Tak lama setelah kunjungan Menlu AS John Kerry, Rezim Diktator Mesir menyepakati pemberlakuan UU antiterorisme. UU ini ditargetkan untuk memberangus apa yang kerap disebut rezim Mesir dan Barat sebagai kelompok militan. Istilah ini digunakan terutama untuk gerakan Islam yang dianggap menganggu kekuasaan diktator Sisi dan mengancam kepentingan Barat.
Sebagaimana dilaporkan situs BBC Online (17/8), lewat UU ini persidangan terhadap tersangka kelompok yang dicap militan bisa dipercepat melalui pengadilan khusus. Siapapun yang terbukti anggota kelompok yang dianggap militan dapat dihukum penjara selama 10 tahun. Tak hanya itu, yang dianggap mendanai kelompok itu bisa dikenai sanksi penjara seumur hidup.
Pasal karet penghasutan pun digunakan untuk menjerat kelompok yang menentang kejahatan Sisi; dijatuhi hukuman penjara lima hingga tujuh tahun. Sama halnya dengan yang menciptakan laman daring, dengan tuduhan penyebar pesan teroris, dikenai hukuman penjara 5 hingga 7 tahun.
Wartawan pun bisa dijatuhi hukuman lewat undang-undang itu. Mulai Senin (17/08), setiap wartawan yang memberitakan versi berbeda dari versi Pemerintah mengenai serangan kelompok anti Pemerintah (militan) akan didenda sebesar US$25.000 atau Rp 347,25 juta.
Sangat jelas, UU antiterorisme ini merupakan perangkat hukum yang digunakan oleh diktator Sisi untuk membungkam siapapun yang menjadi lawan politiknya. UU ini juga akan menjadi senjata bagi Sisi untuk membungkam kelompok-kelompok yang menginginkan penegakan syariah Islam, dengan alasan menghasut atau memprovokasi. Apa yang dilakukan Sisi tidak lain menjalankan peran bonekanya untuk mengamankan kepentingan penjajahan Barat di Timur Tengah.
Diktator Sisi sendiri bertanggung jawab dalam pembantaian ribuan orang saat terjadi kudeta terhadap pemerintahan Mursi. Pemerintahan Sisi juga telah menahan ribuan pendukung Ikhwanul Muslimin dan memenjarakan tokoh-tokohnya. Beberapa di antaranya terancam hukum berat termasuk hukuman mati. Militer Mesir juga menghukum dua wartawan Aljazeera karena dianggap terkait dengan Ikhwanul Muslimin.
Kebengisan Sisi ini berjalan mulus karena mendapat dukungan dari negara-negara Barat. Seperti biasa, perang melawan terorisme seperti ISIS digunakan sebagai pembenaran. Dalam pidato pembukaannya, seperti yang dilansir VOA (2/8), pada pembicaraan di Kairo, Kerry mengatakan, kedua pihak akan membahas ancaman ISIS dan bahwa Mesir telah banyak menderita dalam usahanya memerangi ekstremisme. Pernyataan Kerry jelas memuakkan. Pasalnya, kekejaman Sisi yang didukung Baratlah menjadi sumber penderitaan rakyat Mesir.
Hizbut Tahrir telah memberikan peringatan keras kepada Rezim Sisi terkait kezalimannya, seperti yang dilakukan alat-alat keamanan Sisi terhadap Ustadz Syarif Zayid. Ketua Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Mesir itu ditangkap pada tanggal 11/7/2015, melalui sebuah operasi pengecut yang disiapkan oleh departemen imigrasi daerah di Provinsi Tanta. Mereka menyerahkan Syarif Zayid kepada penyidik keamanan negara yang telah melakukan penyiksaan selama enam hari. Ia kemudian dipindahkan ke bagian keamanan selama lima hari. Akhirnya ia diserahkan kepada wakil jaksa yang memerintahkan untuk menahan dia selama lima belas hari, lalu ditambah lima belas hari lagi!
Dalam pernyataan persnya (30 Syawal 1436 H/15 Agustus 2015 M) Hizbut Tahrir mengingatkan:
Kami telah menunggu sebulan, mungkin orang-orang zalim ini sadar, lalu mereka menebus penangkapannya yang zalim dan membebaskan dia. Namun, itu tidak mereka lakukan selain semakin memusuhi para wali (kekasih) Allah. Mereka ini lupa atau pura-pura lupa dengan Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah yang berkata bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: Allah SWT telah berfirman, “Siapa saja yang memusuhi wali-Ku, maka Aku benar-benar menyatakan perang terhadap dia.” Siapa saja yang berperang melawan Allah, maka benar-benar akan membuat dia terhina di dunia dan siksaan yang berat di akhirat jika mereka mengetahui.”
Sungguh, alat-alat kejahatan yang mengklaim bahwa mereka telah menyita—bersamaan dengan penangkapannya—sejumlah dokumen kitab yang berisi seruan-seruan kebenaran; yang dengan lantang menentang pemerintahan yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, menyerukan yang makruf dan mencegah yang mungkar, menjelaskan kepada mereka perkara yang halal dan memperingatkan mereka dari perkara yang haram; menasihati mereka dan juga masyarakat, namun mereka menutup telinganya, menutup muka mereka dengan bajunya, mereka terus menerus bersikap angkuh dan sombong.
Diktator Sisi sepertinya tidak belajar dari nasib tragis diktator Timur Tengah selama ini seperti Zainal Abidin bin Ali, Khadafi dan menyusul Bassar Assad. Para diktator ini hidupnya berakhir tragis, dihinakan oleh rakyatnya sendiri. Penyiksaan yang dilakukan oleh para rezim bengis tak akan pernah menghentikan perjuangan untuk menegakkan syariah Islam dan Khilafah.
Peringatan keras Hizbut Tahrir dalam akhir pernyataan persnya sudah seharusnya diperhatikan oleh siapapun yang menghalangi perjuangan penegakan Khilafah. “Untuk itu, bebaskan Ustadz Syarif Zayid, mungkin dengan itu kami akan mengingat kalian dalam waktu dekat pada saat Khilafah tegak dengan izin Allah, sehingga ada alasan kami menolong kalian. Janganlah kalian terperdaya rayuan setan sehingga kalian mengira bahwa dakwah kepada Allah akan mengguncang makar kalian dengan menangkap orang yang mulia. Ingat, bahwa di Hizbut Tahrir dan di tengah-tengah umat terdapat jutaan orang yang seperti Syarif.”
Maha Benar Allah dengan firman-Nya (yang artinya): Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak suka (TQS at-Taubah [9]: 32).
AlLâhu Akbar! [Farid Wadjdi]