Refleksi Akhir Tahun 2015: INDONESIA MAKIN LIBERAL, MAKIN TERJAJAH

[Al-Islam edisi 786, 13 Rabiul Awal 1437 H – 25 Desember 2015 M]

Banyak peristiwa politik, sosial dan ekonomi yang terjadi di sepanjang tahun 2015. Semuanya menunjukkan satu hal, bahwa negeri ini terus dibelit masalah. Indonesia masih jauh dari harapan. Bahkan Indonesia makin liberal, makin terjajah.

Ada beberapa yang patut dicatat sepanjang tahun 2015. Pertama: JKN dan BPJS Kesehatan. JKN dan BPJS Kesehatan pada hakikatnya adalah asuransi sosial yang dipaksakan kepada seluruh rakyat. Sistem jaminan sosial semacam ini lahir dari sistem kapitalisme. Dengan mewajibkan seluruh rakyat dalam asuransi itu, negara hendak berlepas tangan dari urusan layanan kesehatan rakyatnya. Artinya, negara memindahkan tanggung jawab ini ke pundak rakyat.

Kedua: Ancaman kekerasan. Ancaman kekerasan, khususnya kekerasan seksual terhadap anak-anak dan wanita, sebab mendasarnya adalah pembangunan masyarakat bercorak kapitalistik dan penerapan sistem sekular-liberal di segala sisi kehidupan.

Ketiga: Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Terakhir Rupiah sempat ada di angka 14000 per Dolar AS. Di antara sebabnya adalah: adanya defisit transaksi berjalan karena impor lebih banyak dari ekspor; aliran keluar modal asing dari dalam negeri meningkat terutama dari pasar saham dan dana obligasi; dan utang luar negeri yang besar harus dibayar dalam bentuk Dolar AS. Ada juga pengaruh sentimen atas kebijakan Bank Sentral AS, devaluasi Yuan oleh Cina dan sentimen menguatnya perekonomian AS sehingga Dolar banyak yang balik kandang.

Keempat: Pemerintah terus menambah utang. Pemerintah terus gencar menambah utang, termasuk dari Cina. Tentu ‘tidak ada makan siang gratis’. Hasil riset oleh Rand Corporation, “China’s Foreign Aid and Government-Sponsored Investment Activities menyebutkan, utang yang diberikan oleh Cina mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari Cina. Beban akibat utang yang makin menumpuk itu akan kembali ditanggung oleh rakyat.

Kelima: APBN makin kapitalis dan makin memeras rakyat. APBN 2016 yang ditetapkan pada Oktober 2015 makin kapitalis dan makin memeras rakyat. Penerimaan makin bersandar pada pajak, artinya pungutan terhadap rakyat akan makin besar. Subsidi untuk rakyat terus dikurangi, baik subsidi BBM, listrik, pupuk, dan lainnya.

Keenam: Masalah Freeport. Freeport oleh Pemerintah diberi sinyal kepastian perpanjangan kontraknya. Itu artinya, pengerukan kekayaan alam oleh Freeport dan asing pada umumnya akan terus berlanjut.

Ketujuh: Bencana kabut asap. Bencana kabut asap kembali melanda banyak wilayah negeri ini. Bencana tahun ini lebih besar dan lebih luas.

Kedelapan: Pilkada serentak. Pada penghujung tahun 2015 ini, Pilkada serentak diselenggarakan di 269 daerah. Pilkada serentak itu belum menampakkan akan memberi harapan nyata. Pasalnya, hampir tidak ada yang berubah, kecuali hanya penyelenggaraannya yang serentak.

Kesembilan: Masih banyak peristiwa lain seperti nestapa pengungsi Rohingya; Islam yang dipojokkan yakni lain Singkil, lain Tolikara; Hari Santri Nasional yang semestinya dijadikan momentum mengungkap kebenaran sejarah untuk menghentikan pengaburan dan penguburan sejarah umat Islam; dll.

Makin Liberal, Makin Terjajah

Semua ini menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2015 kita masih memiliki banyak masalah, yang tak bisa dilepaskan dari sistem liberal yang diadopsi Indonesia. Padahal liberalisme merupakan pintu negara-negara penjajah untuk lebih mengokohkan penjajahannya di negeri ini. Jadilah Indonesia makin liberal, makin terjajah.

Menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2015 itu, dapat disimpulkan: Pertama, setiap penerapan sistem sekular, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta, pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Semua ini semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali ke jalan yang benar, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT, dan meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi busuk, terutama kapitalisme yang nyata-nyata telah sangat merusak dan merugikan umat manusia. Itulah sesungguhnya yang telah diperingatkan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya yang sudah sangat sering kita baca:

)ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ(

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41)

Kedua, demokrasi dalam teorinya adalah sistem yang memberikan ruang kepada kehendak rakyat. Namun, dalam kenyataannya itu hanya menjadi jalan bagi segelintir elit politik—yang berselingkuh dengan pemilik modal—untuk berkuasa. Pemerintahan yang terbentuk di Pusat maupun Daerah, oleh karena balas budi atas dukungan finansial yang diterima, cenderung menggunakan kewenangannya untuk kepentingan para pemilik modal tersebut. Akhirnya, rakyat menjadi korban, baik karena terabaikan kepentingannya dalam layanan publik maupun akibat korupsi dan manipulasi anggaran negara. Itulah yang terjadi saat ini di negeri ini, sebagaimana tampak dari proses legislasi di DPR dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah di Pusat maupun Daerah, khususnya di bidang ekonomi dan politik yang sangat pro terhadap kepentingan pemilik modal domestik maupun asing. Kenyataan ini semestinya memberikan peringatan umat Islam untuk tidak mudah terkooptasi oleh kepentingan para pemilik modal. Hal ini juga semestinya menjadi peringatan bagi penguasa di manapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah demi tegaknya kebenaran, bukan demi memperturutkan nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada kaum kapitalis.

Itulah juga yang sesungguhnya telah Allah SWT peringatkan kepada kita, yang sekaligus menjadi teguran keras bagi siapa saja yang lebih menghendaki hukum jahiliyah daripada hukum Allah SWT untuk mengatur peri kehidupan mereka.

)أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ(

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan di dalam Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm, bahwa Allah SWT telah mengingkari siapa saja yang keluar dari hukum Allah SWT yang meliputi segala kebaikan dan mencegah segala keburukan; dia berpaling pada pandangan-pandangan, kecenderungan hawa nafsu dan bermacam istilah yang dibuat oleh manusia tanpa sandaran berupa syariah Allah SWT seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah; mereka memutuskan perkara serta memerintah dengan kesesatan dan kebodohan yang mereka buat dengan pandangan dan hawa nafsu mereka.

Ketiga, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini, kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Zat Yang Mahabaik. Itulah syariah Islam. Adapun pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.

Tentu kita semua selalu mengharapkan terwujudnya kehidupan yang dipenuhi dengan kebaikan dan jauh dari keburukan; terwujudnya keadilan dan jauh dari kezaliman; terealisasinya kemakmuran dan pemerataan, bukan kenestapaan dan kesenjangan. Singkatnya, kita tentu mengharapkan kehidupan yang berlimpah dengan keberkahan. Harapan bagi terwujudnya semua itu masih terbuka lebar. Semua itu merupakan janji Allah SWT, sementara janji Allah SWT adalah pasti. Hanya saja, syarat yang Allah SWT tetapkan harus kita penuhi.

)وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ…(

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (TQS al-A’raf [7]: 96).

Untuk itu, kita harus memenuhi syaratnya, yaitu mewujudkan keimanan dan ketakwaan penduduk negeri. Wujud riilnya tidak lain adalah dengan menerapkan syariah Islam secara totalitas dan menyeluruh di bawah sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.

Wahai Kaum Muslim:

Oleh karena itu harus ada usaha sungguh-sungguh dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta kerjasama dari seluruh komponen umat Islam di negeri ini untuk menghentikan sekularisme, liberalisme dan neoimperialisme; lalu berupaya untuk menegakkan syariah dan Khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik. Syariahlah—yang ditegakkan oleh khalifah dalam sistem Khilafah—yang menjadi jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta sehingga berbagai kerusakan, kezaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

 

Komentar al-Islam:

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima sebanyak 63 pendaftaran sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak hingga Minggu (20/12). (Kompas.com, 21/12).

  1. Itu artinya dari 264 daerah yang menyelenggarakan Pilkada, 23,86 persen terjadi sengketa Pilkada. Belum lagi, Polri juga telah menerima 29 laporan perkara pidana terkait Pilkada dari sejumlah daerah.
  2. Ironis, Pilkada yang menghabiskan triliunan uang rakyat ternyata dalam penyelenggaraannya banyak masalah. Lebih ironis lagi jika nanti hasilnya masih sama dengan sebelum-sebelumnya. Daftar kepala daerah terjerat pidana bisa akan makin panjang.
  3. Hanya Islam yang bisa memberikan sistem pemilihan penguasa daerah yang benar-benar memenuhi aspirasi rakyat dan peduli dengan kepentingan rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*