HTI Press. Jakarta. Umat sangat membutuhkan pelindung hakiki, yang mampu melindungi mereka dari cengkeram imperialis kapitalisme. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh Khilafah Islam. Demikian disampaikan aktivis Muslimah Hizbut Tahtir Indonesia (MHTI), Asma Amnina, salah satu pemateri pada Kongres Ibu Nusantara ke-3 di Balai Sudirman, Jakarta, hari ini (26/12/2015).
Ia mengatakan, negeri-negeri Islam saat ini dicengkeram sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak. “Di mana pun sistem ini diterapkan, hanya memunculkan kekerasan, penindasan, eksploitasi dan keaengsaraan. Mengapa? Karena sistem ini buatan manusia yang lebih mengedepankan liberalisme, kebebasan dalam segala hal tanpa memandang halal dan haram,” bebernya.
Manusia dalam sistem liberal, lanjutnya, tak ubahnya ibarat barang dagangan. Perempuan, ibu dan anak hanya jadi komoditi. “Wajar kalau dalam sistem saat ini, perempuan dieksploitasi, hanya diperdagangkan,” katanya.
Ia mencontohkan, 90 persen iklan selalu memanfaatkan perempuan. “Bahkan produk yang tidak berkaitan dengan perempuan sekalipun,” ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, perempuan didorong bekerja, sementara anak-anak dibiarkan terlantar. Sementara itu, banyak perempuan dilecehkan, diperkosa dan bahkan terbunuh sia-sia.
“Sedangkan sistem Islam, tidak akan membiarkan perempuan dan anak-anak berjuang menghidupi dirinya sendiri.
Tidak akan membiarkan kekerasan, pelecehan seksual, dan penderitaan menimpa mereka,” tegasnya.
Khalifah, katanya, akan menjalankan fungsi sebagai raa’in, penjaga setiap harta dan nyawa warganya.
Ia menambahkan, negara imperialis kapitalisme mencengkeram negari-negeri Islam karena tidak ingin Islam bangkit. Mereka pun membuat konvensi-konvensi. Diantaranya tentang perempuan dan anak-anak. “Seolah membela perempuan dan anak-anak dengan janji manis,” katanya.
Misal konveksi CEDAW yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Semua konvensi itu dipropagandakan dengan segenap kebaikan-kebaikannya agar diadopsi negeri muslim. Seperti program keluarga berencana, kesetaraan gender, penghapusan diskriminasi dll.
“Negara ini meratifikasi dan mengokohkannya dalam undang-undang untuk diterapkan,” katanya.
Padahal semua program itu racun berbalut madu, mengeksploitasi perempuan. “Umat wajib menolak berbagai konvensi dan membeberkan kepalsuannya,” tegasnya.
Sementara itu, juru bicara MHTI Iffah Ainur Rochmah menyorot tentang peran media dalam sistem kapitalisme saat ini. Ia mengatakan, media sebagai pilar alat penting untuk menebarkan demokrasi. Media hari ini didominasi konten yang hanya menghasilkan kerusakan. “Kebanyakan cuma hiburan yang melenakan, memuja seks bebas dengan pornografi dan kekerasan,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, banyak tayangan yang merusak aqidah. “Tapi banyak ibu-ibu muslim tidak sadar bahwa tontonan seperti ini berbahaya,” ujarnya.
Ia menyebut, media hari ini jadi alat perang pemikiran. “Artinya media itu sengaja untuk menghancurkan identitas muslim,” katanya. Disamping mengeruk keuntungan, karena itulah ciri khas imperialis, imbuhnya.
Buktinya, anak-anak muslim hari ini berdandan, berpakaian, dan berperilaku sama persis dengan anak-anak di negara Barat. “Ini salah satu bukti korban media sekuler yang merusak ini,” katanya.
Akibatnya, kata Iffah, umat Islam dan generasi muda kehilangan identitas islamnya. Sementara negara tidak mampu melakukan perlindungan dari buruknya dampak media yang merusak ini. “Buktinya, menutup situs porno saja tidak bisa. Itu berarti tidak ada niat negara untuk menjadi pelindung warganya,” katanya.
Berbeda dengan dalam Islam. Media bukan hanya sarana hiburan, tapi sarana edukasi bagi umat agar mampu berpikir dan bersikap dengan benar sesuai aqidah Islam. “Makanya tidak ada kebebasan pers, dalam arti menyebarkan konten yang bertentengan dengan aqidah Islam,” katanya.
Media dalam Islam tidak akan mengesploitasi perempuan. “Tidak akan ada lagi iklan-iklan yang menjual perempuan,” katanya.
Media dalam sistem Khilafah Islamiyah akan menjadi sumber informasi yang baik untuk mencerdaskan umat. Maka itu, ia mengajak peserta KIN ke 3 untuk ikut memperjuangkan Khilafah bersama-sama. []