Barat Dukung Kejahatan Diktator Sisi

sisi-HagelDiktator Sisi tahu persis, Barat membutuhkan dirinya sebagai boneka untuk melindungi kepentingan Barat di Timur Tengah, termasuk Mesir.

Tidak sedikit yang bertanya kenapa diktator Mesir yang bengis Abdul Fatah Al Sisi tega berlaku keji terhadap rakyatnya sendiri? Jawabannya, karena Sisi tahu, apapun yang dilakukannya, dirinya akan tetap didukung oleh negara-negara Barat.  Diktator Sisi tahu persis, Barat membutuhkan dirinya sebagai boneka untuk melindungi kepentingan Barat di Timur Tengah, termasuk Mesir.

Tidak mengherankan meskipun Sisi melakukan tindakan yang bengis terhadap rakyatnya  sendiri, negara-negara imperialis Barat justru tetap mendukungnya. Menlu AS John Kerry menyoroti pentingnya hubungan antara Mesir dan AS serta pentingnya Mesir di Timur Tengah sewaktu ia bertemu, Ahad (2/8), dengan Menlu Mesir Sameh Shoukri.

Seperti yang dilaporkan BBC (3/8),  Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry berjanji Washington akan terus mendukung Mesir meskipun terjadi ketegangan mengenai hak asasi manusia. Hal itu disampaikan John Kerry ketika menghadiri dialog strategis antara Mesir dan Amerika Serikat di Kairo selama dua hari yang berakhir Ahad (2/8).

Ditambahkannya, hubungan kedua negara mulai pulih ke tingkat yang kuat. Kendati demikian, Washington akan tetap menekan Kairo terkait penangkapan pembangkang, wartawan dan sidang massal. ”Terang saja, ada sedikit ketegangan terkait isu-isu tertentu,” katanya dalam jumpa pers bersama dengan Menteri Luar Mesir, Sameh Shoukry.

Seperti biasa, isu HAM hanya disinggung sebagai pemanis bibir, untuk menunjukkan seolah-olah Amerika Serikat tetap memperhatikan masalah HAM di Mesir. Realitanya Amerika Serikat tidak akan peduli tentang hal itu. Sementara itu, isu perang melawan terorisme kembali digunakan untuk membenarkan dukungan Amerika. Kali ini dengan menggunakan isu ISIS.

Dalam pidato pembukaannya – seperti yang dilangsir VOA (2/8)-  pada pembicaraan di Kairo, Kerry mengatakan, kedua pihak akan membahas ancaman dari ISIS dan bahwa Mesir telah banyak menderita dalam usahanya memerangi ekstrimisme. Ia menegaskan, perlunya strategi kontraterorisme yang mendapat dukungan – tokoh agama, pendidik dan warga yang menentang doktrin kebencian.

Para pejabat AS mengatakan, pertemuan itu ditujukan untuk menghidupkan kembali kemitraan strategis dengan Mesir yang melambat hingga nyaris terhenti karena keprihatinan HAM AS terkait penggulingan President Mohamed Morsi oleh militer tahun 2013.

Sepekan sebelum pertemuan  itu, AS mengumumkan pengiriman delapan jet tempur F-16 ke Mesir sebagai bagian dari bantuan militer tahunan yang bernilai 1,3 milyar dolar. Kerry mengatakan, AS akan terus memberikan pelatihan militer bagi Mesir, dan juga mengungkapkan penghargaan atas peran Mesir dalam koalisi pimpinan AS yang melakukan serangan udara terhadap militan ISIS.

Inggris pun tidak mau ketinggalan mendukung  diktator Sisi. Dengan alasan meningkat hubungan diplomatik dengan Mesir pemerintah Inggris dalam tiga bulan pertama tahun 2015, telah menyepakati penjualan senjata ke rezim Mesir senilai  76,3 juta dolar.

Penjualan itu meningkat sebesar 3.000 persen dalam nilai perdagangan senjata antara London dan Kairo, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Semua ini menunjukkan sikap hipokrit Barat. Negara Amerika dan Inggris yang kerap mengklaim sebagai pendukung HAM, sering menghukum negara lain dengan alasan HAM, justru menjadi pendukung diktator-diktator represif di Timur Tengah.  Dukungan Barat inilah yang memberikan sumbangan besar terhadap kekacauan di Timur Tengah.

Luncurkan UU Antiterorisme

Tidak lama setelah kunjungan Menlu AS John Kerry, Mesir menyepakati perlakuan undang-undang antiterorisme yang dirancang untuk menekan apa yang mereka sebut sebagai kelompok militan. Sebuah istilah yang kerap digunakan oleh Sisi terhadap siapapun yang mengganggu kekuasaannya, terutama dari kelompok Islam.

Situs BBC online (17/8) melaporkan melalui undang-undang tersebut, persidangan terhadap tersangka anggota kelompok yang dicap militan dapat dipercepat melalui pengadilan khusus. Bila tersangka terbukti anggota kelompok tersebut, dia dapat dihukum penjara selama 10 tahun.

Mendanai kelompok yang dicap militan juga dapat dikenai saksi pidana berupa penjara seumur hidup, meskipun di Mesir hukuman tersebut memiliki masa rentang selama 25 tahun.

Melakukan penghasutan berbuah aksi kekerasan atau menciptakan laman daring yang dipandang pemerintah sebagai situs penyebar pesan teroris akan dijatuhi hukuman penjara antara lima hingga tujuh tahun.

Tak hanya anggota kelompok yang dicap militan dan pendonornya, wartawan pun bisa dijatuhi hukuman lewat undang-undang itu. Mulai Senin (17/08), setiap wartawan yang memberitakan versi berbeda dari versi pemerintah mengenai serangan kelompok militan akan didenda sebesar US$25.000 atau Rp 347,25 juta.

Sejumlah lembaga pelindung HAM segera mengkritik UU baru ini. Pasalnya, menurut lembaga-lembaga tersebut, undang-undang antiterorisme itu dapat dipakai pemerintah untuk membungkam oposisi, memenjarakan lawan politik, dan menghalangi kebebasan berekspresi.

Sisi sendiri bertanggungjawab dalam pembantaian ribuan orang saat menjadi pelaku kudeta terhadap pemerintahan Mursi. Selama beberapa tahun terakhir, pemerintahan Sisi menahan ribuan pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin dan memenjarakan tokoh-tokohnya, termasuk pemimpin Mohammed Badie dan presiden terguling Mohammad Mursi. Beberapa di antaranya terancam hukuman mati. Tahun lalu, pihak berwenang Mesir juga menghukum dua wartawan Al-Jazeera dengan tujuh tahun penjara dan wartawan ketiga diganjar 10 tahun penjara.

Diktator Sisi sepertinya tidak belajar dari nasib tragis diktator Timur Tengah selama ini seperti Khadafi dan menyusul Bassar Assad. Para diktator ini hidupnya berakhir tragis, dihinakan oleh rakyatnya sendiri. Tinggal yang dibutuhkan rakyat  Timur Tengah sekarang adalah sistem politik yang memberikan ketenangan, kesejahteraan dan keadilan pada siapapun. Tentu sistem demokrasi yang ditawarkan Barat tidak akan bisa memenuhi harapan itu. Tinggal satu harapan bagi rakyat Timur Tengah, yaitu kembali dalam Sistem Khilafah ala Minhajin Nubuwah yang akan menerapkan Islam secara totalitas yang memberikan kebaikan pada siapapun. [] AF dari berbagai sumber

 

Sumber: Tabloid Mediaumat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*