Stasiun TV Arab Saudi, Alekhbariya melaporkan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Nayef bin Abdul Aziz memerintahkan pembentukan komisi penyelidikan tertinggi terkait insiden desak-desakan di Mina, yang menyebabkan kematian 717 jamaah dan melukai 863 jamaah lainnya. Perintah itu dikeluarkan menyusul pertemuan darurat para pemimpin keamanan haji yang dipimpin Putra Mahkota untuk membahas insiden Mina. Di bagian lain, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi mengatakan tentang penyebab terjadinya insiden itu adalah mungkin karena kepadatan, tumpang tindihnya pergerakan di salah satu persimpangan, termasuk suhu tinggi, serta kelelahan akibat jamaah haji menguras tenaganya setelah “nafar” dari Arafah ke Muzdalifah. Sementara itu, juru bicara Mayjen Mansur al-Turki mengatakan sedang menunggu hasil penyelidikan yang dilakuakan oleh komisi, yang telah mendapatkan mandat dari Putra Mahkota. Dan dalam menanggapi pertanyaan pada saat konferensi pers, al-Turki mengatakan bahwa tidak ada ruang untuk menghubungkan antara insiden dan melintasnya iring-iringan rombongan resmi manapun. Pada gilirannya, Menteri Kesehatan Arab Saudi menegaskan bahwa desak-desakan itu terjadi disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap aturan lalu lintas yang ada. Menteri menambahkan untuk stasiun TV Arab Saudi Alekhbariya bahwa penyelidikan mendalam sedang dilakukan untuk memeriksa lebih jauh penyebab insiden (aljazeera.net, 24/9/2015).
Sekarang ini adalah negara Arab Saudi generasi ketiga yang bertanggung jawab untuk masalah ini, namun setiap tahun kami masih berdukacita dengan berbagai insiden bencana dan problem pengelolaan pada musim haji. Padahal, rezim selalu berkata setelah terjadinya insiden bahwa telah dibuat rencana dan solusi untuk mengatasinya dan menghindari terulangnya kembali. Namun demikian berbagai problem pengelolaan haji dan bencananya terus juga terjadi.
Untuk memahami besarnya masalah, harus dijelaskan dengan singkat insiden-insiden yang paling penting di tanah suci sejak tahun 1975 hingga tahun ini, adalah sebagai berikut:
1975: Terbakarnya kamp-kamp di Mina, 200 meninggal, sedang korban terluka tidak diketahui, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah meledaknya drum gas.
1979: Insiden Juhaiman, 153 meninggal, 560 luka-luka, dan hasil penyelidikan penyebabnya adalah kelompok bersenjata.
1987: Demonstrasi Iran, 402 meninggal, 649 luka-luka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah demonstrasi yang mengutuk Amerika dan intervensi dari aparat keamanan.
1989: Serangan bersenjata, 16 meninggal, 560 luka-luka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kelompok bersenjata.
1990: Insiden desak-desakan terowongan Mina, 1.426 meninggak, dan yang terluka tidak diketahui, sementara dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa dan berhentinya sistem ventilasi di terowongan.
1994: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 270 meninggal, sedang yang terluka tidak diketahui, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
1996: Terbakarnya kamp-kamp Mina, 3 meninggal, 99 terluka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah pemanas listrik.
1997: Terbakarnya kamp-kamp Mina, 343 meninggal, 1.500 terluka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah pemanas listrik.
1998: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 118 meninggal, 180 luka-luka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
2001: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 35 meninggal, korban terluka tidak diketahui, dan dari penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
2003: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 14 meninggal, korban terluka tidak diketahui, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
2004: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 244 meninggal, korban terluka tidak diketahui, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
2005: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 3 meninggal, korban terluka tidak diketahui, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
2006: Runtuhnya sebuah hotel dekat Masjidil Haram, 76 meninggal, 62 luka-luka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah bangunan tua sedang jumlah pengunjung melebihi kapasitas.
2006: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 363 meninggal, 289 luka-luka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
2009: Banjir di berbagai daerah, 48 meninggal, korban luka-luka tidak diketahui, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah hujan deras.
2015: Ambruknya derek Masjidil Haram, 107 meninggal, 238 luka-luka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah angin kencang dan kesalahan kontraktor.
2015: Insiden desak-desakan saat lempar jumrah, 769 meninggal, 934 luka-luka, dan dari hasil penyelidikan penyebabnya adalah kepadatan yang luar biasa.
Penjelasan di atas adalah insiden massa yang paling penting saja, selain itu, cukup banyak insiden individual dan sampingan lainnya, seperti kesulitan transportasi di beberapa lokasi, layanan yang buruk seperti makanan, minuman, perumahan, sanitasi dan lainnya di lokasi lain. Bahkan, problem-problem sampingan ini terulang setiap tahun di berbagai daerah, sedang kerugiannya menimpa semua jamaah haji secara umum.
Dengan mencermati dan memonitoring semua insiden itu, dapat kami katakan bahwa masalah ini telah melebihi kuantitas masalah-masalah yang sifatnya spontanitas yang dapat terjadi di mana saja. Namun, insiden berulang selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa ada sumber masalah yang tidak ditangani dengan benar. Kami tidak lupa saat kami mengemukakan masalah ini, bahwa kami mempertimbangkan fakta-fakta berikut:
Jumlah kerumunan orang di musim haji bukanlah kerumunan manusia yang besar di tingkat dunia, bahkan setengahnya saja tidak, sebab jumlah tertinggi jamaah haji kurang lebih satu juta, yaitu pada tahun 2006, dan kerumunan mereka berlangsung 6-7 hari selama pelaksanaan ibadah haji. Jumlah ini kecil jika dibandingkan dengan kerumunan manusia lainnya di berbagai daerah. Sebagai contoh adalah upacara keagamaan umat Hindu di India, dimana jumlah pengunjung lebih dari dua puluh juta orang, sebagai kerumunan manusia terbesar yang berlangsung damai, dan ini merupakan ritual keagamaan Hindu yang dilakukan empat kali setiap 12 tahun, serta bergerak antara empat daerah.
Masalah utama adalah tentang sifat kerumunan haji dalam Islam yang dibatasi oleh waktu dan tempat yang merupakan kewajiban dalam pelaksanaan ritual ibadah haji. Di antara masalah yang paling penting adalah kerumunan ke Mina dan dari Mina, yang berlangsung selama tanggal 8-12 Dzul Hijjah di setiap musim haji.
Area maksimum Mina yang dapat digunakan adalah kilometer persegi, yaitu dari Jamrah Aqabah, dari arah Muzdalifah dan lembah Mahsar, sisi panjangnya. Sedang sisi lebarnya adalah lebar lembah yang dikelilingi pegunungan, dimana Mina terletak di antara itu, sehingga Mina termasuk daerah lembah. Saat ini area yang digunakan hanya kilometer persegi saja dari total area, yakni hanya 61 % dari total area wilayah Mina. Adapun ritual ibadah haji yang lain, maka tidak ada kejadian-kejadian berarti yang disebabkan oleh faktor area atau waktu, seperti yang terjadi pada Jamarat dan daerah Mina.
Masalah Utama
Dari pemaparan sejarah terkait berbagai insiden dan fakta-fakta yang disebutkan di atas, maka masalahnya dapat diringkas menjadi beberapa poin berikut:
Daerah Mina dan Jamarat merupakan daerah dengan insiden bencana tertinggi angka korban meninggal dalam insiden yang telah kami sebutkan di jadwal dari hasil pemantauan yang berlangsung di daerah-daerah tersebut, dimana 12 insiden dari 18 insiden terjadi di Mina.
Masalah Mina dari sisi teknis terletak pada dua poin, yaitu: Mabit bagi seluruh jumlah jamaah haji, sehingga terjadi kerumunan manusia saat datang dan pergi ke dan dari Mina, dan selama berlangsungnya ritual lempar jumrahh.
Pemerintah Arab Saudi telah membangun kamp-kamp (tenda kanvas dan plastik) di seluruh daerah yang digunakan, yaitu 61% dari total luas wilayah, dengan mempertimbangkan bahwa area yang digunakan ini harus disiapkan untuk pembangunan perumahan, jasa, medis dan keamanan, yang semuanya harus di wilayah ini. Sedang daerah-daerah lain adalah pegunungan yang tingginya sekitar 500 meter, adalah masalah yang membuat lebih sulit meskipun ada teknik modern—yang beberapa di antaranya digunakan untuk meratakan pegunungan di daerah Masjidil Haram—padahal pegunungan ini melebihi sisa area yang tidak digunakan di Mina.
Pemerintah Arab Saudi yang bermental komersial lupa tentang daerah Mina sebagai milik umat Islam pada umumnya, yang dipersiapkan untuk ritual suci keagamaan yang tidak boleh dikelola dengan kepemilikan, penjualan atau sewa. Diriwayatkan dari Aisyah yang berkata: Wahai Rasulullah, mengapa kami tidak membangun rumah untukmu di Mina yang akan menjadi tempat berteduhmu. Rasulullah bersabda: “Tidak, Mina adalah tempat bagi orang yang datang lebih dulu.” (HR. Imam Ahmad, ad-Darimi, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Beberapa Solusi dan Penyelesaian Yang Mungkin Secara Singkat
Sebagai pendekatan solusi dan dengan mempertimbangkan bahwa ibadah haji merupakan proyek tahunan, dimana setiap musim haji dan yang lain terpisah kurang lebih 11 bulan setengah. Sehingga semua proyek harus mengikuti pendekatan proyek cepat dan berlangsung efektif untuk menjaga kualitas layanan, dan kesempurnaan seluruh rukun haji pada waktu yang tepat, dan seefektivitas mungkin. Dengan demikian, maka proyek-proyek lama dan besar akan menambah besarnya masalah selama periode proyek ini. Dan inilah apa yang kami amati terkait masalah proyek kereta api Haramain, di mana ia memberikan kontribusi untuk solusi bagi sebagian krisis, namun waktu proyek yang lama, dan penundaan penyerahannya, telah membuat manfaat proyek itu terbatas atau manfaatnya terlambat sekali, di mana seharusnya waktu proyek ini adalah 10 tahun sejak tanggal dimulainya.
Sebagai solusi teknik, solusinya ada dan mudah, bahkan dapat diterapkan dengan mudah. Area dan daerah memiliki dua bentuk untuk memperluasnya, yaitu secara vertikal atau horisontal. Mengingat sempitnya ruang horizontal untuk Mina, maka dapat diperluas dengan vertikal melalui pembangunan menara perumahan dengan ketinggian yang sesuai yang akan menampung jumlah yang diperlukan, berdasarkan studi yang cermat untuk jumlah jamaah haji, dan rencana peningkatan tahunan dengan mempertimbangkan daya serap untuk ritual ibadah haji lainnya.
Berusaha meningkatkan area horisontal untuk daerah, yaitu dengan usaha meratakan gunung. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa solusi harus tersedia dan harus dilakukan berdasarkan studi, terlepas berapa biayanya atau waktu yang dibutuhkannya. Pemerintah Arab Saudi telah meratakan Jabal Umar, dan membangun perhotelan, apartemen serta perusahaan raksasa besar (Perusahaan Jabal Umar); juga telah membangun sebuah menara jam dan menara King Abdulaziz, perumahan dan hotel yang menjulang tinggi. Dalam hal ini pemerintah Arab Saudi tidak pernah beralasan bahwa di sana ada pegunungan atau real estate yang berpemilik, atau alasan lainnya.
Manfaat dari perluasan daerah secara vertikal adalah untuk bidang pelayanan kesehatan, transportasi, terowongan, dan jembatan, yang semua yang dapat diterapkan di era teknologi modern dalam rangka untuk memfasilitasi dan memudahkan proses pergerakan ke dan dari Mina.
Pemeliharaan terhadap ritual ibadah haji, pelayanan terhadap dua Masjid Suci, dan pelayanan terhadap para peziarahnya adalah tanggung jawab di hadapan Allah, pertama dan terutama, sehingga tidak boleh dengan cara apapun untuk menjadikan tindakan sebagai kebanggaan diri yang dilakukan dengan mencatan sejumlah nama, nomor kebanggaan diri, atau perdagangan dan menaikan harga real estate, serta penjualan tanah dan memperdagangkannya.
Ya Allah, siapkan untuk umat ini sesuatu yang baik dan lurus; tolonglah mereka untuk mengangkat Khalifah yang akan memimpin mereka, memerintah mereka berdasarkan Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya, yang akan melindungi mereka dan tempat-tempat sucinya, yang akan menyatukan dua Masjid Suci dengan yang ketiganya (Masjidil Aqsa), dan dengan semua negeri-negeri kaum Muslim di bawah satu bendera, yang menyatukan pengelolaan ibadah haji, dan pemeliharaan jamaah haji dengan seluruh ketentuan agama, sehingga seorang Muslim menjalankan ibadah haji dengan ber-talbiah di bumi Allah, di bawah naungan hukum Allah tanpa penghalang yang menghalangi, rintangan yang merintangi, atau takut dirinya akan mendapatkan pelayanan yang buruk, atau pengelolaan yang tidak baik. Ya Allah, Engkau Dzat Yang Maha Kuasa mewujudkan semua itu, Maha Suci Engkau tidak ada Tuhan selain Engkau. [Majid al-Shalih – Bilādul Haramain al-Syarifain]
Sumber: alraiah.net, 30/9/2015.