan mengembalikan otoritas politik umat. Hanya melalui kendaraan berupa sebuah negaralah kaum Muslim Uighur dapat diselamatkan.
Keempat, kami mendesak saudara-saudara kita untuk tetap berpegang teguh dalam ketaatan kepada akidah Islam, karena Allah SWT telah berjanji kepada mereka yang mengerjakan amal salih bahwa Dia pasti akan memberikan mereka kemenangan dan membalikkan penindasan dan tirani dari hukum buatan manusia. Allah SWT berfirman (yang artinya): Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan, menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah Aku dengan tiada mempersekutukan apapun dengan Aku. Siapa saja yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik (TQS an-Nur [24]: 55). []
Sumber:
1 http://www.scmp.com/news/china/ociety/article/1823467/civil-servants-students-teachers-chinas-xinjiangbanned-fasting
2 http://www.ibtimes.com/ramadan-2015-fasting-banned-china-muslim-government-employees-studentsteachers-1975294
3 http://www.asiantribune.com/node/87229
4 http://www.scmp.com/news/china/ociety/article/1823467/civil-servants-students-teachers-chinas-xinjiangbanned-fasting
5 http://www.ibtimes.com/ramadan-2015-fasting-banned-china-muslim-government-employees-studentsteachers-1975294
6 http://www.asiantribune.com/node/87229
7 http://www.saudigazette.com.sa/index.cfm?method=home.regcon&contentid=20150624248192
8 https://www.stratfor.com/analysis/chinas-ambitions-xinjiang-and-central-asia-part-1