Sampurasun dan Mulianya Ucapan Salam dalam Islam

Zamroni Ahmad

Muqaddimah

Beberapa waktu terakhir ini sedang hangat diperbincangkan seputar aroma pergantian ucapan “Assalamualaykum” menjadi “Sampurasun” yang tidak lain adalah sapaan dalam bahasa Sunda. Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi yang disebut-sebut sebagai penggagas ide ini telah mengkonfirmasi bahwa hal itu tidak benar. Malah dalam pembelaannya, beliau menampilkan rekaman pidato beliau yang tetap selalu mengucapkan “assalamualaykum”, walaupun disusul dengan sapaan “sampurasun”. Dedi pun mengatakan “Assalamualaikum dan sampurasun adalah pertautan,” ujar Dedi, Kamis (26/11/2015), dikutip Kompas.

Hangatnya diskursus tidak hanya sampai di situ. Belakangan pro-kontra malah bergeser ke arah sorotan terhadap Video rekaman ceramah Habib Rizieq Syihab di Purwakarta beberapa waktu lalu yang disinyalir mempelesetkan ucapan “Sampurasun” menjadi “Campur Racun” . Aliansi Masyarakat Sunda Menggugat yang diinisiasi oleh Angkatan Muda Siliwangi Jawa Barat melaporkan Habib Rizieq ke Polda Jawa Barat atas tuduhan penghinaan dan pelecehan terhadap budaya sunda karena telah memplesetkan salam sunda ‘”sampurasun” menjadi “campur racun”. republika.co.id, (26//11/2015).

Namun gugatan inipun mendapat respon balik dari pihak Habib Rizieq. “Jangan separuh-separuh dengar ceramah Habib Rizieq. Dengarkan secara seksama keseluruhan ceramah,” kata Wakil Sekjen FPI, Awid Masyhuri. Awid menuturkan, Habib Rizieq punya alasan mengapa bertutur seperti itu. Dia bilang, Habib Rizieq geram dengan sikap Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang hendak mengganti ungkapan Assalamualaikum menjadi ‘sampurasun’.

Awid menilai, sikap Dedi itu hendak mengubah syariat Islam. Menurut Awid, Habib Rizieq sempat berujar “ada pihak-pihak yang ingin membenturkan budaya dengan syariat. Jadi campur aduk,” di awal pembuka ceramah. Sehingga, kata dia, ungkapan ‘campur racun’ itu bukan berniat melecehkan. FPI, kata dia, tidak melarang budaya yang ada. Hanya saja, jangan sampai budaya yang salah malah dicampuradukkan dengan syariat Islam. Ungkapan salam ‘sampurasun’ pun, kata dia, sah saja digunakan masyarakat Sunda. Namun, bukan untuk mengganti ucapan Assalamualaikum. Metrotvnews.com, Kamis (26/11/2015)

“Dedi Mulyadi memang bukan sedang memasyarakatkan kesantunan salam Sunda “sampurasun”, tapi dia memang sedang merusak umat Islam Purwakarta dengan “campur racun”, yaitu meracuni aqidah umat dengan aneka perbuatan syirik,” kata Rizieq dalam nukilan ceramah yang diupload di dunia maya itu. beritasatu.com, Minggu (29/11/2015).

Sekilas tentang ucapan Sampurasun  

Kata Sampurasun berarti permisi dan balasannya yakni Rampes berarti silahkan. Atau ada juga yang mengartikan Sampurasun berasal dari kalimat “Sampurna ning ingsuh” yang memiliki makna “sempurnakan diri anda”. Dalam sejarahnya, kata Sampurasun merupakan singkatan dari Sampura (hampura) yang artinyapunten . Kata ini singkatan dari “abdi nyuhunkeun dihapunten” (Saya mohon dimaafkan). Sehingga, ketika seseorang mengucapkan Sampurasun maka jawabannya tentu saja Rampes, artinya baik dimaafkan. (mangyono.com).

Salam di Masa Jahiliyah

Di era sebelum Islam datang sebetulnya bukan tidak ada ucapan salam. Orang-orang Quraisy sendiri punya salam yang biasa mereka ucapkan sesama mereka. Imran bin Hushain pernah berkata “Pada masa jahiliyah dahulu, kami biasa mengucapkan an‘amaLlaahu bika ‘ainan dan an’im shabaahan. Yang maknanya kurang lebih “semoga engkau mendapat kenikmatan”. Ketika Islam datang, kami dilarang mengucapkan salam seperti itu.” Hadits hasan. Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (X/385/19437), Abu Dawud (5227), dan Baihaqî dalam kitab Syu‘abul-iiman (8502).

Filosofi Ucapan Salam dalam Islam

Ucapan salam dalam Islam memiliki filosofi dan nilai yang sulit tergantikan oleh ucapan manapun. Cakupan makna, muatan doa, dan pesan moril serta sosial di dalamnya tak kan dapat disamai oleh ucapan atau sapaan manapun di dunia ini. Maka seyogyanya, sebagai muslim, setelah memahami hakekat ucapan salam, kita tak pernah lagi terpikir untuk menggantinya atau menyandingkannya dengan ucapan apapun selainnya.

Berikut ini adalah beberapa hal terkait dengan ucapan “assalamualaykum” dalam Islam:

Ucapan Salam adalah pembangkit Mahabbah (cinta) sesama muslim.

Dari Abu Hurayrah, Rasulullah s.a.w bersabda:

لا تدخلون الجنة حتى تؤمنوا، ولا تؤمنوا حتى تحابوا، أولا أدلكم على شيء إذا فعلتموه تحاببتم: أفشوا السلام بينكم

Kalian tidak akan masuk surge hingga kalian beriman. Dan kalian takkan beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian melakukannya maka kalian akan saling menintai? Sebarkanlah Salam di antara kalian (HR. Muslim)

Salam dalam Islam adalah hak sesama muslim.

Dari Abu Hurayrah, Rasulullah s.a.w bersabda:

حق المسلم على المسلم ست ، قيل: ما هي يا رسول الله؟ قال: إذا لقيته فسلم عليه

Hak muslim atas muslim lainnya ada enam. Ditanyakan “apa itu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab : jika engkau menjumpainya maka ucapkanlah salam…. (HR. Muslim)

Ucapan Salam adalah salah satu kebaikan Islam.

Dari Abdullah bin Umar:

أن رجلا سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم: أي الإسلام خير؟ قال: تطعم الطعام, وتقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف

bahwa seseorang telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w “Apa yang dari Islam yang merupakan kebaikan?”. Beliau bersabda “Engkau memberi makan dan mengucapkan Salam kepada yang engkau kenal dan engkau tidak kenal” (HR. Bukhari)

Ucapan salam dalam Islam adalah karakteristik pembeda umat Islam.

Dari Aisyah, Rasulullah s.a.w bersabda:

ما حسدكم اليهود على شيء ما حسدوكم على السلام والتأمين

Tidak ada sesuatu yang orang Yahudi dengki pada kalian melebihi kedengkian mereka pada kalian dalam hal ucapan Salam dan saling melindungi (HR. Bukhari)

Ucapan salam menambah pahala.

 Dari Imran bin Hushain:

جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: السلام عليكم، فرد عليه السلام ثم جلس، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (عشر), ثم جاء آخر فقال: السلام عليكم ورحمة الله، فرد عليه فجلس، فقال: (عشرون), ثم جاء آخر فقال: السلام عليكم ورحمة الله وبركاته، فرد عليه فجلس، فقال: (ثلاثون

Seseorang telah datang kepada Nabi s.a.w, dan mengucapkan “Assalamualaykum”, lalu Nabi menjawab lalu ia duduk. Dan Nabi s.a.w mengatakan “sepuluh (pahala kebaikan, red)”. Kemudian datang yang lain lagi, dan mengucapkan “Assalamualaykum wa rahmatullah”, lalu Nabi menjawabnya lalu ia duduk. Dan Nabi s.a.w mengatakan “duapuluh (pahala kebaikan, red)”. Kemudian datang yang lain lagi dan mengucapkan “Assalamualaykum wa rahmatullahi wa barakatuh”, lalu Nabi menjawabnya lalu ia duduk. Dan Nabi s.a.w mengatakan “tigapuluh (pahala kebaikan, red)” (HR. Thabrani)

Ucapan Salam adalah salah satu sebab penting untuk masuk surga.

Nabi s.a.w bersabda:

  يا أيها الناس: أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصِلُوا الأرحام، وصلّوا بالليل والناس نيام، تدخلوا الجنة بسلام رواه أحمد والترمذي والحاكم، وصححه الترمذيوالحاكم ووافقه الذهبي

Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah silaturahim, sholatlah di malam hari saat orang-orang sedang tidur, maka kalian akan masuk surga. (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan al Hakim)

Diantara etika mengucapkan salam dan keutamaannya adalah:

Yang mendahului ucapan salam adalah orang yang paling dekat dengan Allah. Nabi s.aw berabda: “Orang yang paling dekat kepada Allah adalah yang lebih dahulu mengawali ucapan salam”. Riwayat Imam Ahmad (21776), Abu Dawud (5197), dan Tirmidzî (2694) dari Abu Umâmah a. Lihat, Al-Misykât (446).

Sabda Nabi s.a.w tentang siapa yang sebaiknya lebih dulu mengucapkan salam:

يُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

“Yang kecil (muda) memberi salam kepada yang tua; yang berjalan memberi salam kepada yang duduk; yang naik kendaraan memberi salam kepada yang berjalan; dan yang sedikit memberi salam kepada yang banyak.” Shahih Bukari no. 6231 dan 6232 dan Shahih Muslim no. 2160 dari Abu Huhrairah

“Jika ada dua orang yang sama-sama berjalan kaki, maka yang memulai dengan ucapan salam adalah lebih utama.”  Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân dalam Shahih-nya (498).

Pengaruh Faham Islam Nusantara

Kita nampaknya mesti keluar dari kontroversi seputar issue penggantian ucapan assalaamualaykum menjadi ucapan sampurasun. Karena sebagaimana yang diakui sendiri oleh Bupati Purwakarta, Pak Dedi Mulyadi, bahwa issue itu tidak benar. Termasuk kita juga tidak mesti berlarut-larut mendiskusikan soal plesetan “Sampurasun” menjadi “Campur Racun” sebagaimana yang dituduhkan kepada Habib Rizieq. Karena pihak beliau pun sudah mengklarifikasi hal itu.

Yang patut kita cermati adalah adanya semacam upaya dari sebagian pihak untuk mencoba memisahkan kultur keislaman masyarakat kita, sebagai tindak lanjut dari gagasan Islam Nusantara. Yang lama kelamaan hanya menjadi Nusantara saja, tanpa Islam. Ini lah sesungguhnya yang mesti kita waspadai. Sepak terjang Bupati Purwakarta sebetulnya bisa kita baca dalam konteks adanya ruang yang diberikan kepada beliau oleh gagasan Islam Nusantara ini, untuk mengekspresikan wajah Nusantara. Lebih tepatnya Nusantara versi masa lalu. Bermula dari disandingkannya budaya lokal dengan tradisi Islam, lama kelamaan mungkin bisa menggeser Islam itu sendiri.

Sebuah tulisan di salah satu situs mengutip bahwa “sejak memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran “Sunda Wiwitan”, sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali…Selanjutnya, ia membuat kereta kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Roro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Roro Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta. Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain “Poleng”, yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk “Keindahan”, tapi untuk “Keberkahan” sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali. Forum.liputan6.com (28/11/2015)

Beliau juga dikhabarkan pernah mengusulkan agar “Semua Agama & Keyakinan Diakui Negara”. News.okezone.com (26/11/2014). Termasuk usulan agar ajaran Kejawen dan Sunda Wiwitan diakui “Secara pribadi saya minta Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran asli Indonesia. Sebelum ada agama formal ada leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen. Mereka adalah warga yang menghormati leluhurnya, karena mereka tidak bisa menulis nama agama di identitasnya. Tidak punya akta dan KTP, padahal mereka pengikut agama leluhur bangsa,”  RMOL.co (27/10/2015).

Khatimah        

Islam hadir utuk memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat serta mengganti budayany menjadi yang lebih bermartabat dalam bernilai ukhrawi, bukan semata soal tata krama kemanusiaan. Melihat fakta-fakta di atas, maka yang patut kita waspadai adalah adanya fenomena Nostalgia Budaya Nusantara masa lalu dan upaya pengembalian budaya tersebut. Lebih dari sekedar kontroversi seputar pergantian salam dan perbenturannya dengan sapaan lokal masyarakat.

Sungguh luhur ucapan salam dalam Islam dengan berbagai dimensi seperti yang dipaparkan di atas. Tentu ini sudah lebih dari cukup dari apa yang diperlukan oleh ucapan salam yang ada di budaya manapun.  Maka, ucapan sampurasun atau sapaan lokal lainnya tetap diposisikan dalam praktek yang semestinya, yang tidak boleh disamakan, disandingkan, apalagi menggantikan ucapan Salam dalam Islam. Wallahu a’lam.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*