Hiroshima: Cara AS Memimpin Dunia dengan Menjadikan Penduduk Sipil sebagai Target Keuntungan Politik
Berita:
Tanggal 6 Agustus 2015 lalu adalah hari peringatan 70 tahun pengeboman Hiroshima oleh Amerika Serikat. Pada tanggal itu, di tahun 1945, bomber Angkatan Udara AS B-29 Superfortress menjatuhkan 16 kiloton bom atom pada salah satu kota di Jepang tersebut. Akibatnya, sekitar 80.000 warga sipil tewas seketika, sementara 60.000 lainnya tewas pada beberapa bulan berikutnya. Tiga hari kemudian, AS menjatuhkan bom atom lain di Jepang; kali ini di kota Nagasaki, sehingga menewaskan lebih dari 70.000 orang. Kedua kota itu hancur dan penduduknya menderita karena efek radiasi selama beberapa dekade berikutnya.
Komentar:
Serangan AS di Hiroshima dan Nagasaki tidak ditujukan untuk instalasi militer, dermaga, atau fasilitas industri. Sebaliknya, mereka menjadikan pusat geografis kota sebagai target penyerangan, sehingga membuat banyak korban sipil berjatuhan. Meskipun ini adalah pertama kali Amerika menggunakan bom atom, namun beberapa bulan sebelumnya, AS sudah melakukan pembunuhan massal melalui serangan ke Tokyo. Hal ini telah menjadi preseden buruk. Pada bulan Maret 1945, pesawat-pesawat AS menjatuhkan muatan besar bom cluster yang dilengkapi dengan gas beracun napalm, di wilayah terpadat penduduknya di Tokyo, ‘Shitamachi‘. Akibatnya, kota itu terbakar dan sekitar 100.000 orang tewas. Kemudian menyusul serangan serupa terhadap puluhan kota Jepang lainnya. Menurut Survei Pengeboman Strategis AS, dari bulan Januari 1945 hingga Agustus 1945, AS telah menjatuhkan 157.000 ton bom di kota-kota Jepang, dengan perkiraan memakan 333.000 korban jiwa.
Pemerintah AS pada masa lalu dan di masa kini membenarkan serangan mengerikan di Hiroshima dan Nagasaki dengan mengklaim bahwa hal itu diperlukan untuk mengakhiri Perang Dunia II dan menyelamatkan ribuan nyawa dalam jangka panjang. Namun, bukti yang ada menunjukkan sebaliknya. Menurut Survey Pengeboman Strategis AS, yang didasarkan pada wawancara dengan lebih dari 400 perwira dan pemeriksaan log militer Jepang, dilaporkan, “Berdasarkan penyelidikan rinci dari semua fakta dan didukung oleh kesaksian para pemimpin Jepang yang terlibat yang masih hidup, pendapat survei adalah… Jepang akan menyerah bahkan jika bom atom tidak dijatuhkan. ” Oleh karena itu, sejumlah analis berpendapat AS telah melakukan tindakan teroris terburuk dalam sejarah ini adalah untuk meninggalkan bekas pada dunia dan menunjukkan kepada musuh-musuh politiknya dan para saingan AS atas kemampuannya.
Terlepas dari niat AS yang sebenarnya, fakta menunjukkan kebenaran hal ini—bahwa ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dengan proporsi yang luar biasa, yang menargetkan ratusan ribu warga sipil tidak berdosa demi tujuan politik AS, sehingga menjadikan AS pemimpin dunia dalam melakukan peperangan dengan ‘taktik teroris’. Pembenaran atas kejahatan keji tersebut didasarkan pada doktrin merusak bahwa “tujuan menghalalkan segala cara” dan bahwa “sesuatu bisa berjalan selama manfaat material layak didapatkan”. Doktrin-doktrin tersebut didukung oleh sistem kapitalis yang menjadi landasan negara Amerika. Dan itu sebabnya, mengapa taktik AS dengan menyerang warga sipil untuk mendapatkan keuntungan politik terus dilakukan dalam perang di Korea dan Vietnam hingga zaman modern.
Dalam perang Irak misalnya, ratusan ribu warga sipil tewas dalam perang yang dilakukan demi kepentingan nasional Barat. Pemerintah kapitalis Barat terus memasok senjata kepada para diktator brutal yang mempekerjakan mereka untuk melawan rakyatnya, atau memasok senjata di zona perang yang memicu konflik—semuanya demi keuntungan politik atau ekonomi. Dan rezim kapitalis seperti itu tidak segan-segan melepaskan senjata kimia mematikan kepada penduduk sipil di wilayah musuh jika hal itu dianggap bermanfaat bagi tujuan politik atau militer mereka.
Temuan dari penelitian yang diterbitkan bulan Juli di kota Irak Fallujah yang dibom oleh AS pada tahun 2004, dilaporkan adanya peningkatan drastis angka kematian bayi yang cacat serius sejak lahir. Selain itu, penduduk yang menderita kanker dalam 10 tahun terakhir melebihi jumlah korban yang selamat dari pengeboman di Hiroshima dan Nagasaki. AS tentu tidak berarti satu-satunya negara yang telah menargetkan penduduk sipil untuk kepentingan politik atau militer. Pemboman oleh Inggris pada kota Jerman Dresden selama Perang Dunia Kedua juga menewaskan puluhan ribu orang.
Meskipun demikian, pemerintah AS dan kapitalis Barat lainnya terus mengangkat dirinya sendirri sebagai polisi dunia, yang terlibat dalam Perang Teror Global yang juga telah menewaskan ribuan warga sipil tidak bersalah—atas nama (menurut mereka) untuk mencegah pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil oleh berbagai organisasi dan individu—yang sebenarnya hanyalah orang-orang amatir dalam penggunaan taktik perang. Tentu yang mereka lakukan kalah mengerikan dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh negara-negara Barat.
Tidak hanya itu, Barat dengan lancang menyatakan bahwa pendirian Khilafah akan menjadi ancaman bagi warga dunia. Hal ini mereka lakukan walaupun terdapat fakta bahwa Khilafah sesungguhnya yang berdasarkan pada metode kenabian, akan melarang penargetan warga sipil sebagai tujuan atau sasaran.
Ibnu Umar RA meriwayatkan bahwa seorang wanita ditemukan tewas di salah satu ekspedisi Rasulullah SAW sehingga beliau SAW menegur hal itu dan melarang pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak. Abu Bakar, Khalifah pertama, ketika mengirim tentara ke Ash-Sham, mengatakan kepada salah satu komandan batalyon, Yazid bin Abi Sufyan, “Saya menasehati Anda sepuluh hal: Jangan membunuh wanita atau anak-anak atau orang tua, dan orang lemah. Jangan menebang pohon yang sedang berbuah. Jangan merusak rumah yang berpenghuni. Jangan menyembelih domba atau unta kecuali untuk makanan. Jangan membakar lebah dan jangan membuatnya bertebaran. Jangan mencuri dari hasil jarahan, dan jangan menjadi pengecut.”
Jadi pertanyaannya adalah, mana yang sebenenarnya merupakan ancaman bagi keamanan dunia dan kehidupan warga sipil? Negara yang moralnya berubah-ubah semaunya dan yang tidak ragu untuk mentargetkan penduduk sipil tidak bersalah demi kepentingan politik ATAUKAH negara yang menolak doktrin menyesatkan ‘tujuan menghalalkan segala cara’, yang teguh berprinsip dan tidak akan pernah membuang prinsip itu untuk keuntungan politik atau material?
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Dr Nazreen Nawaz
Direktur Muslimah Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir
28 Syawal 1436 H
13/8/2015/