Oleh Radhika Sanghani
Kejahatan rasial terhadap kaum Muslim telah melonjak hingga 70 persen di London dan mayoritas korbannya adalah perempuan. Radhika Sanghani mendengar cerita mengerikan tentang Islamophobia dari para wanita Inggris dan bertanya mengapa mereka menjadi target.
“Saya diludahi di jalan ketika saya memakai jilbab,” kata Sara Khan.
“Saya dipanggil ‘Istrinya Osama Bin Laden’. Orang-orang memaki saya tepat di wajah saya – bahkan saat saya sedang mendorong kereta bayi anak saya yang berusia enam bulan”.
Khan, yang mengepalai organisasi anti-ekstrimis Inspire, adalah seorang perempuan korban Islamofobia di Inggris.
“Ini mengejutkan. Ini benar-benar tidak beralasan, “tambahnya.” Hal ini cenderung terjadi setelah insiden teroris, dan anda pikir, ‘apa yang telah saya lakukan?’ Anda merasa marah karena dikaitkan dengan kaum teroris dan ekstrimis, tetapi anda juga merasa sedih. Ini sangat tidak manusiawi. ”
Khan juga bercerita tentang salah satu temannya yang diolesi kotoran anjing di atas kepalanya, dan seorang lagi yang berjilbab saat sedang menunggu di halte bus, dan mendengarkan iPod, tiba-tiba seorang pria meninjunya, sehingga membuat matanya hitam legam.
Ini bukan insiden satu-satunya. Polisi Metropolitan baru saja merilis statistik baru yang menunjukkan kejahatan kebencian anti-Muslim di Inggris telah meningkat hingga 70 persen pada tahun lalu.
Tell Mama, sebuah organisasi yang memantau serangan Islamofobia, mengatakan 60 persen diarahkan kepada kaum perempuan, dan terjadi di jalan – dan bukan di online.
Pendiri Fiyaz Mughal menjelaskan: “Hal itu karena, serangan fisik bisa diarahkan dengan jelas – yang berarti diarahkan pada jilbab dan niqab.”
Hal ini berarti bahwa kaum wanita menjadi target yang jelas untuk tindakan rasis ini – sesuatu yang diketahui oleh Malaika Kayani dengan baik. Dia masuk Islam sekitar delapan tahun yang lalu, dan mengatakan kepada saya dia secara rutin menjadi korban Islamophobia di tempat di mana dia tinggal di Nottingham.
“Saya sedang berada di bus dan orang yang duduk di samping saya menolak duduk bersama saya karena saya berjilbab. Saya sedang berjalan dengan seorang teman, lalu seorang pria bersepeda mengerem mendadak dan mencoba menabrakkan sepedannya ke arah kami, “katanya.
“Ada orang-orang yang memaki-maki saya dan menghina saya. Anda tidak perlu mendengar apa yang mereka katakan karena mereka anda hanya seperti kotoran.”
Umpatan itu sangat kasar sehingga dia tidak lagi berkerudung.
Tapi kerudung bukan satu-satunya alasan wanita Muslim menjadi target kaum laki-laki – faktor besar yang lain adalah sikap.
Mussurut Zia, Jaringan Perempuan Muslim, menjelaskan: “Kesederhanaan dalam Islam bukan hanya tentang pakaian yang anda pakai – juga perilaku anda dan apa yang anda katakan. [Jika seorang wanita Muslim diserang] dia tidak akan meninggikan suaranya.
“Dia tidak akan berteriak. Dia tidak akan berteriak, dia tidak akan mengumpat. Itulah yang mereka harapkan dilakukan anda jika mereka berada dalam bahaya. Tapi seorang wanita Muslim tidak akan melakukannya karena itu bukan bagian dari keimanannya. ”
Inilah yang pelajaran yang didapatkan oleh Kayani sebagai seorang mualaf.
Dia pernah menyumpahi kembali seorang pelaku rasis yang menghinanya, tapi dia segera menyesali tindakannya. Sekarang dia mencoba untuk bereaksi dengan tenang setiap kali dia menjadi korban kejahatan karena kebencian, seperti kebanyakan wanita Muslim di komunitasnya.
“Kami tahu bahwa dilihat sebagai seorang Muslim di masyarakat akan banyak memiliki tantangan,” katanya. “Jadi ada sedikit kemarahan [tentang Islamophobia] tetapi untuk sebagian besar bisa diterima. Sebagian wanita melihatnya sebagai ujian keimanan mereka.
“Kami wanita Muslim mencoba untuk bersikap sederhana dan sopan – tidak hanya dalam hal berpakaian tapi juga berperilaku. Kami cenderung tidak menanggapi.
“Masalahnya adalah tidak mempermalukan diri sendiri di depan umum.”
Mughal mengatakan bahwa para pelaku tahu bahwa wanita Muslim tidak akan bereaksi, terutama jika wajah mereka tertutup sepenuhnya: “Mereka percaya ada rasa pasif pada seorang wanita yang mengenakan niqab – bahwa dia tidak akan melakukan apa-apa atau meresponnya. Tetapi sebagian wanita juga mengatakan mereka menjadi target kaum misoginis yang berasal dari laki-laki. ”
Ada sesuatu yang sangat percaya Khan – pada titik di mana dia mengira bahwa pemerintah harus mengklasifikasikan Islamophobia terhadap kaum wanita muslim sebagai bentuk kekerasan terhadap wanita:
“Saya selalu merasa ada sikap tumpang tindih antara kejahatan kebencian terhadap Muslim dan kekerasan terhadap perempuan,” jelasnya. “Pasti ada unsur gender dalam hal ini, dengan pemikiran rasis, ‘Ok, tidak masalah karena dia adalah seorang wanita dan tidak akan mengatakan apa-apa atau tidak akan melakukan sesuatu’.
“Wanita takut akan hal ini. Setiap kali ada serangan teroris, Anda akan berpikir, ‘Apakah saya akan diserang juga?’ ”
Ini adalah kenyataan bagi ribuan wanita Muslim yang tinggal di Inggris. Mereka menjadi target atas rasisme murni karena pakaian mereka, sikap mereka dan jenis kelamin mereka.
Yang mereka bisa lakukan hanyalah melaporkan setiap insiden yang terjadi pada mereka – dan banyak orang yang tidak melaporkannya.
“Orang-orang mengira bahwa kaum wanita muslim yang berkerudung tidak bisa berbahasa Inggris, tapi itu tidak benar. Mereka mengira bahwa wanita yang mengenakan cadar hanya tertunduk. Bahwa mereka dalam bahaya; bahwa mereka tidak akan berinteraksi dengan masyarakat. (telegraph.co.uk, 7/9/2015)