بسم الله الرحمن الرحيم
Bid’ah Adalah Menyalahi Perintah Syara’ Yang Sudah Ada Tata Cara Pelaksanaannya
*** *** ***
Bid’ah adalah menyalahi perintah syara’ yang sudah ada tata cara pelaksanaannya. Inilah pengertian bid’ah yang ditunjukkan oleh hadits:
»وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ«
“Dan barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka perbuatan tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika Rasulullah ﷺ telah melakukan suatu amalan yang telah dijelaskan tata cara pelaksaannya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian Anda melakukannya berbeda (bertentangan) dengan yang dikerjakan oleh Rasulullah ﷺ, maka dengan demikian Anda telah melakukan bid’ah, yaitu perbuatan sesat, dan dosanya besar:
Sebagai contoh: Allah SWT berfirman:
﴿ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ﴾
“Dan dirikanlah shalat.” (TQS. Al-Baqarah [2] : 43).
Ayat tersebut datang dalam bentuk perintah (amar), hanya saja manusia tidak dibiarkan mendirikan shalat semaunya, namun Rasulullah ﷺ menjelaskan dengan memberikan contoh tata cara melaksanakannya, dari takbīratul ihrām (takbir yang diucapkan pada awal shalat), cara berdiri, bacaannya, rukuk , sujud dan seterusnya. Abu Dawud meriwayatkan dari Ali bin Yahya bin Khallad, dari pamannya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّهُ لَا تَتِمُّ صَلَاةٌ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ حَتَّى يَتَوَضَّأَ، فَيَضَعَ الْوُضُوءَ – يَعْنِي مَوَاضِعَهُ – ثُمَّ يُكَبِّرُ، وَيَحْمَدُ اللَّهَ جَلَّ وَعَزَّ، وَيُثْنِي عَلَيْهِ، وَيَقْرَأُ بِمَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ يَرْكَعُ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ، ثُمَّ يَقُولُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ يَسْجُدُ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ يَسْجُدُ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ، ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ فَيُكَبِّرُ « …
“Sesungguhnya tidak sempurna shalat seseorang sampai ia berwudlu’, yaitu membasuh anggota wudlu’nya (dengan sempurna), kemudian bertakbir, memuji Allah Jalla wa ‘Azza, menyanjung-Nya dan membaca al-Qur’an yang mudah baginya. Setelah itu mengucapkan Allāhu Akbar, kemudian rukuk sampai tenang semua persendiannya, lalu mengucapkan “sami’allāhu liman hamidah” sampai berdiri lurus (iktidal), kemudian mengucapkan Allāhu Akbar, lalu sujud sampai tenang semua persendiannya. Setelah itu mengucapkan Allāhu Akbar, dan mengangkat kepalanya hingga lurus, mengucapkan Allāhu Akbar, lalu sujud sampai tenang semua persendiannya. Kemudian mengangkat kepalanya, mengucapkan Allāhu Akbar …”.
Sehingga, siapa saja yang menyalahi tata cara (shalat) ini, maka ia benar-benar telah berbuat bid’ah. Siapa saja yang sujud tiga kali, bukan dua kali, maka ia benar-benar telah berbuat bid’ah, dan ini adalah sebuah kesesatan.
*** *** ***
Dikutip dari Jawāb Suāl: Apa bid’ah itu dan batasannya? Dan apa bedanya dengan “man sanna sunnatan hasanatan, siapa saja yang memberi contoh dengan contoh yang baik?”