Rusaknya masyarakat Indonesia di berbagai level, baik atas, menengah maupun bawah, menurut Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Prof Dr Maman Abdurrahman akibat keliru dalam menerapkan konsep Hak Asasi Manusia (HAM).
“Saya melihat ada kesalahan dalam menerapkan konsep HAM di Indonesia. HAM hanya diberikan kepada pelaku tidak diberikan kepada yang jadi korban. Karena itu konsep HAM harus dikembalikan kepada ajaran Islam yakni diterapkan kepada pelaku dan juga korban,” ungkapnya seperti diberitakan tabloid Media Umat Edisi 160: Indonesia, Gawat Darurat Kejahatan terhadap Anak, 3 – 23 Muharram 1436 H/ 16 Oktober – 5 November 2015
Contoh dalam pembunuhan. Dalam Islam harus ada qishas (hukuman mati bagi pembunuh). Maman yakin masyarakat tidak menolak, bahkan banyak yang menyatakan hukuman yang paling adil untuk pelaku pembunuhan seperti yang terjadi pada anak di dalam kardus itu adalah hukuman mati. Itu satu. Yang kedua, di dalam Islam qishas tidak dilakukan bila keluarga korban memaafkan, tetapi pelaku wajib bayar diyat seharga seratus unta kepada keluarga korban.
“Tuh kan adil, hukum di kita saat ini tidak adil karena lebih menekankan pada HAM pelaku, tidak memperhatikan korban dan keluarganya,” bebernya yang kesal melihat vonis hakim yang rata-rata hanya 5 tahun penjara saja.
Kasus terus berulang akibat hukum tidak tegas dan dapat dimainkan, selain itu karena hukumnya pun tidak ada keseimbangan HAM seperti yang disebut di atas. Jadi memang hukuman mati harus dilaksanakan.
“Bagus kemarin hukuman mati untuk narkoba sudah, namun untuk pembunuh kan belum. Dan bagi hukuman yang cukup dipenjara saja, usul saya, biaya makannya harus ditanggung terpidana jangan oeh negara, biar kapok!” pungkasnya.[] Joko Prasetyo