Kuala Lumpur – Implementasi penegakan syariah di Indonesia bukanlah dihambat oleh kalangan di luar Muslim. Hambatan utamanya justru dari kalangan Muslim itu sendiri.
Tantangan syariat Islam datang dari para orientalis pengkaji studi Islam. Kemudian argumentasi-argumentasi mereka banyak dimanfaatkan oleh para penentang hukum Islam di Indonesia dari umat Islam sendiri.
Hal ini dikatakan Ketua Umum Himpunan Intelektual dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI) Malaysia Dr Syamsuddin Arif dalam acara pelantikan kepengurusan HISSI Wilayah Malaysia.
Organisasi ini diresmikan oleh Atase Pendidikan Kedutaaan Besar (KBRI) Kuala Lumpur, Malaysia, Imran Hanafi MA, di International Islamic University Malaysia (IIUM), Sabtu (14/2/2009). Acara ini juga dihadiri oleh Ketua Umum Majelis Pengurus Nasional HISSI, Prof Dr H Muhammad Amin Suma, SH, MA, M.M, dan Dewan Pakar HISSI Malaysia, Assoc. Prof Dr Sohirin M Sholihin.
Arif menyebutkan lima teori orientalis tentang syariah Islam yang tidak memiliki bukti data yang akurat. Di antaranya: pertama, syariat Islam tidak lebih sekedar wacana, karena tak pernah dilaksanakan dalam kenyataannya. Kedua, syariat Islam bersifat sewenang-wenang.
Ketiga, sejak awal telah terjadi perceraian antara syariah dan negara. Keempat, hukum Islam adalah kacau balau dan bersumber dari adat istiadat yang tidak ada standar rasional seperti hukum barat. Dan yang terakhir, syariat Islam hanya berjalan selama lebih kurang dua abad, kemudian berhenti disebabkan oleh Imam al Syafi’i. Menurutnya, semua teori tersebut tak terbukti kebenarannya dan hanya sekedar mengada-ada.
Imran Hanafi mengatakan, organisasi HISSI adalah bagian daripada kristalisasi ilmu dalam mengimplementasikan syariah. Dia menambahkan, para anggota HISSI ini akan teruji keilmuannya. Kemudian, diharapkan mereka akan mampu menjawab masalah-masalah di masyarakat.
Amin Suma menjelaskan, HISSI bukanlah terbatas untuk para sarjana Syariah saja, akan tetapi terbuka untuk para akademisi di luar bidang ini. Organisasi ini dimaksudkan untuk memasarkan syariah dan mensyar’ikan masyarakat. Hal ini, menurutnya, penting sekali karena masyarakat banyak belum memahami syariah yang ebenarnya.
Shohirin menegaskan, syariat Islam adalah sesuatu yang mutlak untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-sehari. Hal ini bisa dilakukan pada level keluarga, masyarakat, ataupun negara. Namun, implementasi syariat Islam tidak akan efektif tanpa adanya dukungan penguasa yang menjadi payung institusi. Untuk itu, dengan adanya dukungan dari penguasa, syariat Islam akan dapat diaplikasikan dengan maksimal dan bisa selalu dimonitor. (detik.com, 15/02/09)
Padahal apabila ummat Islam ini faham untuk berpegang teguh dengan ALQUR’AN dan ASSUNNAH yang merupaka sumber Syareaat Islam, pastilah ummat ini tidak akan sesat selama lamanya dan mengantarkan mereka kepada kebahagian dunia akhirat. Tapi sangat disayangkan ummat ini telah jauh dari kedua sumber Islam itu dengan mengambil peraturan2, perundang undangan, dan faham2 diluar Islam, sehingga ummat ini masih tenggelam dalam dunia kebekuan berfikir, kecuali sedikit dari kalangan uumat ini yang berpegang teguh dengan kedua sumber tersebut. Smoga Alloh memberi Hidayah dan bimbinganNya kepada seluruh ummat Islam.