Lebih dari 36 tahun warga Aceh Singkil bersikap sangat toleran namun pemerintah terkesan membiarkan setiap pelanggaran hingga warga yang resah —dengan semakin banyaknya gereja dan undung-undung liar— pun hilang kesabaran.
“Sudah sejak lama benih-benih konflik sosial ini terkesan dibiarkan!” tegas Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Aceh Singkil Frenky Suseno Manik kepada mediaumat.com, Jum’at (16/10).
Menurut Frenky, selain berpedoman pada kesepakatan tahun 1979 dan 2001, terkait pendirian rumah ibadah agama minoritas, Pemerintah Daerah sebenarnya dapat menyegel dan membongkar rumah ibadah tak berizin melalui SKB 2 Menteri dan Pergub Aceh.
“Nyatanya, aturan itu tidak tegas dilaksanakan sehingga masyarakat tidak puas dan berbuat sendiri,” ujarnya.
Kristen Selalu Melanggar
Seperti diketahui, pada 1978 terjadi kerusuhan antara umat Islam dengan kelompok Kristen di wilayah Aceh Singkil (dulunya kabupaten Aceh Selatan) yang dipicu oleh pendirian rumah ibadah yang tak memiliki izin. Pasca bentrok massal, tepatnya 1979 dilakukan perjanjian damai dengan melarang Kristen mendirikan gereja dan undung-undung liar. Namun perjanjian tetap dilanggar.
Maka pada 2001, kesepakatan yang tertuang pada perjanjian sebelumnya dikuatkan kembali dengan ketentuan kelompok Kristen diperkenankan memiliki satu gereja di Desa Kuta Kerangan dan empat undung-undung (sejenis rumah ibadah kecil) masing-masing di Desa Keras, Desa Tuhtuhan, Desa Suka Makmur dan Desa Lae Gecih.
“Sedangkan rumah ibadah selain yang disebutkan pada perjanjian saat itu disepakati untuk dibongkar sendiri oleh kelompok Nasrani,” beber Frenky.
Namun dalam perjalanannya, selama beberapa tahun selanjutnya, kelompok Kristen tidak melaksanakan butir-butir perjanjian damai yang telah ditandatangani oleh Muspika, aparat keamanan dan tokoh agama masing-masing pihak. Kelompok Kristen tidak juga membongkar sendiri rumah ibadah mereka yang tidak memiliki izin yang tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Simpang Kanan, Kecamatan Gunung Meriah dan Kecamatan Danau Paris. Bahkan hingga kini, sedikitnya terdapat 23 gereja dan undung-undung di wilayah kabupaten Aceh Singkil.
Banyaknya rumah kebaktian liar inilah yang membuat umat Islam di Aceh Singkil resah. Pada puncaknya meletuslah bentrokan fisik dan mengakibatkan terbakarnya sebuah undung-undung liar di Desa Suka Makmur serta jatuhnya 1 korban jiwa dari kalangan Muslim dan 4 korban lainya luka-luka pada Selasa (13/10) lalu.[] Joko Prasetyo []