Taji Mustafa: Bisa Argumentatif Berkat Bantuan Allah Ta’ala

Taji Mustofa, Juru Bicara Hizbut Tahrir Britania Raya

Taji Mustofa, Juru Bicara Hizbut Tahrir Britania Raya

Pernyataan Paus Benediktus XVI yang menghina Nabi Muhammad SAW pada peringatan 12 September 2006 membuat marah kaum Muslimin seantero dunia tidak terkecuali Taji Mustafa. “Anda, Tuan Paus, sungguh tidak bertanggung jawab terhadap apa yang Anda katakan!” tegasnya dalam acara debat terbuka di sebuah televisi Inggris sepekan kemudian. (lengkapnya buka di link http://hyundauto.ru/video/OFlwbVZvX2hLczgT5ke).

Dalam debat tersebut ia tidak dihadapkan langsung dengan Paus, melainkan dihadapkan dengan Kenan Malik—sesama Muslim yang pemikirannya sangat liberal.

“Kenapa Anda mudah tersakiti dengan pidato keagamaan semacam ini?” ujar Kenan yang kemudian menegaskan tidak masalah jika orang mau menyakitinya, “Mereka punya hak untuk menghina saya.”

Dengan sigap Taji lalu menjawab, “Jika Anda menyatakan demikian, sebenarnya yang Anda inginkan itu adalah kebebasan untuk menghina…” Hadirin di studio pun langsung mendukung Taji dengan tepuk tangan meriah.

Tak mau kalah, Kenan menimpali, ”Saya merasa bahagia jika ada orang yang menghina saya.”

Dengan tegas, lugas, dan cerdas Taji menyanggahnya, “Jika demikian sungguh tidak beradab baik pernyataan Anda atau pun orang yang menerimanya. Tidak ada satu masyarakat beradab pun yang mengajarkan manusianya untuk saling menghina dengan yang lain. Dalam masyarakat yang beradab haruskah orang-orang menerima hak untuk menghina orang lain? Yahudi dihina, Kristen dihina, orang Islam dan siapa pun saja, mereka hidup dalam sebuah masyarakat seperti itu apakah akan hidup dengan harmonis?”

Lalu debat pun dikunci Taji dengan kalimat, “Adalah hal yang sangat tidak logis dan tidak rasional untuk mengatakan silakan Anda saling menghina satu sama lain…” sontak tepuk tangan penonton membahana.

Itulah pengalaman awal-awal Taji berdebat saat menjadi Juru Bicara Hizbut Tahrir Britania Raya karena memang di tahun itu, ia baru saja diamanahi menjadi jubir. Hingga sekarang, begitu pemerintah dan media massa Inggris memfitnah Islam dengan sebutan barbar, terbelakang, menindas wanita atau pun menyatakan khilafah adalah negara teroris dan seterusnya, maka dengan sigap Taji Mustafa tampil di depan publik meluruskan pandangan keliru dan tendensius tersebut.

“Tugas kita adalah menjadi suara Islam, menjelaskan kepada semua orang mana yang Islam dan mana yang tidak, dan kita memberikan bagaimana perspektif Islam yang sesungguhnya terhadap masalah-masalah yang dibicarakan,” ujarnya kepada koresponden Media Umat di Inggris Ardi Muluk, Selasa (28/7) di sebuah masjid di Finsbury Park—daerah dengan komunitas Muslim yang cukup banyak di London Utara.

Dalam kesempatan tersebut, Taji blak-blakan buka rahasia dapur sehingga dirinya bisa dengan lancar dan lugas berdebat dengan sangat argumentatif.

“Berkat bantuan Allah ta’ala. Buktinya, ketika kita menjawab pertanyaan, dan saya menyebutkan beberapa kata dan contoh, tanpa rencana, dan setelah semua selesai terpikirkan oleh saya; dan saya merasa, alhamdulillah.. ini benar-benar jawaban yang bagus. Dan saya tidak bisa mengatakan bagaimana saya bisa bertemu kata-kata dan jawaban tersebut,” ungkapnya penuh syukur kehadirat ilahi.

Menurutnya, selain harus mempersiapkan diri bersama tim media representatif HT Inggris, dirinya tidak lupa berdoa meminta bantuan Allah ta’ala untuk menolong sebagaimana Allah menolong Nabi Muhammad SAW dan sahabat beliau, dan para Anbiya, dengan cara yang kadang tidak mereka sangka-sangka. Begitulah juga Allah akan membantu orang yang beriman.

Teman-teman di HT Inggris juga selalu mengingatkan Taji bahwa, “Apabila kita berada dalam situasi berat semisal di dalam beradu argumentasi, bahwa kita tidak hanya dalam kemampuan kita, tetapi bahwa Allah juga menolong kita, dan apabila kita melupakan bahwa Allah lah yang menolong kita, maka di saat itu juga kita akan gagal.”

Mengenal Hizbut Tahrir

Pertama kali mengenal Hizbut Tahrir pada 1992, saat dirinya masih kuliah tingkat dua Teknologi Informasi Jurusan Sistem Informasi Universitas Brunel. Di kampusnya itu, lelaki kelahiran London 1971 kerap menghadiri acara dari perhimpunan mahasiswa Muslim (Islamic Society) yang kerap memanggil ustadz dari berbagai latar belakang termasuk dari Salafy, Hizbut Tahrir atau pun Ikhwanul Muslimin.

“Ini sangat menarik, dan sangat memperkaya. Juga, salah satu saudara kita dari HT bernama Abdallah, yang juga membuat lingkaran kajian di masjid di luar kampus. Jadi mereka mengundang saya mengikuti kajian tersebut, yang membahas tentang tafsir Alquran,” kenangnya.

Dan mulailah Taji bertemu saudara-saudara lainnya dari HT termasuk Jamal Harwood. Tahun berikutnya Jamal datang ke kampus untuk mengisi satu kajian.

“Saya ingat dengan jelas saat itu Jamal Harwood datang setelah jam kerja, untuk menjadi pembicara di pertemuan tersebut dengan topik tentang membuktikan keberadaan Allah. Dan saat itu saya ingat acaranya diadakan di sebuah ruang kuliah, yang menghadirinya ada yang Muslim dan ada yang non Muslim,” menariknya, lanjut Taji, Jamal itu seorang mualaf, dia berdiri di depan ruang kuliah, dan menjelaskan secara intelektual dan membuktikan keberadaan Allah. Dan ini sangat menakjubkan bagi saya.” (Kisah masuk Islamnya Jamal Harwood klik http://mediaumat.com/sosok/980.html).

Taji melihat Jamal sebagai seorang yang baru beragama Islam bisa menyampaikan Islam dengan cara berpikir yang kuat dan intelektual, “Saya tidak terbiasa dengan ini,” ujar lelaki yang Islam sejak lahir tersebut. Tetapi Jamal, meskipun mualaf siap menerima pertanyaan dari audiens baik Muslim maupun non Muslim. Dia sangat percaya diri.

“Dan saya…saya tahu saya tidak mempunyai kepercayaan diri tersebut. Saya tidak punya pengetahuan dan pemahamannya. Dan inilah pertemuan yang membuat saya merasa..wow..saya sangat terkesan. Dan inilah motivasi saya untuk belajar lebih banyak lagi, bertanya-tanya tentang itu, bagaimana orang-orang ini menjadi seperti dia,” kenangnya.

Pasalnya, sewaktu kecil well ya, saya adalah seorang Muslim tapi ini bukanlah sesuatu yang serius, paling kalau makan pergi ke restoran yang halal, tapi hanya sekadar itu. Rukun Islam yang limalah yang membedakan seorang Muslim, tapi hanya sekadar itu, jika ada yang jauh lebih mendalam tentang Islam dari sekadar rukun Islam yang lima yang melibatkan seluruh hidup dan gaya hidup kita, itu tidak pernah masuk ke pemikiran dan pemahaman saya ketika itu.”

Taji terus mengikuti kajian dari berbagai pergerakan lalu mendiskusikannya dengan teman-teman di Islamic Society. “Kami selalu mendiskusikan perbedaan-perbedaan yang ada pada pemikiran yang kami terima,” ujar lelaki yang keluarga besarnya berada di selatan Nigeria.

Akhirnya Taji sampai di satu titik mulai merasa ide Hizbut Tahrir yang diperkenalkan saudara-saudara dari Hizbut Tahrir, yang lebih memahami persoalan-persoalan yang dihadapi umat akibat ketiadaan Islam sebagai sistem kehidupan manusia pada saat ini.

Mereka, lanjut Taji, mempunyai pemahaman yang jelas tentang permasalahan-permasalahannya dan cara mengembalikan kehidupan Islam adalah dengan cara kita hidup di dalam masyarakat yang mengikuti dan melaksanakan Islam di semua aspek kehidupan. Dan itu tidak akan bisa dilakukan, kecuali jika kita mempunyai khilafah dan khalifah yang mengimplementasikan dien ini secara komprehensif.

“Jadi saya pergi ke berbagai kelompok, saya mengunjungi berbagi kajian mereka, mendengarkan, mempertanyakan, memikirkan, dan mendiskusikannya dengan teman yang lain, dan dengan berjalannya waktu akhirnya kami benar-benar meyakini apa yang disampaikan saudara-saudara dari Hizbut Tahrir. Mereka mempunyai pemahaman yang jernih tentang permasalahannya, memahami jelas solusinya, dan kalau boleh saya katakan lebih memahami Islam secara terintegrasi.”

Sejak itu, Taji mengikuti kajian intensif dengan Hizbut Tahrir dan beberapa tahun kemudian resmi menjadi anggotanya.[] joko prasetyo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*