Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku tengah mempertimbangkan opsi menggelar serangan udara di Suriah demi menyokong militer Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad dalam pertempuran melawan kelompok milisi.
“Kami sedang memikirkannya (serangan udara). Kami belum mengesampingkan apapun. Namun, jika kami melakukannya, (aksi) itu akan menghormati aturan-aturan hukum internasional,” kata Putin di sela-sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat.
Aturan-aturan itu, kata Putin, mengharuskan adanya permintaan dari pemerintah negara yang wilayahnya dijadikan lokasi serangan atau mandat resolusi Dewan Keamanan PBB. Hal tersebut, menurutnya, tidak dilakukan AS ketika melakoni serangan udara di Suriah.
Kendati sedang mempertimbangkan semua kemungkinan, Putin memastikan tidak akan memobilisasi pasukan darat ke Suriah.
“Dalam konteks pasukan darat…tidak boleh ada keterlibatan Rusia,” katanya.
Dalam diskusi selama 90 menit dengan Presiden AS Barack Obama, Putin berbeda pandangan mengenai keberadaan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Putin mengatakan adalah ‘kesalahan besar’ jika tidak bekerja sama dengan Al-Assad untuk menghadapi kelompok milisi yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS.
”Sata menghormati kolega saya, presiden Amerika dan presiden Prancis. Namun, mereka bukan warga Suriah sehingga seharusnya tidak terlibat dalam pemilihan kepemimpinan negara lain,” kata Putin.
Melawan ISIS
Di lain pihak, seusai pertemuan antara Putin dan Obama, pemerintah AS memandang kehadiran militer Rusia di Suriah bergantung dengan aksi Moskow pada masa mendatang.
Artinya, jika Rusia menggunakan kekuatan militer semata-mata untuk memerangi kelompok ISIS, AS menilai hal itu baik adanya. Sebaliknya, AS memandang negatif apabila Rusia memperkuat militer Al-Assad dalam pertempuran melawan rakyatnya sendiri.
”Kami punya kejelasan tentang tujuan mereka,” ujar seorang pejabat AS merujuk Rusia, seusai pertemuan antara Obama dan Putin. ”Mereka bertujuan memburu ISIS dan menyokong pemerintah (Suriah),” ujarnya.
Dalam pidatonya di sidang Majelis Umum PBB, Obama menyebutkan kompromi di kalangan kekuatan dunia amat penting untuk mengakhiri konflik di Suriah, yang sejauh ini sudah menewaskan 200.000 jiwa dan membuat empat juta warga mengungsi ke luar negeri, antara lain ke kawasan Eropa barat. (bbc.com, 29/9/2015)