Isu ancaman ISIS menguat setelah terjadinya Bom Thamrin. Serangan yang telah menyebabkan terbunuh dan terlukanya beberapa orang yang tak bersalah pantas kita kecam. Ini pula lah yang menjadi sikap Hizbut Tahrir Indonesia, sebagaimana yang disebut dalam pernyataan persnya: Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:Mengutuk dengan keras pelaku peledakan dan serangan itu sebagai tindakan dzalim luar biasa. Syariat Islam dengan tegas melarang siapapun dengan motif apapun membunuh dirinya sendiri, membunuh orang tanpa haq, merusak milik pribadi dan fasilitas milik umum, apalagi bila tindakan itu menimbulkan korban dan ketakutan yang meluas.
Disisi lain, isu serangan yang diklaim sebagai tindakan terorisme, tidak lepas dari kepentingan politik berbagai pihak, termasuk musuh-musuh Islam untuk menyudutkan Islam. Pada prinsipnya berbagai makar yang dibuat oleh musuh-musuh Islam memiliki pola yang berulang. Sebelumnya, mereka menggunakan perang melawan apa yang mereka sebut sebagai teroris Al Qaida untuk memuluskan penjajahan mereka di dunia Islam. Saat ini mereka menggunakan perang melawan ISIS sebagai alat legitimasi.
Tentu saja agar legitimasi ancaman ISIS ini benar-benar kuat, monsterisasi terhadap ISIS perlu dilakukan. Seakan-akan ISIS-lah yang menjadi sumber malapetaka di dunia ini. ISIS-lah teroris terbesar dan pelaku kejahatan terbesar di dunia yang mengancam dunia. Untuk itu berbagai apa yang diklaim sebagai kekejaman ISIS di-blow- up. Tanpa ada klarifikasi apakah sumber beritanya benar atau tidak. Untuk menambah ’dosis’ ancaman, ISIS pun diklaim memiliki jaringan seluruh dunia. Semua itu, sering kali berupa narasi tunggal satu arah.
Berbagai aksi terorisme pun dikaitkan dengan ISIS dengan pemberitaan yang berulang yang sepihak oleh media kapitalis. Mulai dari serangan di Paris, penembakan yang dilakukan di Amerika, semuanya dikaitkan dengan ISIS. Tanpa perlu pembuktian secara mendalam sejauh mana hubungan antar pelaku dengan ISIS. Opini dibangun dengan cukup mengatakan : pelaku simpati kepada ISIS, pelaku pernah ke Suriah, pelaku anti Barat, anti Yahudi. Sudah cukup.
Padahal yang harus kita ketahui, aksi yang diklaim sebagai tindakan terorisme, selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar, keganjilan-keganjilan, atau pun berbagai bentuk konspirasi lainnya. Hingga kini serangan terhadap WTC di New York,masih belum menjawab berbagai keraguan, benarkah pelakunya adalah al Qaida. Berbagai keganjilan pun banyak diungkap oleh para pakar. Artinya, setiap tindakan yang disebut terorisme sarat dengan konspirasi. Dan ini banyak terbukti.
Disisi lain, kekejaman nyata Amerika justru ditutup-tutupi. Dengan mengecam kekejaman ISIS, Amerika seolah bisa menutupi kekejamannya yang jauh lebih besar. Mikha Zenko dari Dewan Hubungan Luar Negeri baru-baru ini menghitung jumlah bom yang pernah dijatuhkan oleh Amerika di negara-negara lain pada tahun 2015, yang semuanya adalah negara-negara muslim dan jumlahnya mengagetkan : 23.144 bom. Bom itu dijatuhkan atas perintah Presiden Obama, seorang pemenang hadiah nobel perdamaian. Grafik, yang ditunjukkan oleh sebuah lembaga think-thank memberikan angka yang mencolok atas betapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh AS di negara-negara lain.
Intinya, ISIS menjadi legitimasi baru negara-negara imperialis untuk mengokohkan penjajahannya terhadap dunia Islam. Atas nama perang melawan ISIS mereka melegalkan pembunuhan massal terhadap umat Islam. Seperti yang dilakukan Rusia, Amerika, dan Sekutu-sekutu Iblisnya terhadap umat Islam Suriah. Mereka dengan seenaknya membombardir negeri Syams yang mulia, membunuh rakyat sipil, anak-anak, para wanita, yang lemah dan tidak berdaya. Semuanya menjadi sah atas nama perang melawan ISIS.
Perang melawan ISIS pun digunakan untuk membenarkan kekejaman yang dilakukan oleh penguasa-penguasa represif di dunia Islam. Atas nama perang melawan teroris terutama ISIS, Saudi mengumumkan aliansi militer negara-negara muslim. Koalisi ini memberikan legitimasi baru bagi Mesir yang menjadi anggota aliansi untuk memerangi siapapun yang dianggap bersebrangan dengan rezim diktator, terutama kelompok al Ikhwan al Muslimun. Saudi juga bersikap sama, menangkap siapapun yang dituding berhubungan dengan ISIS. Padahal yang ditakuti oleh Saudi adalah bangkitnya kekuatan yang menggoyang tahta kerajaannya.
Hal yang sama terjadi di Indonesia. Perang melawan terorisme mendapatkan legitimasi baru, yaitu perang melawan ISIS. Berbagai kerjasama dengan teroris yang sesungguhnya (Amerika Serikat dan sekutunya ) pun dijalin. Isu ISIS pun dimanfaatkan kelompok-kelompok liberal untuk memberikan stigma negatif terhadap Khilafah yang dianggap merupakan ancaman bersama. Ancaman ISIS pun, paling tidak untuk sementara, memalingkan dari persoalan-persoalan nyata yang dialami Indonesia,mulai dari perpanjangan kontrak Freeport, korupsi, kemiskinan, pengangguran dan lain-lain.
Sebelumnya, Jaksa Agung Australia George Brandis saat bertemu dengan pejabat-pejabat Indonesia, mengatakan bahwa ISIS adalah ancaman bagi kepentingan Australia dan Barat. Disebut-sebut ISIS berambisi untuk meningkatkan keberadaannya dan kegiatannya di Indonesia baik secara langsung maupun melalui wakilnya. Serangan terhadap ide Khilafahpun dilakukan , dengan mengatakan ISIS hendak mendirikan kekhilafahan di luar Timur Tengah, Indonesia merupakan salah satu tempat yan ditargetkan. Jaksa Agung Australia ini menyebutnya sebagai Khilafah Jauh.
Hal yang sama diikuti oleh Rusia. Pada akhir Desember yang lalu, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Y Galuzin, saat mempertontonkan kapal penghancur Rusia Destroy Bystri milik angkatan laut Rusia di Pelabuhan Tanjung Priok menegaskan perlunya kerjasama internasional termasuk Indonesia untuk melawan teroris terutama ISIS.
Perang melawan ISIS sekali lagi hanyalah alat Barat untuk melakukan memuluskan penjajahan mereka. Baik dalam bentuk intervensi militer secara langsung, kerjasama antara negara, atau menjadi alat untuk melakukan stigma negatif terhadap ide-ide mulia dalam Islam seperti syariah Islam dan Khilafah. Mereka juga melakukan ini untuk melakukan penyesatan politik, mengalihkan umat Islam dari ancaman teroris sesungguhnya. Siapa lagi kalau bukan negara-negara imperialis Barat dan pendukung-pendukungnya.
Untuk melawan semua ini, tidak ada jalan lain kecuali umat Islam sungguh-sungguh fokus untuk menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah. Menjadikan negara Khilafah sebagai negara adi daya baru, yang mampu mengimbangi kekuatan militer maupun berbagai manuver-manuver busuk musuh-musuh Islam.
Yang harus dilakukan umat Islam bukanlah, bersatu dibawah naungan negara Kapitalisme Amerika untuk memerangi umat Islam sendiri. Tapi bersatu dibawah naungan Khilafah, yang akan menerapkan syariah Islam, mempersatukan negeri-negeri Islam, melindungi umat Islam dan membebaskan negeri-negeri Islam yang didzolimi. Allohu Akbar (Farid Wadjdi)