Oleh Ahmad Abu Hayyan
Saat ini adalah era di mana Amerika Serikat menyajikan cara hidupnya kepada dunia sebagai contoh untuk diikuti, sementara masyarakatnya sendiri gagal. Di setiap tingkat masyarakat di Amerika, orang-orang yang tidak bersalah, kaum wanita dan anak-anak menderita gangguan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang meliputi tindakan pembunuhan yang dilakukan tanpa pandang bulu.
Untuk yang ke-15 kali sejak Barack Obama dilantik sebagai presiden AS, tindakan kekerasan senjata massal telah terjadi di Oregon.
Sembilan orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka dalam penembakan di sekolah itu sebelum penyerang ditembak mati oleh polisi.
Pria bersenjata di Oregon itu, Chris Harper Mercer digambarkan sebagai orang yang “tidak komunikatif”, penyendiri yang dikeluarkan dari Angkatan Darat AS setelah kurang dari satu bulan mengabdi.
Pria bersenjata 26 tahun dalam penembakan mematikan itu diyakini telah meninggalkan sebuah dokumen yang memuji pembunuhan massal dan menyebutkan bahwa dia merasa kesepian dengan hanya memiliki kontak dengan beberapa orang di luar internet.
Pihak berwenang menyita 13 senjata yang terkait dengan sang penembak, enam senjata di lokasi pembunuhan dan tujuh senjata di apartemennya. Juga jaket antipeluru yang dilengkapi dengan pelat baja dan berisi 5 magazin amunisi yang ditemukan di samping senapan milik pria bersenjata itu yang berada di tempat penembakan.
Statistik kejahatan bersenjata di AS dan tindakan kekejaman
Statistik kekerasan bersenjata di AS mengungkapkan bagaimana penembakan massal rutin terjadi dan insiden senjata api lainnya telah melanda negara itu. Kecintaan terhadap benda bersenjata itu telah mencapai tingkat di mana jumlah senjata hampir sebanyak dengan jumlah orang.
- Dalam pidato Kepresidenannya, Obama telah berbicara secara terbuka atau mengeluarkan pernyataan atas 15 penembakan massal. Pembunuhan di Oregon adalah penembakan massal yang ke-994 dari masa jabatannya yang kedua – sejak November 2012.
- Sejauh ini telah terjadi 294 penembakan massal di tahun 2015. Hal ini dianggap sebagai sebuah insiden di mana empat atau lebih orang tewas atau terluka karena senjata. Ini artinya terjadi lebih dari satu penembakan dalam sehari.
- Selama periode yang sama, telah ada 45 penembakan di sekolah-sekolah, dan 142 insiden tersebut terjadi sejak pembantaian di SD Sandy Hook pada tanggal 14 Desember.
- Sebagian besar pembunuhan akibat senjata di AS dengan ukuran yang lebih kecil, sering merupakan insiden-insiden tidak dilaporkan. Menurut Gun Violence Archive, 9.956 orang telah tewas akibat senjata api sepanjang tahun ini dan lebih dari 20.000 telah terluka.
- Begitu banyak orang mati setiap tahun akibat tembakan di AS dan jumlah korban tewas adalah antara tahun 1968 hingga 2011 melebihi semua perang yang pernah dilakukan oleh negara itu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh PolitiFact, ada sekitar 1,4 juta orang yang mati karena senjata api pada periode itu, dibandingkan dengan 1,2 juta orang Amerika yang mati dalam setiap konflik dari mulai Perang Revolusi hingga Perang Irak.
- AS menghabiskan lebih dari satu triliun dolar per tahun untuk membela diri melawan terorisme, yang membunuh sebagian kecil dari jumlah orang yang terbunuh oleh kejahatan dengan senjata biasa.
- Menurut data dari Departemen Kehakiman AS dan Dewan Urusan Luar Negeri, 11.385 orang rata-rata meninggal per tahun dalam insiden senjata api di AS antara tahun 2001 hingga 2011.
- Pada periode yang sama, rata-rata 517 orang tewas setiap tahun dalam insiden yang terkait dengan teror. Dengan mengecualikan tahun 2001, ketika peristiwa 11/9 terjadi, rata-rata yang meninggal dalam setahun hanya 31 orang.
- Tidak ada angka resmi untuk jumlah senjata api di AS tapi ada diperkirakan yakni sekitar 300 juta, yang terkonsentrasi di tangan sekitar sepertiga penduduk. Jumlah senjata itu hampir cukup untuk bagi setiap pria, wanita dan anak yang ada di negara itu untuk memiliki satu senjata.
Kebebasan kepemilikan vs Kontrol senjata
Jika dibayangkan, statistik ini adalah mengejutkan dan mencelakakan. Memang orang-orang Amerika terus menderita dalam masyarakat mereka dan hidup dalam ketakutan karena terjadi lebih banyak kekerasan dengan senjata. Situasi yang tidak menguntungkan adalah bahwa diskusi yang terjadi antara kedua belah pihak. Mereka yang percaya bahwa kurangnya kontrol senjata adalah penyebab terjadinya kekerasan dan orang-orang yang percaya bahwa mereka memiliki ‘kebebasan’ untuk memiliki senjata
Hak warga negara untuk memiliki mereka senjata dilindungi oleh Amandemen Kedua Konstitusi AS dan dipertahankan dengan keras oleh kelompok-kelompok lobi seperti National Rifle Association, yang sesumbar bahwa keanggotaannya melonjak menjadi sekitar lima juta anggota setelah terjadinya penembakan di Sandy Hook.
Obama menyalahkan kegagalan undang-undang kontrol senjata untuk menyampaikan pesannya bagi negara itu. Dia menyatakan rasa frustrasinya bahwa negara-negara seperti Inggris dan Australia telah mampu mengesahkan undang-undang yang menurut pendapatnya sebagian besar telah dapat mencegah terjadinya tragedi semacam itu.
“Saat ini saya bisa membayangkan siaran pers yang keluar. Mereka akan mengatakan, kita perlu lebih banyak senjata. Lebih sedikit hukum yang menjamin keselamatan. Apakah ada orang yang benar-benar percaya hal itu? ”
Presiden menyerukan organisasi berita untuk membandingkan jumlah orang Amerika yang terbunuh akibat terorisme selama dekade terakhir dengan jumlah orang yang terbunuh dalam kekerasan bersenjata. Dia mencatat bahwa AS menghabiskan triliunan dolar dan telah mengesahkan segudang undang-undang untuk melindungi orang dari terorisme.
“Namun kami memiliki Kongres yang secara eksplisit mencegah kita bahkan untuk mengumpulkan data tentang bagaimana cara untuk mengurangi kematian akibat dari potensi penggunaan senjata. Bagaimana itu bisa terjadi? “Katanya.
Obama mengimbau para pemilih untuk memilih para politisi yang berkomitmen untuk memperkuat kontrol senjata dan pemilik senjata yang bisa bertanya kepada diri sendiri apakah organisasi seperti National Rifle Association, yang mengucurkan uang dalam jumlah besar kepada para pelobi untuk menentang pembatasan, benar-benar melayani kepentingan mereka yang menggunakan senjata untuk berolahraga dan berburu.
Penentangan yang dihadapi oleh Presiden berasal dari county Sheriff John Hanlin, yang berada di TKP pembunuhan Oregon dan berbicara atas dampak negatif hal pada keluarga dekatnya. Namun pada tahun 2013, dia menulis kepada wakil presiden, Joe Biden, dengan mengatakan dia tidak akan menegakkan UU “inkonstitusional” untuk membatasi kepemilikan senjata.
“Kontrol Senjata BUKANLAH jawaban untuk mencegah kejahatan keji seperti penembakan di sekolah. Dan tindakan menentang, atau mengabaikan Konstitusi AS dan Hak Amandemen Kedua oleh pemerintahan saat ini adalah tindakan tidak bertanggung jawab dan merupakan penghinaan terbantahkan kepada rakyat Amerika, “tulisnya.
Amerika Serikat melakukan perdebatan yang salah
Amerika tidak tahu apa yang harus dilakukan atas kekejaman ini. Membatasi pembelian senapan serbu kemungkinan besar bahkan tidak akan mengurangi jumlah korban pada pembantaian berikutnya, karena para penyerang cenderung untuk membawa lebih dari satu senjata.
Ada suatu kontradiksi yang jelas ketika para pendukung senjata mengutip Amandemen Kedua dan kemudian di sisi lain menekan kontrol senjata. Adalah tidak mungkin untuk setuju atau bahkan mencapai kompromi dalam perdebatan di mana harganya adalah kehidupan orang-orang yang tidak bersalah. Mengapa setiap orang membatasi kebebasan mereka ketika hanya minoritas kecil orang menyalah gunakan kebebasan itu?
Kebebasan adalah mustahil di Amerika. Undang-undang dan hukum adalah saksinya, karena pada dasarnya hal itu membatasi kebebasan individu. Tapi hal itu masih merupakan ‘gajah di pelupuk mata’ yang tidak ingin didiskusikan bagi mereka yang memperdebatkan masalah ini di Amerika Serikat.
Pertanyaan sebenarnya yang harus ditanyakan adalah di mana harus ditarik garis batas dan atas dasar apa pembatasan itu harus dilakukan.
Kebebasan ideal yang sebenarnya telah menutup perdebatan yang sebenarnya karena hampir terlarang untuk benar-benar menunjukkan ini merupakan masalah. Perdebatan perlu bertanya mengapa ada orang yang bisa memiliki senjata dan merasa mereka bisa melakukan apa yang mereka suka dengan senjata itu?. Orang-orang berbeda karena sifat mereka, namun ada kelompok minoritas yang akan menggunakan senjata itu untuk tujuan sendiri yang merusak terlepas dari bahaya apa yang akan ditimbulkannya kepada orang-orang yang tidak bersalah.
Sebuah senjata tidak akan membahayakan orang-orang- yang membahayakan adalah orang yang ada di belakang pelatuknya. Tindakan itu didasarkan pada perilaku orang yang memegang pistol dan bagaimana perilakunya telah terbentuk. Tapi di negara di mana kebebasan dianggap sebagai idola, hal itu telah membentuk pikiran orang untuk berada di tempat yang tidak nyaman dan ada dilema intelektual apakah mereka harus mengontrol senjata (yang bertentangan dengan landasan Amerika Serikat), atau menerima bahwa ada orang yang akan ‘menyalah gunakan kebebasan’ dan melakukan pembantaian.
Untuk mencapai hasil sosial yang diinginkan, dunia barat telah memberlakukan undang-undang yang telah mengejek nilai-nilainya sendiri yang mereka pegang teguh dan sebarkan ke seluruh planet. Misalnya, serangan teroris pada awal abad ke-21 yang memicu undang-undang yang mengizinkan kegiatan keamanan negara yang sebelumnya ditentang atas dasar kebebasan pribadi. Undang-undang ini telah mengikis “kebebasan sipil” yang berharga.
Memang, perdebatan harus tetap terfokus pada Kebebasan dan mengajukan pertanyaan tentang nilai ini. Kejahatan bersenjata telah melumpuhkan seluruh negara menjadi ketakutan atas nyawa orang-orang yang mereka cintai. Perdebatan harus dilakukan dengan jujur, transparan dan bertanya bagaimana negara seperti Amerika Serikat menghasilkan orang-orang seperti Chris Harper Mercher.
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka Peringatan kepada mereka tetapi mereka berpaling darinya.”
(Al-Mukminun: 71).
(rz)