Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf: Golput Ideologis, Bagus!

HTI-Press. Masyarakat yang tidak memilih alias Golput karena alasan tidak adanya pilihan sesuai kriteria Islam, justru bagus sebagai pembelajaran politik, ujar Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, Guru Besar HTN Univ. Katolik Parahyangan Bandung.

Menurut Prof. Asep, jika ada calon yang memenuhi kriteria Islam wajib dipilih, akan tetapi jika tidak ada, hukumnya malah haram. Dalam tinjauan hukum, jika yang memilih dalam pemilu hanya misalnya 10% sekalipun maka pemerintahan sah berjalan, akan tetapi memiliki 2 konsekuensi politik, yakni tidak kokohnya legitimasi dan kurangnya akseptablilitas atau daya terima masyarakat terhadap pemerintahan.

Sementara itu, Drs. KH Agus Ahyar mengatakan bahwa ummat Islam wajib menegakkan kepemimpinan Islam, yakni Khilafah Islam. Sistem Khilafah menurut Kyai Agus, memiliki 4 pilar utama, yakni Kedaulatan ditangan syari’at, bukan di tangan manusia. Berikutnya, dalam Khilafah Islam, Kekuasaan ditangan Ummat, Satu khalifah (pemimpin) untuk seluruh kaum muslimin dan Khalifah berhak mengadopsi hukum syariat. Adapun, secara personal, syarat seorang khalifah adalah Muslim, Laki-laki, Baligh, Berakal, Mandiri, Adil dan Mampu.

Humas HTI Jabar, Luthfi Afandi yang menjadi pembicara ketiga dalam Halqah tersebut mengatakan bahwa memilih bukan sekedar memilih orang akan tetapi juga sekaligus dengan sistem apa yanag akan diterapkan. Karena menurut Luthfi, antara orang dan sistem itu 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. Sayangnya, MUI hanya menjelaskan kriteria personal, harusnya MUI juga menjelaskan kriteria kepemimpinan atau sistem yang wajib ditegakkan. Sehingga, jika mengacu kepada fatwa MUI sebelumnya tentang keharaman Sekularisme, maka memilih orang yang akan menerapkan sistem sekular seperti Indonesia tentu menjadi haram.

Lebih lanjut Luthfi menjelaskan, bahwa yang wajib dipilih oleh ummat Islam adalah Sistem Islam, bukan sistem demokrasi atau sistem yang lainnya. Sesungguhnya, jika melihat hasil survey PPIM UIN Jakarta (2001, 2002, 2003), Gerakan Mahasiswa Nasionalis (2006), SEM Institute dan Roy Morgan Research (2008), bahwa masyarakat Indonesia umumnya menginginkan penerapan Syari’at Islam. Hanya kenapa dukungan masyarakat terhadap Parpol Islam minim, menurut Luthfi hal tersebut disebabkan karena masyarakat melihat tidak ada perbedaan antara parpol Islam dan sekular. Tidak ada parpol Islam yang berani secara tegas ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah, ujarnya. Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa demokrasi telah berhasil ‘membungkam’ parpol Islam.

Dalam hal perubahan, karena Indonesia bukan Negara yang menerapkan Syariat Islam, maka konteks perubahannya harus dengan metode taghyir, yakni perubahan total, yakni dengan mengganti sistem sekular-kapitalis dengan Islam, bukan dengan cara ishlahiyah atau sekadar tambal sulam saja. Karena jika perubahan yang dilakukan hanya tambal sulam, maka yang terjadi hanyalah mengokohkan sistem yang ada, tidak berubah kearah Islam sedikitpun. (Kantor Humas HTI Jabar)

7 comments

  1. PR PEMERINTAH UNTUK MEMBUAT RAKYAT PERCAYA SANGATLAH SULIT

  2. ALLAHUAKBAR 3X!!!

  3. Salut dengan para pembicara, disini terlihat mereka memberikan pembelajaran yang cerdas kepada umat.

  4. Setuju!! justru sebaliknya wajib kita golput jika sistem yang diterapkan masih sistem demokrasi kufur. Lihat saja nanti, bisa jadi golput lagi yang “menang”, bahkan pemilu 2014, 75% rakyat golput, dan pemilu berikutnya 2019/2020 Khilafah insyaAllah akan tegak.
    ALLAHUAKBAR!!!

  5. yukito sagalo

    salut…acaranya bagus banget…sy hadir sbg peserta

  6. WE WILL NOT GO DOWN!!!

    saya jadi panitianya euy!! he..he

  7. mari kita tuntut pemerintah supaya merobah Demokrasi kpd sistem syariat islam,.harus ada aksi umat yg menempuh prosedur resmi,soal berhasil atau tidak bukan ukuran..yg penting ada aksi dulu..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*