Begitu mendengar Presiden Jokowi menyatakan Indonesia akan bergabung dalam Kemitraan Trans Pasifik (TPP), dengan tegas peneliti senior CORE Indonesia Muhammad Ishak menolak. “Keterlibatan Indonesia dalam TPP harus ditolak!” tegasnya kepada mediaumat.com, Kamis (29/10).
Menurutnya, AS akan memaksimalkan perjanjian tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja domestik melalui peningkatan ekspor ke negara-negara anggota TPP. Dengan TPP sekitar 18,000 tarif impor barang negara-negara anggota akan dipangkas. Berbagai hambatan non tarif juga akan dikurangi. TPP juga akan membuka keterlibatan negara-negara anggota untuk terlibat dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.
Nah, produk-produk dari negara maju seperti AS akan sangat diuntungkan dalam liberalisasi ini, tetapi akan sangat merugikan Indonesia —mengingat pemerintah Indonesia tidak melakukan upaya apapun untuk melindungi dan meningkatkan kuantitas dan kualitas produk dalam negeri. Berikut beberapa di antaranya.
Pertama, menurunkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja Indonesia. Produk yang kompetitif ditopang banyak hal mulai dari inovasi, keunggulan teknologi, biaya input yang murah termasuk modal. Dengan demikian, produk-produk manufaktur terutama yang berteknologi menengah atas seperti mesin, elektronik dan farmasi, jelas akan dimenangkan oleh negara-negara maju seperti AS, Jepang dan Kanada.
“Sementara industri-industri yang kurang kompetitif seperti yang banyak dijumpai di Indonesia di atas kertas akan kalah bersaing sehingga akan berdampak pada penurunan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja,” bebernya.
Kedua, Indonesia akan semakin tergantung kepada produk impor pertanian. Untuk produk-produk pertanian dari AS, Australia dan New Zaeland juga memiliki banyak keunggulan dibandingkan negara lain seperti Indonesia, mengingat selama ini dukungan pemerintahnya terhadap sektor pertanian sangat tinggi. Dengan demikian, produk-produk pertanian dan peternakan yang berasal negara-negara itu seperti kedelai, jagung, kentang, buah-buahan, daging sapi dan susu akan lebih mudah masuk ke Indonesia.
“Produsen-produsen domestik jelas akan kalah bersaing sehingga akan mendorong penurunan kegiatan di sektor pertanian. Jika demikian, ketergantungan impor akan semakin tinggi,” ungkapnya.
Ketiga, bertentangan dengan Islam. “Hal yang lebih mendasar dari semua itu adalah perjanjian liberalisasi ekonomi bertentangan dengan Islam. Apalagi perjanjian ini diinisiasi oleh AS yang merupakan negara terdepan dalam menjajah negeri-negeri Muslim dewasa ini,” ungkap anggota Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tersebut.
Ia pun menyimpulkan, dengan masuknya Indonesia ke dalam TPP maka kemandirian dan kemajuan ekonomi dan politik negara ini akan semakin terpuruk. Rakyat negara ini akan dirugikan, sementara pihak asing akan semakin diuntungkan. (mediaumat.com, 29/10/2015)