Wawancara Koran Ar Rayah bersama Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia: Bahaya Islam Moderat

Bersamaan dengan perang melawan terorisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan sekutunya, tuntutan agar umat Islam merubah agama mereka menjadi Islam moderat, semakin kuat. Berikut ini wawancara Koran ar Rayah edisi 54 (02/12) bersama jubir Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, terkait dengan bahaya Islam Moderat ini (redaksi)

Dengan kedok “perang melawan Terorisme”, para pemimpin negara penjajah Barat, mengingankan agar umat Islam meninggalkan agama mereka. Hal itu dilakukan melalui kampanye konsep “Islam moderat”. Bagaimana pendapat anda terhadap siyasat Barat ini?

Istilah Islam Moderat tidak lain cara yang digunakan Barat untuk membendung tegaknya Islam, memecahbelah dunia Islam dan melanggengkan penjajahan Barat atas Dunia Islam. Siapa saja yang mau menerima dan mengakomodasi kepentingan penjajahan Barat akan disebut Muslim moderat. Mereka akan diberikan ‘carrot’, dipuji habis-habisan dan dipromosikan. Sementara siapa saja yang bertentangan dengan hal itu akan disebut Muslim radikal dan teroris. Mereka mendapatkan ‘stick’, artinya legal diperangi dengan cara apapun.

Barat sangat menyadari bahwa tegaknya kembali Khilafah di tengah-tengah kaum muslimin yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah, menyatukan umat Islam diseluruh dunia, melindungi dan membebaskan umat Islam yang tertindas dengan jihad fi sabilillah dan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia sehingga menjadi rahmatan lil ‘alamin, akan mengancam dominasi mereka. Oleh karena itu, tegaknya kembali Khilafah harus dicegah dengan segala cara. Salah satunya dengan menggunakan politik belah bambu.

Penyebaran demokrasi dan Islam Moderat ke Dunia Islam adalah salah satu strategi penting yang ditempuh Barat, khususnya untuk mengontrol perubahan di Timur Tengah agar jauh dari kebangkitan Islam. Jauh sebelum terjadi Arab Spring, strategi ini telah dirumuskan oleh berbagai lembaga think-tank AS. Pada 2007 Institut Amerika untuk Perdamaian (United States Institute of Peace-USIP) mengeluarkan hasil penelitian seputar “Islam Moderat” yang berjudul, “Integrasi Para Aktivis Islam dan Promosi demokrasi: Sebuah Penilaian Awal.” Penelitian memutuskan bahwa pertempuran Amerika Serikat dengan arus kekerasan dan ekstremisme harus dilakukan dengan mendukung dan memperkuat proses demokratisasi di dunia Arab.

Penelitian ini menegaskan pentingnya mendukung para aktivis Islam “moderat” ini. Sebab, mereka adalah dinding pertahanan pertama dalam menghadapi para ekstremis dan radikal. Oleh karena itu, hasil penelitian ini merekomendasikan pentingnya AS terus mendukung demokrasi di Timur Tengah, dan mempromosikan integrasi para aktivis Islam dalam kehidupan politik Barat.

Di tahun yang sama, Yayasan RAND menerbitkan sebuah hasil penelitian komprehensif tentang “Building Moslem Moderate Network-Membangun Jaringan kaum muslim Moderat” di Dunia Islam. Penelitian ini dimulai dari teori dasar bahwa konflik dengan Dunia Islam dasarnya adalah “pergolakan pemikiran”. Tantangan utama yang dihadapi Barat adalah apakah Dunia Islam akan berdiri melawan gelombang jihad fundamentalis, atau akan jatuh menjadi korban akibat kekerasan dan intoleransi. Temuan penting penelitian ini adalah “Perlunya Amerika Serikat menyediakan dan memberikan dukungan bagi para aktivis Islam moderat dengan membangun jaringan yang luas, serta memberikan dukungan materi dan moral kepada mereka untuk memerangi Islam politik dan gerakan jihad yang mengajak untuk berhukum dengan sistem syari’ah”

Penelitian ini menunjukkan bahwa sekutu yang paling penting (potensial) dalam menghadapi apa yang disebut dengan “Islam radikal” adalah kaum muslim liberal dan sekular yang percaya pada nilai-nilai liberal Barat dan cara hidup masyarakat Barat modern. Bahkan “mereka bisa digunakan untuk melawan ideologi Islam militan dan radikalisme serta dapat memiliki peran yang berpengaruh dalam perang pemikiran”.

Jadi, inilah beberapa karakteristik kaum muslim moderat menurut kacamata Barat, yaitu “kaum liberal dan sekular”. Semua tahu bahwa dua karakteristik ini adalah bagian budaya Barat.

Kampanye negara-negara Barat senantiasa memakai cara-cara penyesatan (memutar balikan fakta). Diantaranya, mereka selalu mengklaim bahwa peradaban Barat dibangun atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Sementara itu, Islam Politik-Radikal senantiasa menyebarkan faham kebencian dan bersikap keras terhadap pihak lain. Lalu apakah ada jalan tengah antara dua pandangan ini? atau hal sesungguhnya terjadi adalah perseteruan antara yang Hak dan yang Batil?

Kalau kita berbicara tentang nilai-nilai kemanusiaan universal, sesungguhnya Islam adalah agama universal yang memang diturunkan untuk seluruh umat manusia dimanapun dan kapanpun berada. Dan sebagai agama universal yang diturunkan oleh Allah Swt yang maha tahu, Islam pasti akan membawa rahmat, ketangan dan kebahagiaan. Sejarah telah membuktikan bagaimana Islam mampu memberikan kebaikan atau kerahmatan itu bagi siapa saja, baik muslim ataupun non muslim, yang hidup di bawah naungannya berbilang abad lamanya.

Landasan peradaban Islam dan Barat sangatlah berbeda. Islam dengan tauhidnya, sedang Barat dengan materialisme. Dan sebagai sebuah peradaban, keduanya tidak mungkin bertemu, kecuali yang satu menjadi subordinasi yang lain. Oleh karena itu, saat ini sesungguhnya sedang terjadi pertarungan antara Hak dan Batil.

Sebagaimana kita saksikan, kampanye media-media saat ini, di seluruh Dunia, terus mengarahkan pada pentingnya “Islam Moderat” yang toleran terhadap kelompok minoritas. Menurut pengamatan anda, apa sesungguhnya inti dari “Islam Moderat” yang mereka maksud? Apa definisinya? Bagaimana pandangan anda atas definisi tersebut?

Rand Corporation dalam “Building Moderate Muslim Networks” menjelaskan karakter Islam moderat, yakni mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan jender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang non sekterian, dan menentang terorisme.

Dalam ukuran yang lebih detil, Robert Spencer – analis Islam terkemuka di AS – menyebut kriteria seseorang yang dianggap sebagai muslim moderat antara lain: menolak pemberlakuan hukum Islam kepada non muslim; meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam; menolak supremasi Islam atas agama lain; menolak aturan bahwa seorang muslim yang beralih pada agama lain (murtad) harus dibunuh; mendorong kaum muslim untuk menghilangkan larangan nikah beda agama dan lain-lain.

Jadi, sangat jelas Islam Moderat adalah istilah yang sarat kepentingan Barat untuk mencegah kembalinya Islam dalam kehidupan sebagai sebuah model kehidupan yang unik berdasarkan aqidah dan konsep Islam serta  bertentangan  nilai-nilai dan kepentingan Barat penjajah.

Di sisi lain, media Barat  selalu menampilkan contoh negara terbaik adalah Negara Liberal – sekular, yang dibangun atas dasar pemisahan antara agama dan kehidupan. Mereka senantiasa mengklaim bahwa peradaban Barat adalah peradaban universal yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Padahal track record penjajah demikian jelas mengungkap kebohongan mereka itu. Apakah pantas kita menerima Islam  demokratis?

Tidak pantas sama sekali kita menerima Islam demokratis. Sesungguhnya keduanya, yakni antara Islam dan demokrasi, memiliki landasan pemikiran yang sangat berbeda dan bertolak belakang. Demokrasi menunjung prinsip kedaulatan di tangan rakyat (as-siyadah lis-sya’bi). Artinya, yang menentukan benar dan salah, atau halal dan haram, adalah manusia berdasar prinsip suara mayoritas. Sementara Islam menyerahkan kedaulatan kepada Allah SWT (as-siyadah lis-syar’i). Sumber hukum dalam Islam adalah Al Qur’an dan as Sunnah dan apa yang ditujuk oleh keduanya, bukanlah kehendak manusia, para penguasa, atau nafsu kelompok yang berkuasa,  sebab hal itu termasuk bagian dari syirik, na’udzubillah.

Lebih dari itu, Islam menjamin non muslim untuk menjalankan ajaran agamanya.  Harta, jiwa dan kehormatan mereka pun dijamin dalam Islam. Rasulullah Saw bersabda: “Siapa saja yang menyakiti seorang kafir dzimiy maka ia telah menyakitiku”. Sementara itu, dalam sistem demokrasi yang diklaim Barat, umat Islam yang hidup di Barat mendapatkan diskriminasi, jilbab dilarang, pembangunan mesjid dilarang, generasi kaum muslimin berada dalam bahaya dekadensi moral dan penyimpangan seksual, dll. Anehnya, Barat kemudian mengklaim bahwa peradaban mereka menjunjung hak-hak manusia, bukankah ini kontradiksi yang sangat jelas..?

Bagaimanakah solusi Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah dalam menghadapi serangan dan kampanye Barat ini? Apa yang sikap yang wajib diambil kaum muslimin dalam menghadapi perang peradaban saat ini?  

Pertama, umat Islam harus kokoh berpegang teguh pada ajaran Islam, kepada al Quran dan As Sunnah, agar bisa memilah mana yang haq dan mana yang batil, serta terhindar dari ide-ide Barat yang sesat dan menyesatkan, seperti demokrasi dan moderasi Islam. Kedua, umat Islam harus sungguh-sungguh berjuang bagi tegaknya kembali kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah ‘Ala minhajin Nubuwawah, yang akan menerapkan syari’ah Allah Swt semata, menghilangakan pengaruh penjajahan Barat di negeri-negeri kaum muslimin, mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad, untuk membebaskan seluruh umat manusia dari kejahatan kapitalisme yang rusak dan merusak. (Abu Muhtadi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*