Pasca bentrokan berdarah pada Selasa (13/10) lalu, santer dikesankan oleh berbagai media bahwa umat Islam di wilayah kabupaten Aceh Singkil tidak toleran.
“Padahal kesepakatan damai tahun 1979 dan musyawarah pada tahun 2001 menunjukkan bahwa umat Islam Aceh Singkil sangat toleran,” ungkap Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Aceh Singkil Frenky Suseno Manik kepada mediaumat.com, Jum’at (16/10).
Sekalipun kelompok Kristen mengingkari kesepakatan 1979 dan 2001, selama ini umat Islam tetap menahan diri dan tidak pernah menggangu sedikit pun rumah ibadah yang telah disepakati dalam perjanjian. “Sebaliknya, umat Kristen malah banyak membangun gereja, walau tanpa izin sekali pun. Inilah yang membuat umat Islam Aceh Singkil kian resah,” beber Frenky.
Menurut Frenky, andai pihak Nasrani mematuhi kesepakatan dan aturan yang berlaku dan menjunjung tinggi perasaan Islami yang melekat pada masyarakat Aceh serta tidak memancing emosi umat Islam dengan mendirikan undung-undung (gereja kecil) liar, toleransi dan kerukunan kehidupan beragama pasti akan mewujud di tengah-tengah masyarakat.
Kristen Selalu Melanggar
Seperti diketahui, pada 1978 terjadi kerusuhan antara umat Islam dengan kelompok Nasrani di wilayah Aceh Singkil (dulunya kabupaten Aceh Selatan) yang dipicu oleh pendirian rumah ibadah yang tak memiliki izin. Pasca bentrok massal, tepatnya 1979 dilakukan perjanjian damai dengan melarang Nasrani mendirikan gereja dan undung-undung liar. Namun perjanjian tetap dilanggar.
Maka pada 2001, kesepakatan yang tertuang pada perjanjian sebelumnya dikuatkan kembali dengan ketentuan kelompok Nasrani diperkenankan memiliki satu gereja di Desa Kuta Kerangan dan empat undung-undung (sejenis rumah ibadah kecil) masing-masing di Desa Keras, Desa Tuhtuhan, Desa Suka Makmur dan Desa Lae Gecih.
“Sedangkan rumah ibadah selain yang disebutkan pada perjanjian saat itu disepakati untuk dibongkar sendiri oleh kelompok Nasrani,” beber Frenky.
Namun dalam perjalanannya, selama beberapa tahun selanjutnya, kelompok Nasrani tidak melaksanakan butir-butir perjanjian damai yang telah ditandatangani oleh Muspika, aparat keamanan dan tokoh agama masing-masing pihak. Kelompok Nasrani tidak juga membongkar sendiri rumah ibadah mereka yang tidak memiliki izin yang tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Simpang Kanan, Kecamatan Gunung Meriah dan Kecamatan Danau Paris. Bahkan hingga kini, sedikitnya terdapat 23 gereja dan undung-undung di wilayah kabupaten Aceh Singkil.
Banyaknya rumah kebaktian liar inilah yang membuat umat Islam di Aceh Singkil resah. Pada puncaknya meletuslah bentrokan fisik dan mengakibatkan terbakarnya sebuah undung-undung liar di Desa Suka Makmur serta jatuhnya 1 korban jiwa dari kalangan Muslim dan 4 korban lainya luka-luka pada Selasa (13/10) lalu.[] Joko Prasetyo