Syaikh Muhammad Husein Abdullah (Abu Sufyan) Bertahan Dalam Kekejaman Assad

m husain abdullah

Muhammad Husein Abdullah (Abu Sufyan)
Aktivis Senior Hizbut Tahrir

Semua siksaan yang ditimpakan kepada dirinya memang menyakitkan. Tetapi bagi Syaikh Abu Sufyan yang paling parah adalah tatkala dirinya dan tahanan politik lainnya dilarang shalat. Sipir memantau terus. Setiap kedapatan ada yang mau shalat, maka sipir langsung masuk ruang tahanan untuk mencegahnya.

“Saya memutuskan untuk tetap shalat, betapapun mereka melarangnya,” tegas Syaikh Abu Sufyan.

Pada suatu waktu, dalam penjara bawah tanah di Damaskus, Suriah di antara tahun 1972-1977-an, ketika Abu Sufyan sedang melaksakan shalat maghrib dalam keadaan duduk, masuklah kepala lapas. Dia adalah seorang Sirkasia, namanya Ahmad. “Tinggalkanlah shalat!” bentak Ahmad.

Namun Syaikh Abu Sufyan tetap melanjutkan shalat hingga duduk yang terakhir. Kemudian sipir tersebut menghampiri dan memukuli Syaikh Abu Sufyan mulai dari tubuh bagian kanan. Tak puas memukuli bertubi-tubi, Ahmad pun membawa Syaikh Abu Sufyan ke ruang kantornya.

Di kantor dia menyiksa Syaikh Abu Sufyan, dengan peralatan kantor yang ada seperti meja, kursi,  dsb. Setelah seperempat jam dia melakukan itu, tiba-tiba dia jatuh tersungkur ke tanah. Para petugas yang lain pun datang, mengelilinginya, dan menggerak-gerakkannya. “Anda telah membunuh Direktur!” bentak salah seorang sipir kepada Syaikh Abu Sufyan. Kemudian Syaikh Abu Sufyan kembali dibawa ke sel. Belakangan diketahui, menurut informasi dari sipir, kepala lapas tersebut mengalami kelumpuhan.

Ya, itulah salah satu potongan kehidupan di penjara bawah tanah, saat dirinya menjadi tahanan politik selama lima tahun di penjara pusat Damaskus, Suriah. Ia dan sebelas aktivis Hizbut Tahrir lainnya yang pada 1972 Masehi dijebloskan ke penjara tersebut.

“Penahanan ini dilakukan dengan nama operasi pemberangusan ormas-ormas. Di lapas ini ada 12 aktivis Hizbut Tahrir yang dimasukkan ke sel bawah tanah,” ungkapnya dalam wawancara kesaksiannya kepada HTmediaTV yang diunggah ke http://youtube.com/watch?v=5_pKXxkPVcc pada Sabtu, 27 Juni 2015.

Mengenal Hizbut Tahrir

Syaikh Muhammad Husein Abdullah merupakan nama lengkapnya. Sehari-harinya juga biasa dipanggil Syaikh Abu Sufyan. Syaikh Abu Sufyan saat kecil tinggal di desa Al-Sair, dekat Al-Khalil, Palestina. Ia berasal dari keluarga perantau. Sehingga pindah tempat tinggal bukan istilah asing baginya bahkan seperti kegiatan hari-harinya. Merantau sudah ia dilakukan sejak 1948 M.

Mengenal Hizbut Tahrir sudah dimulai sejak usia sekolah dasar. Saat itu, tepatnya pada 1952 terjadi forum diskusi antara aktivis Hizbut Tahrir dan aktivis sosialis.

Diskusi ini berbicara mengenai eksistensi tuhan (itsbat wujud al-khalik). Dalam diskusi tersebut aktivis Hizbut Tahrir bisa mematahkan argumentasi lawan. Argumentasi aktivis Hizbut Tahrir tersebut menyebabkan aktivis sosialis tersebut keluar dari forum diskusi karena kalah telak argumentasinya.

Sedangkan Syaikh Abu Sufyan kecil dan beberapa temannya yang juga masih kecil-kecil tidak beranjak. Ia merasa tercerahkan. Ia pun mengaku kepada aktivis Hizbut Tahrir, sebelum datang ke forum ini, dirinya dan juga teman-temannya telah menjadi sosialis selama sepekan.

Maka usai diskusi tersebut, Syaikh Abu Sufyan kecil dan teman-temannya mengucapkan syahadat kembali, mengambil wudhu dan melaksanakan shalat isya.

Sejak forum diskusi tersebut, ia sering bercengkrama dengan Hizbut Tahrir dan mempelajari pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir secara rutin; yaitu seminggu sekali. Pembinaan ini diikuti oleh 6-7 anak.

“Aktivis Hizbut Tahrir tersebut merupakan salah seorang mahasiswa yang sedang menempuh sekolah tingginya di salah satu kampus di daerah Al-Khalil,” ungkap Syaikh Abu Sufyan.

Pembinaan tersebut tidak berlangsung lama karena orang tua Syaikh Abu Sufyan harus pindah kota lagi. Dan baru mulai pembinaan lagi pada tahun 1954 di sekolah yang para gurunya ternyata banyak yang menjadi aktifis Hizbut Tahrir. Dan sejak tahun 1955, Syaikh Abu Sufyan yang kala itu masih sangat belia—tapi sudah akil baligh—resmi menjadi anggota Hizbut Tahrir.

Ia pun aktif membina dan dibina serta berdakwah bersama Hizbut Tahrir untuk menyeru manusia akan kewajiban menegakkan kembali khilafah rasyidah yang kedua.

Disiksa Rezim Assad

Seperti kebiasaannya yang sering berpindah-pindah, ketika dewasa pun dirinya terus berpindah-pindah. Hingga pada tahun 1970-an merantau ke Suriah. Di negeri yang dikenal dengan kekejaman penguasanya, Syaikh Abu Sofyan tetap melancarkan dakwah. Karena sekejam apa pun sang diktator, kebenaran harus tetap disampaikan.

Maka dengan lantang Abu Sofyan pun meneriakkan kebenaran. Kontan saja, dikator Suriah kala itu Hafiz Al-Assad (ayah diktator sekarang Bashar Al-Assad) menangkap dan memenjarakannya. Lalu ia pun dijebloskan ke dalam penjara pusat Damaskus, Suriah.

Selama ditahan berbagai siksaan ditimpakan kepadanya dengan berbagai variasinya. Suatu ketika, ia dan aktivis HT lainnya dibawa ke polisi intelejen. Di hadapan polisi intelejen tersebut mereka disiksa tanpa sidang apalagi pembuktian. Setelah itu mereka dimasukkan ke ruangan sel bawah tanah tanpa alas dan tikar. Untuk tidur Mereka hanya beralaskan baju dan celana. Dan yang lebih menyedihkan lagi, lapas hanya memberi mereka makanan mentah dan buah plum tanpa makanan yang lainnya.

Hal ini menjadikan mereka sangat lemas karena tidak seimbangnya kebutuhan gizi tubuhnya. Hal ini berlangsung selama 140 hari. Pernah suatu ketika, di antara tahanan tersebut jatuh saat berjalan menuju kamar kecil karena tubuhnya sangat lemas.

Di lapas ini mereka mengalami penyiksaan tiga kali sehari, yaitu penyiksaan pagi hari, penyiksaan siang hari, dan penyiksaan sore hari. Semua penyiksaan ini tanpa investigasi, tanpa pembuktian kesalahan. Penyiksaan ini juga berlangsung selama 140 hari. Penyiksaan ini dilakukan pihak lapas di penjara sel bawah tanah.

Para tahanan tinggal di penjara sel bawah tanah selama sembilan bulan atau satu semester setengah. Hanya saja fokus penyiksaannya berlangsung 140 hari tersebut. Sedangkan hari hari selainnya beragam penyiksaan. Selain penyiksaan fisik, pihak lapas juga melarang mereka memakai baju dan celana dan juga melarang pihak keluarganya untuk mengunjunginya.

Suatu ketika pernah celana panjang yang dikenakan Syaikh Abu Sufyan basah dengan keringat dan darah bekas penyiksaan sampai mengalir ke kaki. Tampak tubuhnya berlumuran darah dan keringat. Semua pakaian dalam dibuang karena penuh dengan darah. Yang tersisa hanya celana panjang luar dan switter atau jaket penghangat.

Lebih sadisnya lagi, ketika keluarga tahanan tersebut menitipkan pakaian ganti kepada sipir lapas, mereka tidak memberikan pakaian ganti tersebut kepada tahanan. Serta tidak memberikan info sedikitpun tentang kunjungan dari keluarga dan tahanan lainnya.

“Setelah saya keluar dari penjara, istri bercerita, dirinya telah mendatangi departemen dalam negeri meminta surat izin bisa mengunjungi saya di penjara, namun surat tersebut dirobek-robek kepala lapas. Kepala lapas lalu berkata ‘Katakan kepada menteri dalam negeri bahwa anak atau suami Anda tidak ada di lapas ini’,” ungkap Syaikh Abu Sufyan.

Kehidupan di lapas ini memang sangat mengerikan. Suatu ketika, ia juga pernah disidang oleh tim investigasi dan diinterogasi mengenai Suriah, politik Suriah, Yordania, dan tentang Hafiz Assad. Syaikh Abu Sufyan mengatakan kepada tim investigasi bahwa Hafiz Assad bukanlah antek Amerika…

“Akan tetapi, antek dari antek Amerika; yaitu antek dari Anwar Sadat (diktator Mesir kala itu). Dan Anwar Sadat lah yang merupakan antek Amerika!” tegasnya blak-blakan yang kontan membuat berang tim investigasi. Dan Abu Sufyan pun kembali disiksa.

Itulah salah satu penggalan kisah kesabaran dan keistiqamahan Syaikh Abu Sufyan di jalan dakwah. Semoga menginspirasi kita semua.[] agus-ade/joy

Sumber: Tabloid Mediaumat edisi 164

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*