Pada bulan Ramadhan 1436 H yang penuh berkah kemarin, Hizbut Tahrir kembali mengeluarkan seruan penting untuk ummat dan ahlul quwwah (para pemilik power/kekuasaan). Ajakan yang berjudul “Seruan Sebelum yang Terakhir: Dari Hizbut Tahrir kepada Umat Islam Secara Umum dan Khususnya kepada Ahl al-Quwwah wa al-Man’ah” merupakan yang ketiga kalinya di lakukan Hizbut Tahrir. Pertama: lima puluh tahun lalu pada tanggal 20 Rabiul Awal 1835 H (17 Agustus 1969). Saat itu terjadi guncangan terhadap pemikiran Islam dan hukum-hukumnya. Kedua: sepuluh tahun lalu pada 28 Rajab 1426 H (2 September 2005). Saat itu serangan terhadap umat yang memperjuangkan Khilafah makin kuat, juga deklarasi perang salib yang dipimpin Amerika di Irak, Afganistan dan negeri-negeri Islam lainnya.
Seruan ketiga ini dilakukan pada Jumat pertama bulan Ramadhan 1436 H lalu. Saat ini Khilafah telah menjadi opini umum di tengah-tengah umat. Seruan penting ini tentu perlu kita perhatikan. Intinya adalah ajakan Hizbut Tahrir kepada umat untuk menegakkan Khilafah dan secara khusus kepada ahlul quwwah, Hizbut Tahrir menyeru mereka untuk memberikan nushrah (pertolongan) bagi tegaknya Khilafah.
Dalam seruannya, Hizbut Tahrir mengingatkan kembali umat tentang kondisi mereka yang menyedihkan saat ini. Negara-negara kafir penjajah telah mengerubuti kaum Muslim. Kaum Muslim menjadi santapan mereka yang tamak sekaligus buruan pemburu yang rakus. Darah umat Islam tertumpah di mana-mana. Kekayaan alamnya dijarah. Tanah kaum Muslim pun dirampas, termasuk Tanah Palestina yang penuh berkah.
Hizbut Tahrir juga mengingatkan bagaimana Amerika telah menumpahkan darah kaum Muslim, merobek-robek negeri Irak dan Afganistan, memecah-belah Sudan, melepaskan Timor Timur dari Indonesia serta mendukung Yunani menguasai Cyprus. Mereka juga terlibat dalam pembantaian umat Islam di berbagai kawasan dunia, baik dilakukan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Prancis terlibat dalam kejahatan terhadap umat Islam di Afrika Tengah. Rusia melakukan pembantaian di Cremia, Kaukasus, Chechnya dan Tatarstan. Cina melakukan hal yang sama di Turkmenistan (Xianjiang). Rezim Hindu India menzalimi umat Islam di Kashmir. Bahkan negeri kecil seperti Myanmar, dengan dukungan militer dan pendeta Budha militan, juga berani melakukan pembantaian terhadap umat Islam.
Hizbut Tahrir mengingatkan semua urusan kaum Muslim tak akan menjadi baik kembali kecuali dengan apa yang dulu menjadikannya baik. Memerintah dengan Islam dalam sebuah Negara Khilafah ar-Rasyidah, yang dinaungi oleh Rayah ‘Uqab, bendera Rasulullah saw. Hanya dengan ini saja umat ini akan bangkit dari keterpurukannya, terbangun dari kejatuhannya dan perjalanannya pada masa lalu akan kembali, yaitu Khilafah ar-Rasyidah. Negara inilah yang akan menerapkan Islam di dalam negeri serta mengemban Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad.
Dalam seruan tersebut Hizbut Tahrir juga mengingatkan pentingnya Khilafah bukan sekadar karena Khilafah secara faktual akan memberikan kebaikan pada umat Islam dan menjadi jalan kebangkitan. Namun, lebih penting dari itu, penegakan Khilafah ini adalah kewajiban syariah Islam. Khilafah bahkan merupakan kewajiban agung sekaligus induk dan mahkota segala kewajiban. Dengan Khilafah semua hukum syariah bisa ditegakkan dan sanksi hukum bisa dilaksanakan. Tanpa Khilafah, baik hukum maupun sanksi tidak akan bisa diterapkan di tengah-tengah umat manusia. Padahal, “Suatu kewajiban tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.”
Hizbut Tahrir juga mengingatkan bahwa siapapun yang tidak berjuang untuk mewujudkan Khilafah, sementara dia mampu, maka dosanya sangat besar. Jika dia mati, seolah dia mati dalam keadaan Jahiliah, untuk menunjukkan begitu besar dosanya. Sabda Nabi saw., “Wa man mâta laysa fî ‘unuqihî bai’at[un] mâta mîtat[an] jâhiliyyah (Siapa saja yang mati, sementara di atas pundaknya tidak ada baiat [kepada Khalifah], maka dia mati dalam keadaan mati Jahiliah).” (HR Muslim).
Perlu kita catat, ajakan ini dilakukan kemarin pada saat bulan Ramadhan yang penuh berkah. Karena itu Hizbut Tahrir bermohon kepada Allah SWT agar siapapun yang menerima seruan ini pada bulan Ramadhan dibukakan pintu hatinya. Semoga pasca Ramadhan umat Islam menyam-but hari bahagia dan kemenangan. Saat itu takbir dan tahlil dikumandangkan di seluruh dunia. Karena itu pada hari yang bahagia ini sudah seharusnya kita menegaskan kembali komitmen kita untuk menegakkan Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Khilafahlah yang akan menyatukan umat Islam, menerapkan seluruh syariah Islam serta melindungi kehormatan, kekayaan, dan jiwa umat Rasulullah saw. yang mulia ini.
Bukankah yang diinginkan Allah SWT dari shaum kita selama sebulan adalah la’allakum tattaqûn, agar kita menjadi orang yang bertakwa. Bukankah takwa artinya kita wajib menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan meninggalkan seluruh larangan Allah SWT tanpa kecuali? Bukankah takwa artinya kita harus bersatu dan berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia? Bukankah takwa juga berarti kita tidak boleh membiarkan syariah Islam tidak diterapkan? Bukankah orang yang bertakwa tidak akan membiarkan umat Islam dizalimi dan kekayaannya di rampas dengan rakus? Bukankah semua itu mustahil kita wujudkan tanpa adanya Khilafah Islam?
Karena itu pada hari yang penuh bahagia ini, dengan dorongan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT, marilah kita memenuhi seruan Hizbut Tahrir untuk berjuang bersama menegakkan Khilafah. Bagi para ahlul quwwah dan ahlul man’ah, segeralah memberikan nushrah (pertolongan) bagi tegaknya agama Allah SWT. Mari kita penuhi seruan penting Hizbut Tahrir ini:
Seruan sebelum yang terakhir ini kami tujukan kepada Anda: Kami menyeru Anda untuk memberikan dukungan. Karena itu bergabunglah bersama orang-orang yang sebelumnya terlebih dulu telah memberikan dukungan kepada kami. Kami mengulurkan tangan kami kepada Anda. Karena itu raihlah dan bergabunglah bersama ahlul man’ah kami. Bahtera ini hampir saja akan berjalan. Karena itu bersegeralah ikut perjalanan dengan kami: Mereka berkata, “Kapankah itu? Katakanlah [Muhammad], boleh jadi itu sudah dekat.” (QS al-Isra’ [17]: 51).
AlLâhu Akbar! [Farid Wadjdi]