AS Izinkan Rusia Untuk Intervensi di Suriah, Namun Tidak di Irak: Bukti Kegagalan AS Melawan Revolusi Syam Yang Diberkati
Juru bicara Departemen Pertahanan AS, Peter Cook mengumumkan (20/10): “AS dan Rusia telah menandatangani nota kesepahaman yang bertujuan untuk menghindari benturan antara pasukan keduanya di Suriah.” Ia mengatakan: “Teks perjanjian akan tetap rahasia atas permintaan Rusia.” Ia menjelaskan bahwa “Dengan nota kesepahaman ini, pesawat kedua negara akan terus aman, dan terhindar dari benturan satu sama lain.” Mereka tengah bersekutu untuk menghancurkan Suriah dan membantai rakyatnya demi mempertahankan sistem pemerintahan sekuler, dan mencegah berdirinya sistem pemerintahan Khilafah Islam, seperti yang mereka umumkan.
Di sisi lain, Jenderal Joseph Dunford Ketua Kepala Staf Gabungan mengatakan (21/10) bahwa ia telah memperingatkan Irak dari peran angkatan udara Rusia, sebab akan menghambat serangan yang dipimpin oleh pimpinan AS. Pernyataan itu disampaikan setelah Haider Abadi, Perdana Menteri Irak mengatakan bahwa ia akan menyambut baik serangan udara Rusia di negerinya untuk melawan organisasi negara Islam (ISIS).
Semua ini menunjukkan adanya manipulasi telanjang oleh AS. Dalam hal ini, AS berkoordinasikan dengan Rusia di Suriah, dan mengizinkannya untuk melakukan pertempuran udara. Namun AS tidak mengizinkan Rusia melakukan hal yang sama di Irak. Ini menunjukkan bahwa AS telah gagal menghadapi pejuang revolusi Suriah yang diberkati setelah AS mengintervensi dan membentuk koalisi internasional, juga setelah intervensi Iran dan partainya, namun mereka tidak mampu menjamin rezim penjahat yang tengah sekarat. Oleh karena itu, AS bersepakat dengan Rusia untuk melindunginya dengan intervensi Rusia secara langsung. AS ingin krisis di Irak terus berlanjut sehingga dapat mengkonsolidasikan perbedaan antara semua pihak untuk membuat rezim yang rapuh.
Dalam perkembangan terkait, Kementerian Dalam Negeri di Moskow mengumumkan bahwa pihaknya telah menangkap 100 orang yang dituduh memiliki hubungan dengan Hizbut Tahrir, dan mengumumkan bahwa sedikitnya 20 orang yang merupakan aktivis aktif Hizbut Tahrir, yang aktivitasnya dilarang oleh Rusia, sebagaimana laporan kantor berita AFP (21/10). Perlu dicatat bahwa Hizbut Tahrir menentang intervensi Rusia di Suriah, juga menentang intervensi AS, dan berusaha untuk mendirikan Khilafah di dunia Islam. Sementara juru bicara Kementerian Dalam Negeri tidak mengungkapkan rincian lebih lengkap terkait mereka yang ditahan, kebangsaannya dan dakwaan yang dikenakan kepada mereka. Dikatakan bahwa jaksa penuntutan tengah melakukan investigasi yang diperlukan (kantor berita HT, 24/10/2015).